(Sebuah hasil Penelitian)
Oleh Abdulrahman
Diedit lagi oleh Nasbahry Couto 29-08-15
Diedit lagi oleh Nasbahry Couto 29-08-15
Foto mengantarkan pengantin pria ke pihak pengantin wanita, setelah acara Pidato Pasambahan Penjemputan, lokasi Kurao, Kel. Gng.Sarik. Kec. Kuranji. Padang (foto Nasbahry C, 2007)
A. Pendahuluan
Analisis percakapan sebagai ancangan analisis wacana makin berkembang dengan penerapan yang makin luas. Pada tulisan ini analisis percakapan diterapkan untuk menganalisis dialog pasambahan dalam bahasa Minangkabau.Kajian analisis percakapan telah berkembang sejak tahun 1970-an yang dapat dirujuk pada penelitian Schegloff (1972). Ia menyatakan bahwa percakapan merupakan bentuk pