FOTO BUKITTINGGI LAMA

Automatic translation of this blog page: Terjemahan otomatis hal blog ini

Jumat, 28 Agustus 2015

Percakapan Pasambahan Menjemput Penganten Pria dalam Bahasa Minangkabau

(Sebuah hasil Penelitian)
Oleh Abdulrahman
Diedit lagi oleh Nasbahry Couto 29-08-15



Foto mengantarkan pengantin pria ke pihak pengantin wanita, setelah acara Pidato Pasambahan Penjemputan, lokasi Kurao, Kel. Gng.Sarik. Kec. Kuranji. Padang (foto Nasbahry C, 2007)

A. Pendahuluan  

Analisis percakapan sebagai ancangan analisis wacana makin berkembang dengan penerapan yang makin luas. Pada tulisan ini analisis percakapan diterapkan untuk menganalisis dialog pasambahan dalam bahasa Minangkabau.

Kajian analisis percakapan telah berkembang sejak tahun 1970-an yang dapat dirujuk pada penelitian Schegloff (1972). Ia menyatakan bahwa percakapan merupakan bentuk pelaksanaan kaidah percakapan berangkai yang lebih dalam seperti makna aturan sosial dengan berbagai tipe nosi peran sosial. Selanjutnya Sinclair & Coultarrd (1975) juga melaporkan bahwa analisis percakapan di ruang kelas tidak setara (unequal) karena dominasi yang dimiliki partisipan (guru-murid) secara soial tidak setara.   Sampai sekarang analisis percakapan  tambah menarik bagi para peneliti karena yang mereka teliti tidak hanya terbatas pada aspek yang berkaitan dengan struktur linguistik percakapan tetapi  juga berkembang pada aspek yang berkaitan dengan aturan sosial. Yang terakhir ini tentu tidak terlepas dari sumbangan etnometodologi yang didasari oleh ilmu sosiologi (Schiffrin, 1994).

Warisan etnometodologi tentang bahasa dalam analisis percakapan telah dijelaskan oleh Schiffrin (1994), bahwa bahasa merupakan produk kaidah dan sistem daripada kekhasan yang lain. Meskipun bahasa merupakan media yang dibentuk dengan menggunakan kategori makna umum dan makna khusus namun hal itu masih dapat dinegosiasikan. 

Hubungan antara kata dengan objek adalah sebanyak persoalan dunia hubungan aktivitas sosial tempat kata-kata itu digunakan. Dengan kata lain, makna sebuah ujaran menunjuk pada konteks dan tujuan tertentu. Kontektualisasi bahasa mengikuti apa yang menjadi masukan dalam membentuk hubungan antara tindakan dan pengetahuan  penutur-petutur dengan bermacam-mcam penalaran dan operasi konteks-tualisasi  dalam hubungan sosial secara umum.  

Dengan demikian, rekaman percakapan menjadi sumber analisis dan pokok bahasan yang tersedia bagi para analis untuk merealisasikan beberapa analisis percakapan. Penganalisan menunjukkan bahwa aspek pembicaraan sangat bervariasi seperti, koreksi kesalahan (Jefferson, 1974), struktur sintaksis (Ford dan Thompson,1986), diam dan tertawa (Jefferson, 1989,1979), analisis kontruksi there (Schiffrin, 1994) yang relevan terhadap kajian percakapan yang terjadi. 

Selain itu, analisis percakapan juga memandang pengalaman pembicara melakukan pembicaraan sebagai pusat sumber analisis yang terus berkembang (Heritage, 1984 dikutip Schiffrin). Yang dipentingkan tidak hanya data yang mendasari analisis tetapi juga bukti untuk hipotesis dan simpulan, yaitu bentuk-bentuk yang dilakukan  partisipan yang menyediakan tempat untuk hadirnya unit, pola, dan kaidah. Untuk tujuan itu, analisis percakapan mencari secara berulang-ulang pola-pola, distribusi, dan bentuk-bentuk organisasi dalam korpus pembicaraan yang lebih besar.  

Secara ringkas, analisis percakapan mendekati wacana dengan mempertimbangkan cara partisipan dalam pembicaraan yang membangun solusi sistematis pada masalah organisasional percakapan yang berulang-ulang. 

Pada  penelitian ini penekanan analisis percakapan mendekati wacana dengan memerhatikan bagaimana partisipan dalam pembicaraan membangun solusi sitematis pada masalah organisasional dijadikan kerangka analisis. 

Di antaranya,  banyak masalah yang dapat dikemukakan seperti; membuka dan menutup pembicaraan, pengambilan giliran, perbaikan, pengaturan topik, penerimaan informasi, dan menunjukkan persetujuan serta ketidaksetujuan. Solusi pada masalah itu ditemukan melalui analisis ketat terhadap bagaimana partisipan itu sendiri berbicara terhadap aspek pembicaraan yang mereka bicarakan itu  (Schiffrin, 1994:   ). 

Selanjutnya, analisis percakapan menghindari penempatan beberapa kategori sosial atau linguistik yang tidak memiliki relevansi terhadap partisipan dan  yang tidak ditujukan dalam pembicaraan nyata.

Berdasarkan latar pembicaran di atas, maka pada penelitian ini akan dilakukan analisis percakapan pada teks dialog yang dikenal dengan pasambahan  dalam acara penjemputan penganten pria oleh pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau. Teks pasambahan mempunyai alasan yang kuat untuk dianalisis dengan pendekatan analisis percakapan karena teks tersebut merupakan dialog yang terjadi di antara dua pihak yang masing-masing menjaga aturan sosial budaya. Partisipan percakapan dialog merupakan orang pilihan kelompok masing-masing yang sudah disiapkan untuk menjadi juru bicara dalam acara tersebut. Partisipan memiliki kemampuan percakapan yang melebihi rata-rata kelompok yang mereka wakili dan merupakan orang yang sudah berpengalaman dalam menghadapi strategi dan taktik mitra tutur dalam dialog.  Dengan demikian, analisis terhadap teks tersebut merupakan suatu yang perlu dan menarik untuk dilakukan.

Mengingat kajian ini mempunyai banyak variabel yang dapat dianalisis, maka perlu pemokusan masalah penelitian. Heritage (1984) mendaftarkan tiga asumsi analisis percakapan yaitu, interaksi diorganisasi secara terstruktur, pendukungan pada interaksi diorientasi secara kontektual, dan keduanya itu melekat pada detail dalam interaksi sehingga tidak ada detail aturan yang bisa dihilangkan (urutan-urutan). 

Dengan demikian, pandangan analisis percakapan terhadap intraksi merupakan pandangan struktural. Jenis struktur interaksi yang dimasudkan  adalah pasangan berdekatan (adjacency pair), pengambilan giliran bicara (turn taking), dan transisi tempat yang relevan (transition relevance place) (Schiffrin, 1994).    
  
Penelitian analisis percakapan yang digunakan untuk analisis dialog pasambahan dalam bahasa Minangkabau difokuskan pada tiga aspek bentuk struktur interaksi percakapan di atas.

Untuk menuntun penelitian ini, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
  1. Bagaimanakah struktur pasangan berdekatan dalam wacana dialog pasambahan penjemputan penganten pria oleh pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau?  
  2. Bagaimanakah struktur giliran bicara dalam pasambahan  penjemputan penganten pria oleh pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau?
  3. Bagaimanakah transisi tempat yang relevan pasambahan  penjemputan penganten pria oleh pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau?
Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
  1. menganalisis dan mendeskripsikan  struktur pasangan berdekatan  dalam wacana dialog pasambahan penjemputan penganten pria oleh pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau? 
  2. menganalisis dan mendeskripsikan struktur giliranbicara  dalam wacana dialog pasambahan penjemputan penganten pria oleh pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau? 
  3. menganalisis dan mendeskripsikan transisi tempat yang relevan dalam wacana dialog pasambahan penjemputan penganten pria oleh pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau?    
Manfaat penelitian ini adalah sebagai: 

  • a) manfaat teoretis penelitian ini adalah memperkaya kajian bahasa, khususnya dalam bidang analisis wacana. Manfaat itu terlihat secara nyata dalam deskripsi dan penjelasan pola pasangan berdekatan (adjacency pair), pengambilan giliran bicara (turn taking), dan transisi tempat yang relevan (transition relevance place). 
  • b) Manfaat praktis penelitian ini adalah hasil penelitian ini dapat dijadikan model/sampel oleh para guru dalam menganalisis tindak tuturan, khususnya wacana dialog. 
  • Di samping itu, penelitian ini bermanfaat bagi personal yang berprofesi sebagai peneliti dan pendidik bahasa (Keenan, 1983; Foster, 1990).

B. Acuan Teori

Pada bagian ini akan dibahas acuan teori yang digunakan sebagai landasan teoretis dalam melaksanakan penelitian ini. Aspek yang dibicarakan berkaitan dengan hakikat analisis percakapan, struktur analisis percakapan, dan wacana pasambahan menjemput penganten.


Acara menjemput penganten pria di Kurao, kel.Gng.Sarik. Kec. Kuranji Padang. 2007. Sumber gambar. Nasbahry Couto

1. Hakikat Analisis Percakapan

Analisis percakapan (AP) merupakan suatu pendekatan analisis wacana (Achmad, 2006:11). Pendekatan ini telah dipopulerkan oleh ahli sosiologi Garfinkel berdasarkan ancangan etnometodelogi dan kemudian diterapkan dalam analisis percakapan oleh Sack (1975) dan Jeffersen (1974). AP berbeda dengan cabang sosiologi karena bukan hanya mengalisis aturan sosial tapi juga mencari dan menemukan cara atau metode yang digunakan anggota masyarakat untuk menghasilkan makna aturan sosial. Analisis percakapan merupakan sebuah ancangan wacana yang menekankan konteks, relevansi konteks, berdasarkan teks.

Percakapan merupakan sumber bagi aturan sosial yang memperlihatkan adanya urutan dan struktur percakapan. AP menaruh perhatian pada masalah aturan sosial  yaitu bagaimana bahasa menciptakan dan diciptakan oleh konteks sosial, di samping pengetahuan manusia yang tidak terbatas pada pengetahuan sempit tetapi meliputi kebiasaan yang ada dan digunakan. Ringkasnya, pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari konteks dan masyarakat pemakainya, sehingga perlu dianalisis. Pernyataan  itu sesuai dengan asumsi Heritage (1984) tentang analisis percakapan seperti yang sudah disebut pada latar balakang.

2. Struktur Interaksi AP (Analisis Percakapan)

 Berdasar uraian di atas, maka AP memandang interaksi adalah suatu pandangan struktural. Bentuk atau jenis struktur intraksi yang dimasudkan di sini  adalah pasangan berdekatan (adjacency pair), pengambilan giliran bicara (turn taking), dan transisi tempat yang relevan (transition relevance place) (Schiffrin, 1994). Pada bagian berikut dibahas struktur-struktur tersebut.

a. Pasangan Berdekatan (adjacency pair)

Giliran berbicara yang dilakukan oleh para partisipan dalam percakapan digunakan untuk memberi peluang calon pembicara berikutnya. Giliran ini secara jelas bisa terdeteksi tetapi aksi atau intensi apa yang termuat di balik sistem giliran itu perlu diamati. Para ahli menyebut sistem giliran untuk beraksi dalam percakapan ini disebut adjacency pair yang diterjemahkan Kridalaksana (2008:174) menjadi ”pasangan berdampingan”.

Levinson (1983) berdasarkan pendapat Schegloff & Sack menyebut pasangan berdekatan sebagai berikut. Pasangan berdekatan adalah tuturan dari dua ucapan yang berciri sebagai berikut; 1) berdampingan, 2) diproduksi oleh pembicara yang berbeda, 3) disusun sebagai satu bagian pertama dan satunya lagi bagian kedua, dan 4) memiliki jenis, sehingga satu bagian pertama tertentu membutuhkan satu bagian kedua tertentu seperti penawaran membutuhkan penerimaan. Di samping itu, pasangan berdekatan mempunyai aturan pelaksanaan dalam penggunaannya, yaitu setelah memproduksi satu bagian pertama dari suatu pasangan, seorang pembicara harus berhenti bicara dan pembicara berikutnya harus memproduksi satu bagian kedua bagi pasangan yang sama.  Pertukaran aksi ujaran akan berlangsung silih berganti dan prosesnya sama dengan giliran berbicara.

Richard (1982) melaporkan ada delapan macam penggalan percakapan sebagai pasangan berdekatan yaitu, penggalan salam (tegur-sapa), penggalan pangilan dan jawaban, penggalan tuduhan dan ingkar, penggalan peringatan dan perhatian, penggalan permohonan dan persetejuan, penggalan meminta-menjelaskan, penggalan tawaran dan penerimaan, dan penggalan tawaran dan penolakkan.

Selanjutnya Cook (1989) membedakan ujaran tanggapan menjadi dua macam, yaitu ujaran yang disukai dan tidak disukai. Sebagai contoh ujaran permintaan dapat ditanggapi dengan ujaran yang menunjukkan pengabulan atau penolakkan. Pengabulan merupakan suatu tanggapan yang meyenangkan sedangkan penolakkan merupakan tanggapan yang tidak menyenangkan. Tanggapan yang menyenangkan merupakan tanggapan yang diharapkan dan sebaliknya tanggapan tidak menyenangkan merupakan jawaban yang tidak diharapkan pembicara.  Sebaliknya, tanggapan positif dan negatif itu pada ujaran kedua sebaliknya misalnya pada tindak ujaran kutukan dan sumpah serapah.  Oleh karena itu, pasangan berdekatan itu mempunyai dikhotomi berterima dan tidak berterima.

b. Giliran Berbicara (Turn Taking)

 Dalam wacana masalah utama yang mendasari percakapan adalah distribusi yang terkait dengan bagaimana penutur mengorganisasikan giliran berbicara (turn taking). Bagaimana mereka mengetahui suatu seseorang diharapkan berbicara dan suatu saat yang lain diam? Bagaimana seseorang mengakhiri pembicaraan, dan orang lain memulai berbicara? (Schiffrin, 1994).

Schegloff (1972)  menggambarkan pola giliran berbicara yang disebutnya turn taking dengan formula ”A-B-A-B”. Artinya dalam setiap percakapan ketika salah seorang berbicara, pihak lain akan mendengarkannya serta menunggu giliran untuk merespon pembicaraan serta meginterpretasikan maksud dari mitra tuturnya. Formula giliran dalam percakapan dapat dipengaruhi oleh setting atau ruang dan waktu tertentu. Misalnya, percakapan dalam sebuah khotbah berbeda percakpan di dalam kelas.

Sack, Schegloff & Jefferson (1974) melaporkan beberapa penemuan penting dalam giliran berbicara sebagai berikut. 1) Pemegang giliran akan terjadi berganti-ganti; 2) Pada umumnya salah stu pihak berbicara pada saat pihak lain mendengarkan; 3) Kadangkala terjadi bahwa ada lebih dari satu pihak berbicara bersamaan, tetapi hanya sebentar dalam rangka memberi tanggapan; 4) Kebanyakan transisi berlangsung tanpa jeda yang signifikan; 5) Urutan giliran bervariasi; 6) Ukuran lama-pendeknya giliran bervariasi; 7) panjangnya giliran dalam konversasi tidak dibatasi secara khusus; 8) Isi dari percakapan biasanya tidak disebutkan terlebih dahulu; 9) Distribusi giliran tidak disebutkan terlebih dahulu, 10) jumlah proposisi bervariasi dalam setiap giliran; 11) pembicaraan dapat tidak berkelanjutan, 12) sering terjadi berbicara tanpa pemernyilahan; dan 13) mekanisme perbaikan terjadi apabila pembicaraan berjalan tidak semestinya.

c. Transisi Tempat yang Relevan (transition relevance place)

Konsep tempat dalam analisis percakapan merujuk pada berbagai macam “unit tipe”  yang digunakan penutur untuk membentuk atau membangun sebuah giliran. Secara lingual unit-unit tipe itu adalah kontruksi kalimat, klausa, frasa, atau leksis (Achmad, 2006). Termasuk ke dalam kontruksi itu adalah proyeksi satuan khas atau suatu bagian yang lengkap. Kaidah-kaidah itu beroperasi atau berlangsung secara berulang-ulang terhadap kelengkapan satuan khas penggantian. Tempat itu menyediakan satu dorongan bagi penerima pembicaraan untuk melanjutkan pembicaraan (Schiffrin, 1994).

Levinson (1983) mengutip Labov & Fanshel (1977) menyatakan bahwa ucapan bisa disegmentasikan kedalam bagian-bagian unit, setiap unit ucapan berhubungan paling tidak dengan satu unit aksi. Unit-unit aksi yang dilakukan sewaktu berbicara mempunyai suatu perangkat yang terbatas dan dapat ditentukan. Ada fungsi yang dapat ditentukan disamping prosedur yang menerjemahkan unit ujaran ke dalam unit aksi dan sebaliknya. Oleh karena itu, urutan percakapan pada dasarnya diatur oleh seperangkat aturan urutan yang dinyatakan dalam jenis aksi ujaran.


Tabel Tindakan Perkawinan pada daerah Pesisir Sumatera Barat


No
Tindakan dalam
Acara Perkawinan

Di daerah Pesisir Sumatera Barat

A
Sebelum Upacara
Perkawinan
Istilah lokal
Dilakukan dan oleh dan  di lokasi
Istilah umum di lokasi
1
Meninjau calon Menantu

Maresek [2]

Pihak Perempuan

Padang


2
Meminang + Tukar Tanda + pemberitahuan



Minta izin perkawinan dan menentukan hari pernikahan
Maantaan nasi lamak
Pihak perempuan ke pihak bako sekalian ke pihak laki-laki untuk meminang
Padang

Manapiak Bandua [3]
Oleh pihak perempuan ke pihak  laki-laki untuk meminang
Painan

3

Memberitahu sanak keluarga tentang persetujuan pernikahan
Mahanta
Pihak laki-laki ke ninik mamak dan keluarganya
Padang
Minum kopi
Pihak laki-laki dan perempuan
Painan
4
Menerima pemberian pihak bako
Babako/Babaki
Pihak bako laki-laki maupun perempuan
Padang/ Painan
5
Tanda pihak wanita
siap untuk nikah
Bainai
Pihak perempuan sehari sebelum akad nikah
Padang dan Painan

B

Pada Upacara Perkawinan
1
Mengantarkan
Sirih: menandakan niat baik laki-laki
Maantakan Siriah
Oleh pihak laki-laki ke pihak perempuan mengantarkan bawaan
Hanya di Painan
2
Menjemput penganten pria
Manjapuik marapulai
Oleh Pihak perempuan ke pihak laki-laki
Padang dan Painan

3

Akad Nikah

Badampiang
Pada pihak perempuan sekaligus akad nikah
Painan
Akad Nikah
Di rumah pengantin wanita
Padang

C

Sesudah Upacara Perkawinan

1
Menemui mertua pihak laki-laki
Manikam jajak
Di rumah Pengantin Pria
Padang
Manjalang Mintuo
Di Rumah Pengantin pria
Painan

Sumber: Tulisan Nasbahry Couto tentang Maantaan Nasi Lamak (30-11-2014)

3. Pasambahan Menjemput Penganten

Pasambahan menjemput penganten pria (marapulai) berlansung dilatari dengan acara yang paling pokok dalam perkawinan menurut adat istiadat ialah bersanding (basandiang), yaitu mendudukan kedua penganten di pelaminan untuk disaksikan tamu yang hadir. Sebelum bersanding pengaten pria (marapulai) lebih dahulu dijemput ke rumah kerabatnya. Pada waktu itulah segala upacara adat istiadat perkawinan harus dipenuhi sebagaimana yang disepakati sebelumnya. Kerabat penganten putri (anak daro) mengirim utusan untuk menjemput marapulai. Yang menjadi utusan umumnya perempuan dengan pakaian yang indah dan beberapa perempuan muda pakai sunting. Rombongan itu diikuti beberapa orang laki-laki yang akan menjadi juru bicara.

Di rumah marapulai persiapan menanti utusan yang menjeput marapulai tidak kalah megahnya dari rombongan yang datang. Walaupun maksud rombongan yang datang sudah diketahui tetapi terjadi juga dialog singkat tentang maksud kedatangan mereka. Namun, pembicaraan itu dihentikan dulu karena tuan rumah menghidangkan makanan sesuai pepatah adat ”berunding sesudah makan”. Ketika hedak makan terjadilah pidato sembah-menyebah untuk menyilahkan tamu menyantap makanan yang telah terhidang. Selesai makan,  secara resmi pihak utusan menyampaikan maksudnya dengan pasam-bahan atau dialog yang penuh petatah-petitih. Upacara dialog itu bertahap-tahap yang dimulai dengan menyatakan diri sebagai utusan yang membawa kiriman dan dan meminta agar kiriman itu diterima. Setelah itu,  dialog persem-bahan barulah menyatakan maksud yang sebenarnya yaitu menjeput mara-pulai. Pidato disampaikan dalam dialog persembahan dengan menunjukkan kepaiawaian utusan berbicara dengan pidato yang bermutu (Navis, 1984) 

C. Metologi Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis kualitatif menggunakan pedekatan analisis percakapan dengan metode deskriptif analisis.

1. Data

 Data penelitian berupa teks pasambahan menjemput marapulai yang diambil dari naskah pidato yang  telah dibukukan oleh  Yusriwal (2005). Teks pasambahan tersebut berupa dialog antara utusan pihak wanita kepada pihak pria dengan panjang lebih kurang empat halaman A4 (data terlampir).      

2. Teknik Analisis Data

Untuk memudahkan analisis data digunakan teknik penggal naskah sesuai dengan topik pembicaraan, giliran bicara, dan pasangan berdekatan yang masing-masingnya ditandai dengan penomoran. Masing-masing kelom-pok diidentifikasi sesuai dengan unit analisis dan kemudian dijelaskan dan diinterpretasikan. Selanjutnya, berdasarkan interpretasi ditarik kesimpulan.

3. Unit Analisis

Selaras dengan tujuan penelitian, maka yang menjadi unit analisis adalah pasangan berdekatan, giliran berbicara, transisi tempat yang relevan.    

D. Hasil Penelitian

Pada bagian ini akan dideskripsikan hasil analisis terhadap teks pasam-bahan menjemput marapulai terlampir.

1. Gambaran Umum

Setelah melakukan identifikasi dan analisis terhadap data pasambahan menjemput marapulai pada bagian ini diberikan gambaran umum tentang wacana yang dianalisis, yaitu partisipan, tata organisasi, dan topik-topik wacana. Gambaran ini akan banyak manfaatnya dalam membicarakan aspek yang akan dideskripsikan yaitu pasangan berdekatan dan giliran berbicara.

Pertama, mencermati bagaimana wacana percakapan diorganisasi, maka pasambahan merupakan kegiatan koperatif yang melibatkan dua pihak yang menjadi wakil dari pihak penganten pria  dan wakil dari pihak penganten wanita. Dari pihak penganten wanita diwakili oleh Datuak (Dt.) Sinaro dan pihak pengaten pria diwakili oleh Dt. Malano. Wacana pasambahan itu terbentuk dari percakapan kedua Datuak dari awal sampai akhir. Jumlah semua  unit tuturan yang merupakan unit aksi  adalah 129 unit tuturan dan terjadi 44 kali pasangan percakapan (data terlampir).



Model posisi duduk pihak laki-laki dan pihak perempuan, dan posisi duduk pembicara. 
Sumber gambar:https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjw1QrU2TIAKQZ6R4chPRfA2MvutRxsQZc0w8gdegcWBDjj3Lpwshry1PPaIi-z2I65KDvbtOJsWdZu9kzU3Cgv12Of61Npvc82Rj4vvJtwnIP1BDQhfHUNPnVdOPo1P5p0cs8_MFXpNLLm/s1600/ric_2824.jpg

Kedua, percakapan mempunyai tata organisasi (overall organization) yang terdiri dari pembukaan (opening), tubuh (body), dan penutup (closing). Pembukaan pasambahan terdiri dari pasangan memberi salam dan memberi salam kembali  yang terdapat pada awal percakapan atau unit tuturan 1) dan 2), yaitu: 


Dt. Sinaro   : 1)  Assalamualaikum Angku Datuak.
Dt. Malano :  2) Wa’alaikum salam.           

Tubuh wacana terdiri dari 10 topik dari 125 unit tuturan. Setelah diidentifikasi  topik-topik percakapan pasambahan mengenai hal-hal berikut.

a.       Mempersilakan memakan sirih sebagai pembuka menyatakan maksud.
b.      Menyampaikan bahwa sirih telah dimakan.
c.       Menyapaikan pesan yaitu menjemput marapulai.
d.      Marapulai boleh dibawa namun menunggu berpakaian.
e.      Menanyakan gelar marapulai.
f.        Menyatakan gelar marapulai.
g.       Menanyakan apakah sudah boleh berangkat pulang.
h.      Memberi izin berangkat pulang.
i.         Bermaaf-maafan.
j.        Perundingan selesai.

Dalam tubuh wacana tersebut  tercatat empat kali perhentian (pause) percakapan karena pihak yang ditanyakan (penganten pria) melakukan musyawarah untuk menghasilkan kesepakatan untuk menjawab pertanyaan atau permintaan pihak penganten putri. Musyawarah dilakukan juru bicara dengan semua pihak kerabat penganten pria. Diantara topik yang dimusyawarahkan itu adalah apakah sirih mereka diterima atau tidak, apakah mereka sudah boleh membawa marapulai atau belum, menanyakan gelar marapulai, dan apakah mereka sudah boleh pulang atau belum (topik a,c,e,g).  Setelah mereka semufakat maka percakan kembali dilanjutkan dengan memanggil juru bicara pihak perempuan sehingga dengan itu terbentuk percakan dengan topik  b,d,e,f, dan h.

Bagian dari tubuh wacana pertopik juga  terdiri dari pembukaan, isi, dan penutup pula. Pembukaan terlihat seperti pada:

Dt. Sinaro   :  3) Kapado Datuak Rajo Malano. (Kepada Dt. Rajo Malano)
Dt. Malano :  4) Manitahlah  Angku. (Menitahlah Angku) 
    
Dan penutup seperti pada:

 Dt. Malano :   11) Sampai dek Datuak?  (Sudah selesai Datuak?)
 Dt. Sinaro   :   12) Alah sado nan alah.   (Sudah semua yang sudah)

Bentuk-bentuk seperti itu terjadi berulang-ulang; untuk pembuka ada pada tuturan (3-4), (19-20), (48-49), (68-69), dan (101-102) sedangkan untuk penutup ada pada tuturan (11-12), (38-39), (55-56), (61-62), (86-87), (93-94) dan (113-114). Selajutnya, isi terdiri dari pasangan percakapan berupa pernyataan/permohonan  dan pembenaran/pemberian yang terlihat berulang secara umum. 
     
Wacana pasambahan terdiri dari unit tuturan berupa pantun berisi kerelaan, maaf, dan salam pada  127) dan pemberian salam pada 128), serta peberian salam kembali pada 129). Berikut kutipannya.

Dt. Sinaro   :       127)   Alif jo nun tando ra
                                      Sukun jo amzah tando mati
                                      Rila jo maaf ambo pintak
                                      Wassalam jo maaf  panyudahi.
                             128)   Assalamualaikum Angku Datuak

Dt. Malano :        129)   Waalaikumussalam.

Berdasar pembicaraan di atas, maka dinyatakan bahwa percakapan dalam pasambahan merupakan suatu wacana yang sudah terencana (planned) walaupun yang pihak-pihak membentuknya belum pernah bertemu sebelumnya. Namun, kedua pihak memahami srtuktur wacana pasambahan menjemput marapulai sehingga terbentuk sebuah wacana utuh dan komu-nikatif. 

2. Tuturan Berpasangan

            Analisis tuturan berpasangan (adjansy pair) pada wacana pasambahan menjemput marapulai dijelaskan berdasarkan pendapat Richard (1982).Richard menyatakan ada delapan pasang tuturan berpasangan. Pada wacana ditemukan pasangan berdekatan  sebagai berikut.

a.    Pasangan Tegur-Sapa

Pasangan tegur sapa terjadi dua kali yaitu pada pembukaan wacana dan pada penutupan wacana. Berikut pasangan tersebut.

Dt. Sinaro   :  1)  Assalamualaikum Angku Datuak.
Dt. Malano :  2) Wa’alaikum salam.

Dan   

Dt. Sinaro    : 128)   Assalamualaikum Angku Datuak
Dt. Malano : 129)   Alaikumussalam

Pasangan tegur-sapa dengan “assalamualaikum” dan jawaban “wa’alaikum salam” merupakan tuturan sapa yang sudah lazim dan selalu digunakan dalam/antar masyarakat Minangkabau untuk mengawali  percakapan (formal/nonformal). Tuturan tersebut merupakan kalimat yang sudah dituntunkan dalam agama Islam untuk dibaca disaat terjadi kontak dua orang (muslim). Masyarakat Minangkabau yang umumnya beragama Islam dalam kehidupan sehari-hari mereka merealisasikan ajaran agama dan menyebut landasan hidupnya itu dengan ungkapan  “adat bersendi syarak (agama), syarak bersendi kitabullah (Al-Quran)”. Dengan kata lain tata cara hidup masyarakat Minangkabau didasarkan pada agama sedang agama didasarkan pada kitab suci Al-Quran. Oleh karena itu, seorang yang menyapa mitra tutur dengan tuturan “assalamulaikum” maka jawaban minimal “wa’alaikum salam” sebagai kewajiban dalam beragama atau menjawab dengan yang lebih dari itu seperti “wa’alaikum salam wa rahmatullah” sebagai lebih memberikan penghormatan kepada orang yang memberi hormat.  

Tuturan “Assalamualaikum” mempunyai arti ‘selamat atas kamu sekalian’ maksud dari tuturan itu dapat berupa doa kepada orang yang diucapkan dan juga dapat berarti sipemberi salam telah memberi jaminan kepada mitra tuturnya bahwa mereka aman dari prilakunya yang tidak beradab. Dengan, didapatkan wacana dibuka dan sekaligus ditutup dengan sapaan salam berarti mereka sama-sama menginginkan dan  memberikan keselamatan kepada semua partisipan dalam acara penyemputan marapulai tersebut.

b.    Pasangan Panggilan-Jawaban

Pasangan tuturan berdekatan panggilan-jawaban/pertanyaan terdapat dalam wacana pasambahan menjemput marapulai. Pada analisis pasangan berdekatan ini dibedakan antara panggilan dengan pertanyaan. Panggilan terjadi diawal dialog dalam suatu topik sedang pertanyaan terjadi tidak di awal suatu topik tetapi dapat terjadi di tengah atau diakhir dialog. Keduanya itu pasangannya adalah jawaban. Berikut pasangan berdekatan panggilan dan jawaban.

Tabel 1. Pasangan Berdekatan Panggilan-Jawaban

No.
Tuturan
Pasangan Berdekatan
1


2


3


4


5
Dt. Sinaro   :  3) Kapado Datuak Rajo Malano.
Dt. Malano :  4) Manitahlah  Angku.

Dt. Malano :    19) Ka bakeh Datuak Sinaro 
Dt. Sinaro   :    20) Iyo, manitahlah.

Dt. Malano :  48) Iyo ka bakeh Angku Datuak juo.
Dt. Sinaro   :  49) Manitahlah Mak Datuak.

Dt. Malano :  68) Jadi, kabakeh Dt. Sinaro.   
Dt. Sinaro   :  69) Manitahlah Angku Datuak.

Dt. Malano :  101)  Ka bakeh Angku datuak rundiang bapulangan.
Dt. Sinaro   :  102)  Lah tarang Angku Datuak.
Panggilan
Jawaban

Sda


Sda


Sda


Sda
           
Pada tabel di atas dideskripsikan lima  pasangan berdekatan panggilan dan jawaban  yang terdapat dalam wacana pasambahan menjemput marapulai. Panggilan dalam percakapan pasambahan  terjadi disebabkan setting ruang tempat pasambahan. Pada pasambahan tempat duduk  wakil penganten pria dan wakil penganten wanita cenderung duduk berjauhan dalam arti tidak berdekatan seperti orang berkomunikasi biasa. Itu terjadi karena dalam budaya Minangkabau secara sosial tamu adalah orang yang dihormati dan mereka didudukan dibagian ujung rumah yang menjadi pusat perhatian sedangkan para pihak penerima tamu duduk dibagian ujung arah pintu keluar masuk sehingga mereka leluasa untuk menyiapkan segala sesuatu. Cara duduk mereka semua berbentuk melingkar sesuai dengan setting ruangan. Dengan cara demikian, mereka dapat mengetahui mana yang tamu dan mana yang tuan rumah.

Karena duduk yang tidak berdekatan itu terjadi panggilan sebagai panarik perhatian dan penghormatan dan sekaligus jawaban dari tamu yang datang.  Pada wacana yang dianalisis ditemukan panggilan pada umumnya dilakukan setelah berhenti (paus) untuk mufakat oleh pihak tuan rumah dan akan menyampaikan hasil musyawarah mereka.

Pada 3) pihak penganten wanita memanggil “Kepada Dt. Rajo Malano”. Penggunaan kata ”kapado” atau ’kepada’ dilakukan di awal pasambahan karena penutur menujukan tuturannya kepada yang bersangkutan, yaitu Dt. Malano. Pada 19, 48, 68, dan 101 penutur tidak lagi menggunakan kata ”kapado” melainkan ”ka bakeh” yang dalam bahasa Indonesia artinya ’kepada juga’.  Hal itu, menunjukkan bahwa pasangan berdekatan pertanyaan itu berulang namun bentuk yang digunakan untuk pertama berbeda dengan bentuk yang berikutnya.

Pasangan jawaban dari petutur juga mempunyai variasi. Pada 4) petutur menjawab ”manitahla Angku” berbeda dengan jawaban 20), 49), 69), dan 102). Pada jawaban ini nampaknya kualitas jawaban tidak hanya berdasarkan bentuk tuturan jawaban melainkan juga situasi waktu dan kondisi. Kita tahu tuturan ”iyo, menitahlah” dibanding dengan ”iyo menitahlah Angku Datuk” lebih pendek. Jika dibandingkan lagi maka tuturan yang kedua adalah lebih santun dengan sapaan Angku Datuk. Mengapa hal itu bisa terjadi? Ini banyak sedikitnya tergantung lama atau tidaknya musyawarah pihak tuan rumah. Menunggu dalam waktu yang terlalu lama dimungkinkan menimbulkan reaksi kurang menghargai tamu dan tamu pun mengurangi kesantunan ucapannya.

Jika, kita cermati 49) dan 69) jabawan kembali menunjukkan penghor-matan dengan kesantunan dengan menggunakan sapaan penghormatan.

Selanjutnya, pasangan pertanyaan dan jawaban dalam wacana pasambahan sebagai berikut.    

Tabel 2.Pasangan Berdekatan Pertanyaan-Jawaban

No.
Tuturan
Pasangan Berdekatan
1


2


3


4


5


6


7
Dt. Malano :    11) Sampai dek Datuak?
Dt. Sinaro   :    12) Alah sado nan alah.

Dt. Malano :   38) Lah sampai dek Angku Datuak.
Dt. Sinaro   :   39) Alah sado nan alah, Angku Datuak.

Dt. Sinaro   :    55) Sampai Angku Datuak?
Dt. Malano :    56) Dibilang alah.

Dt. Malano :    61) Sampai dek Angku Datuak?
Dt. Sinaro   :    62) Sampai Angku Datuak.

Dt. Sinaro   :    86) Sampai Angku Datuak? 
Dt. Malano :    87) Bilang alah.

Dt. Malano :    93) Lah sampai Angku Datuak?
Dt. Sinaro   :   94) Sampai.

Dt. Sinaro   :    113)   Sampai di Angku Datuak.
Dt. Malano :    114)   Dibilang alah.
Pertanyaan-
Jawabana

Sda.


Sda.


Sda.


Sda.


Sda.


Sda.
           
Pada pasangan berdampingan pertanyaan dan  jawaban di atas proses-nya terjadi dengan baik. Semua pertanyaan dibalas dengan jawaban dan tidak ada penyimpangan. Hal yang menarik dalam pasangan pertanyaan jawaban ini adalah petutur menanyakan kepada penutur apakah yang sudah disampaikannya pada tuturan sebelumnya sudah selesai atau masih ada tambahan. Di sini seakan mereka tidak mau berebut berbicara malah yang terjadi mereka mempersilahkan mitra tuturnya sepuasnya. Pertanyaan “sampai Angku Datuak” atau ‘sudah selesai Angku Datuk’ pada tabel di atas dapat   merupakan pertanyaan  sebenarnya bertanya, dan juga dapat dikatakan sebagai suatu tradisi percakapan pasambahan. Hal itu, nampak dari jawaban petutur “dibilah alah” atau “sampai angku datuk” atau ‘sudah angku datuk’ yang tidak ada variasinya dari beberapa temuan. Jika, ada satu kali mereka  mengatakan tuturan sebaliknya seperti “alun” atau ‘belum’ maka akan nampak hal itu sebenarnya bertanya. Namun, yang hal seperti tidak pernah terjadi dan ini juga menunjukkan suatu kebiasaan yang dapat menunjukkan kesantunan dan perundingan penuh dengan nilai-nilai penghormatan.

Hanya saja kalau dilihat dari segi kualitas jawaban ternyata makin keujung percakapan bentuk lingual jawaban semakin pendek seperti pada 94), 87) dan 114). Hal itu, mempunyai indikasi bahwa isi percakapan dalam wacana pasambahan dipengaruhi kesegaran, kelelahan atau faktor ketertarikan dan kebosanan dari partisipan. Makin segar dan tertarik petutur maka makin lengkap jawaban dan begitu juga sebaliknya.

c. Pasangan  Permohonan dan Persetujuan

Pasangan berdekatan jenis permohonan juga ditemui dalam pasambah-an yang di analisis. Berikut bentuk-bentuk  pasangan permohonan dan persetujuan.

No.
Tuturan
Pasangan Berdekatan
1.


2





3
Dt. Malano :      17)   Mananti Angku Datuak.
Dt. Sinaro   :      18)  Lai Angku, nanti ko Angku Datuak

Dt. Malano        66)  Baa nyolai nan baitu nangko kini,       karano kami lai baduo batigo, nak kami pa iyokan lah rundingan Angku Datuak   dilatak-an samantaro, baa kolah?
Dt. Sinaro   :       67)  Rancak bana Angku Datuak.

Dt. Malano          99)  Mananti angku Datuak.
Dt. Sinaro   :     100)  Rancak bana Angku Datuak
Permohonan
Persetujuan

Permohonan



Persetujuan

Permohonan
Persetujuan

Data pada Tabel 3 di atas ditunjukkan bahwa penutur mengajukan permohonan kepada petutur. Dari tiga pasangan berdekatan tentang ini, semuanya berpasangan secara benar yaitu penutur mengajukan permohonan dan petutur memberikan persetujuan. Permohonan 17) “Mananti Angku Datuak” atau ‘Menanti Angku Datuk’ merupakan kelanjutan dari wacana bahwa penutur akan melakukan musyawarah terlebi dahulu dengan kelompok mereka untuk dapat memberi jawaban terhadap permintaan petutur. Begitu juga yang terdapat pada  66) dan 99).  Pasangan tuturan yaitu 18), 67) dan 100)  merupakan jawaban persetujuan yang jika diperhatikan betapa mereka sangat menghargai permohonan untuk mufakat itu oleh pihak penutur “rancak bana Angku Datuak” atau ‘bagus sekali Angku Datuk’. Adanya gambaran pasangan yang berdekatan seperti ini menunjukkan betapa masyarakat pendukung pasambahan ini sangat menghargai demokrasi dan kebersamaan. Hal itu jelas menunjukkan nilai-nilai sosial dan budaya yang mendukung adanya pasambahan itu, yaitu budaya Minangkabau.

d. Pasangan Penawaran-Penerimaan

Ditemukan satu pasangan berdekatan penawaran-penerimaan dalam teks pasambahan yaitu,

Dt. Sinaro   :  5) Ado nan disampaian, sirieh Datuak.          Penawaran
Dt. Malano :  6) Sampaianlah.                                              Penerimaan

Pada pasangan penawaran-penerimaan ini dilakukan penutur dan petutur di awal wacana pasambahan. Penutur menawarkan sirih dalam cerana beserta kata-kata penghantarnya, yaitu pihak penganten wanita untuk diterima oleh pihak pengaten pria. Pihak penganten pria menyatakan tuturan penerimaan ”sampaianlah” atau ’sampaikanlah’.

e. Pasangan Pernyataan-Pembenaran

Pasangan pernyataan dan pembenaran merupakan pasangan berde-katan yang paling banyak ditemukan dalam teks pasambahan. Pasangan itu ditemukan dalam isi pembicaraan antara wakil pihak penganten pria dengan wakil pihak penganten wanita. Pasangan-pasangan pernyataan-pembenaran itu terdapat pada bagian wacana berikut.

 Pertama, pada jawaban permintaan pihak penganten wanita kepada pihak  penganten pria pada saat diminta makan sirih di cerana (carano). Pada 13) 14) 15) dan 16) pihak wakil penganten pria memberikan alasan-alasan berupa pernyataan tentang secara adat jawaban perlu dirundingkan terlebih dahulu dengan pihak keluarga penganten pria, menyatakan permintaan itu sudah sangat baik dan akan dijawab dengan sebaiknya, ketentuan adat untuk manjawab, dan perlunya bermusyarah di antara mereka yang ada.  Pola pasangan berdekatan seperti ini berlulang pada 40), 41), 43), 45), dan 46) dengan sedikit variasi. Pada tuturan 70-75 dengan tuturan yang sama tanpa diselingi pembenaran tetapi pembenarannya cukup sekali saja pada tuturan 76). Pada tuturan 95), 96), dan 97) dengan variasi lebih ringkas dan dengan satu kali pembenaran.

Kedua, pasangan pernyataan dan pembenaran ini terdapat pada bagian teks tentang mengemukakan jawaban  setelah terjadinya mufakat. Untuk sampai pada jawaban dari permintaan pihak penganten wanita, pihak penganten pria memberikan pernyataan-pernyataan  yang dibenarkan oleh pihak penganten wanita. Hal itu terdapat pada tuturan 21), 23), 24), 26), 28), 30), dan 32), dan pola yang sama berulang pada tuturan 77)-78) dan 103)-110). Pasangan berdekatan pernyataan-pembenaran ada yang satu pernyataan langsung dibenarkan dan ada yang beberapa pernyataan telah dituturkan, kemudian baru dibenarkan. Hal itu merupakan pola-pola yang dapat dinyatakan sebagai pasangan berdekatan dalam wacana pasambahan.

3.Giliran Berbicara (Turn Taking)

Pembahasan konsep giliran berbicara pada tulisan ini didasarkan pada pendapat Sack, Schegloff  & Jefferson (1974)  yang mengemukan 13 ciri dalam giliran berbicara sebagai berikut.

a. Pemegang giliran akan terjadi berganti-ganti.

Pada wacana pasambahan menjemput marapulai pemegang giliran berganti-ganti dari awal sampai akhir. Pertama giliran dipegang oleh pihak wakil penganten wanita yang menyapa tuan rumah dengan salam. Selanjutnya, giliran berbicara berganti dengan pihak penganten pria yang memberi salam kembali.  Seterusnya, dialog percakapan secara koperatif terjadi oleh dua  orang itu tanpa diselingi orang lain sampai akhir dengan ditutup oleh pasangan tuturan salam dengan salam. Pada wacana pasambahan menjemput marapulai terjadi 43 kali pergiliran berbicara.    Pola giliran berbicara pada wacana pasambahan ini adalah pola ”A-B-A-B” dari awal sampai akhir.

b. Mendengarkan

Pada umumnya salah satu pihak berbicara pada saat pihak lain mendengarkan. Percakapan berlangsung dengan   baik sehingga saat diam dan saat bicara  dari kedua belah pihak silih berganti tanpa ada satupun yang menyela pembicaraan. Nampaknya, percakapan dalam wacana pasambahan yang penuh dengan petatah petitih itu harus diresepsi dan diinterpretasi oleh kedua pihak dengan cermat. Untuk itu, pembicaraan benar-benar terjadi silih berganti dengan giliran berbicara nanti-menantikan supaya tidak terjadi salah pengertian.

c. Pembicara satu pihak bersamaan

Pernyataan bahwa kadangkala terjadi  ada lebih dari satu pihak berbicara bersamaan, tetapi hanya sebentar dalam rangka memberi tanggapan; tidak ditemukan dalam wacana yang dianalisis. Hal ini, disebabkan wacana percakapan ini adalah wacana perwakilan kelompok sehingga juru bicara masing-masing kelompok tidak memberi kesempatan berebut bicara karena itu dapat menganggu konsentrasi pendengarnya sehingga mereka harus mengikuti dialog dengan susah. Ini nampaknya tidak diinginkan juru bicara masing-masing. Di samping itu, dalam percakapan yang penuh dengan nilai-nilai adat itu aspek kesabaran menunggu giliran berbicara adalah suatu yang dipentingkan dan menunjukkan martabat seseorang.

d. Kebanyakan transisi berlangsung tanpa jeda yang signifikan;

Transisi giliran berbicara berlangsung dengan jeda yang bervariasi. Ada transisi tanpa jeda yang signifikan dan dengan jeda yang signifikan. Di dalam pasangan percakapan pernyataan dan pembenaran umumnya jeda transisi tidak terlalu signifikan karena mitra tutur hanya mengatakan kalimat pendek seperti ’’bana angku” atau ”benar angku” sedangkan setelah penutur tetap melanjutkan pernyataan yang merupakan bagian dari pernyataan sebelumnya.
Contoh:

Dt. Malano :    23)  Datuak mancari bulek nan sagiliang, pipih nan satapiak. Bulek nan kami giliang, pipih nan kami tapiak.
                         24)  Tantang sinan pamintaan Angku Datuak, sirieh nak mintak dicabiak, pinang         mintak digotok.
Dt. Sinaro   :    25)   Iyo Angku datuak.
Dt. Malano :    26)  Gambia minta di pipia.
Dt. Sinaro   :    27)  Bana Angku Datuak.
Dt.Malano  :    28)  Kok lai nan takana di ati nan tak ilang dimato, di kami, jauah   manjalang, ampia manuruik. Katakah itu bana parundiangan ko.
Dt. Sinaro   :   29)   Bana Angku Datuak.

Pada pasangan percakapan pertanyaan-jawaban jeda transisi cukup signifikan, bahkan jeda untuk bermufakat memakai waktu yang cukup panjang. Contoh:

Dt. Malano:     45)    Jo bana kaambo lalu. Bana kapaambo lalu di kami, silang nan bapangka karjo  nan bapokok.
                         46)   Karano kami lai baduo batigo Angku Datuak ’ah,  iyo bana bak kecek urang ko   eh, nak siang bak ari, nak tarang bak bulan. Kami caliak dulu adat baisi limbago                                 dituang  ko, Angku Datuak ’ah.
Dt. Sinaro   :    47)  Rancak bana Mak Datuak.

Jeda Dt. Malano bermufakat dengan niniek mamak pihak marapulai, untuk menjawab permitaan Dt. Sinaro. Setelah mufakat didapat Dt. Malano menyampaikannnya kepada DT Sinaro

e. Urutan giliran bervariasi;

Pada wacana pasambahan yang dianalisis tidak terlalu bervariasi. Ini disebabkan percakapan hanya terdiri dari dua orang.  Variasi yang ada jika A memulai maka akan diakhiri oleh B. Sebaliknya B yang memulai maka sebaliknya A yang mengakhiri giliran berbicara.

f. Ukuran  lama-pendeknya giliran bervariasi;  

Merupakan kenyataan yang banyak ditemui dalam wacana pasambahan yang dinalisis. Berikut ini contoh variasi giliran yang waktunya pendek.
  
Dt. Malano :    19)
Ka bakeh Datuak Sinaro 
Dt. Sinaro   :    20)
Iyo, manitahlah.
Dt. Malano :    21)
Tadi panek baranti, patang bamalam, parundingan kito antaro jo Angku Datuak.
Dt. Sinaro   :    22)
Iyolah.
Dt. Malano :    23)  
Datuak mancari bulek nan sagiliang, pipih nan satapiak. Bulek nan kami giliang, pipih nan kami tapiak.
                         24)   
Tantang sinan pamintaan Angku Datuak, sirieh nak mintak dicabiak, pinang         mintak digotok.
Dt. Sinaro   :   25)   
Iyo Angku datuak.
Dt. Malano :    26)  
Gambia minta di pipia.
Dt. Sinaro   :    27)  
Bana Angku Datuak.
Dt.Malano  :    28)  
Kok lai nan takana di ati nan tak ilang dimato, di kami, jauah   manjalang, ampia manuruik. Katakah itu bana parundiangan ko.
Dt. Sinaro   :   29)   
Bana Angku Datuak.
Dt. Malano :   30)   
Kok didanga parundingan Angku Datuak  nan taserak di muko kami, nan tatabua  di muko nan banyak, indak ado kurang ka panukuak, senteang ka pambilai. Bana                 ka paambo lai.
Dt. Sinaro   :   31)   
Iyo Angku Datuak.


Dan berikut contoh giliran bicara yang waktunya lama.


Dt. Malano :   50)
Tadi panek baranti, patang bamalam, parundingan kito di Angku Datuak.
                        51)
Karano adaik ka Angku Datuak isi, limbago ka dituang, tantang pambaoan Angku  Datuak, karano adaiak ko iyo lah lamo, pusako ko lah usang, lamo koknyo ragu,                     usang kok nyo lupo, nak baliak balenggong di kami, di silang nan bapangka karajo nan bapokok.
                        52)
Tantangan parmintaan Angku, kok iyo lah kami karajokan. Tantangan pambaoan   angku, karano adaik ka Angku isi, limbago ka Angku tuang. Iyo bana adaikko lah                    lamo, pusako lah usang.
                        53)
Iyolah di barih Angku mamaek, di takuak Angku manabang.
                        54)
Iyolai nan iko nangko kini. Jan siang baabih ari, malam baabih minyak, tantangan si marapulai, iyo   mananti bakain Angku Datuak ,ah.
Dt. Sinaro   :    55)
Sampai Angku Datuak?
Dt. Malano :    56)
Dibilang alah
         

g. Panjangnya giliran berbicara

Panjangnya giliran dalam percakapan tidak dibatasi secara khusus; Tidak ditemukan batasan khusus dalam panjangnya giliran. Batasan yang hanya dapat dilihat adalah ruang lingkup topik. Penutur dapat berbicara sepanjang itu masih dalam topik pembincaraan. Dalam wacana ini juga tidak ada penutur berbicara menyimpang ke luar topik.

h. Isi dari percakapan

Isi Percakapan biasanya tidak disebutkan terlebih dahulu; Isi percakapan terjadi dalam dialog dengan mengutarakannya setelah diminta. Dengan demikian benar bahwa isi percakapan tidak disebutkan terlebih dahulu. Contoh pihak tuan rumah meminta pihak tamu menyampaikan maksud kedatangannya sebagai berikut.

34)   Karano rokok nan sabatang ko alah abiah, siriah sakapua lah  masak kok lain an takana di ati, nan tak ilang di mato, di Angku jauh manjalang ampiang menurut, lah rancak dikatangahkan Angku Datuak!

 35)   Sakian parundingan. 

i. Distribusi giliran

Distribusi giliran tidak disebutkan terlebih dahulu dalam wacana pasambahan,    tetapi karena percakapan berlangsung antara dua orang yang mewikili kelompok maka distribusi giliran tidak banyak variasi.

j. Jumlah proposisi

Jumlah proposisi bervariasi dalam setiap giliran. Jumlah proposisi dalam wacana lebih ditentukan oleh kemahiran juru bicara. Pada teks pasambahan ditemukan pembicaran dengan proposisi yang lebih banyak oleh pihak tuan rumah terutama pada topik pemberitahuan gelar penganten terjadi sepuluh pernyataan yang panjang sedangkan pihak penjemput  hanya berbiacara dengan jawaban pendek-pendek.

K. Pembicaraan dapat tidak berkelanjutan,

tidak ditemukan dalam wacana pasambahan.

L. Sering terjadi berbicara tanpa pemernyilahan;

tidak ditemukan dalam wacana.

m. Mekanisme perbaikan

Mekanisme perbaikan terjadi apabila pembicaraan berjalan tidak semes-tinya. Hal ini juga tidak ditemukan dalam wacana pasambahan.

4. Transisi Tempat yang Relevan

 Konsep tempat dalam analisis percakapan merujuk pada berbagai macam “unit tipe”  yang digunakan penutur untuk membentuk atau membangun sebuah giliran. Secara lingual unit-unit tipe itu adalah kontruksi kalimat, klausa, frasa, atau leksis. Termasuk ke dalam kontruksi itu adalah proyeksi satuan khas atau suatu bagian yang lengkap. Kaidah-kaidah itu beroperasi atau berlangsung secara berulang-ulang terhadap kelengkapan satuan khas penggantian. Tempat itu menyediakan satu dorongan bagi penerima pembicaraan untuk melanjutkan pembicaraan (Schiffrin, 1994).
Dalam wacana pasambahan menjemput penganten pria transisi tempat yang relevan terjadi dalam bentuk unit-unit yang berulang sebagai berikut.

a.     Ucapan kata-kata salam pada 1), 2) dan 128), 129.

b.     Kalimat untuk menyatakan memanggil

Kalimat “kapado/kabakeh Angku Datuak” pada 3),19), 48), 68), dan 101). 
Kalimat “manitahlah Angku” pada 4),20), 49), 69), dan 102). 
Kalimat “lah sampai dek Angku Datuak” pada 11), 38), 55), 61), 86), 93), dan 113). 
Kalimat “alah sado nan alah” pada 12), 39), 56), 62), 87), 94), dan 114). 
Kalimat “ bana Angku Datuak” pada 27), 29), 42), 44), 76), 79), 81), 83), 104), dan 109).

c. Paragraf untuk menyatakan perlunya berunding seperti,

13)  Tapi, ditantangan taratik mujilih, lelo jo sopan, maaf dipintak, ka Angku datuak parundingan dipulangan. Parundingan nan kadipulangan ka bakeh Angku Datuak, kok tadi lah samo kito danga parundingan Angku Datuak ka kami silang nan bapangka karajo nan bapokok.

14)   Kok didanga alah elok bunyi, kok dipandang alah rancak rupo. Lah elok susunan   nan bak sirieh, lah elok bareh nan bak sumpik.

15)  Jikok mamakai nan sapanjang adat, marangguih sapanjang pusako, limbago gayuang mangandak-i sambuik, limbago kato mangandak-i jawab.

16)  A baa nyo lai nan iko nanko kini, karano kami lah baduo batigo, kami ambiak jalan maulah kato baiyo.

Bagian yang berupa paragraf ini berulang pada 40)-46), 63)-66), dan 95)-99).  Sarana ini terdiri dari petatah dan petitih yang digunakan untuk menyatakan tanggapan terhadap maksud pembicaraan tamu dan keinginan tuan rumah  bermusyawarah untuk semufakat dengan pihak yang diwakilinya. Bagian ini merupakan bagian yang sudah hapal bagi kedua pihak dalam percakan pasambahan adat.

d.  Transisi tempat yang digunakan juga dalam wacana ini adalah pantun  yang terdapat pada 90), 91), dan 127).  

Setelah diamati ternyata wacana pasambahan menjemput marapulai ini memiliki transisi tempat yang bervariasi. Semua bentuk lingual digunakan demi kelancaran giliran berbicara, pasangan berdekatan, dan untuk keapikan wacana pasambahan. Bila ditanggapi secara estetika maka pergantian giliran, pasangan tuturan, dan transisi tempat yang relevan wacana ini saling kait-mengait dan membentuk suatu keindahan tersendiri dalam rasa bahasa Minangkabau.

E. Penutup

Berdasarkan hasil penelitian maka ditarik kesimpulan sebagai berikut.

a.      Wacana pasambahan menjemput marapulai merupakan wacana utuh yang terdiri dari pembukaan, bodi/tubuh, dan penutup. Di dalam tubuh wacana dalam topik-topik yang dibahas terdapat pula pembuka dan penutup yang konsisten  pada setiap bagiannya. Wacana dapat digolongkan pada wacana yang terencana dengan terdapatnya perulangan-perulangan bagian tertentu secara tepat dan konsisten.
b. Pada pasangan berdekatan, wacana pasambahan menjemput marapulai hanya menerapkan pasangan tegur-sapa, tanya/panggil-jawab, tawaran-penerimaan, dan pernyataan-pembenaran. Bentuk pasangan tuduhan-ingkar, tawaran-penolakan, dan peringatan-perhatian tidak ditemukan dalam teks wacana. Semua pasangan berdekatan yang ditemukan menunjukkan pasangan yang cocok atau tidak  menyimpang. Dengan demikian koherensi wacana  terpola dengan teratur dengan pasangan dua-dua.
c.     Pada giliran berbicara ditemukan bahwa giliran dilakukan secara berganti-ganti dengan pola “A-B” dimana setiap ada yang berbicara yang lain mendengarkan dengan diam. Jeda transisi kadang signifikan terutama dalam musyawarah dan ada yang cepat. Isi tuturan sudah direncanakan tapi tidak disebutkan sebelumnya dan panjang ujaran masing-masing pihak bervariasi. Panjang giliran tidak dibatasi secara khusus.
d.  Transisi tempat yang relevan yang menjadi sarana untuk pasangan berdekatan dan giliran berbicara terdiri dari, kelompok kata, kalimat, paragaraf, dan bentuk pantun. 
e. Analisis percakapan wacana pasambahan ini sangat menarik dilakukan. Untuk itu diperlukan pembahasan yang lebih komprehensif menjadi sebuah penelitian utuh.

Biodata Penulis








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Laman yang Sering Dikunjungi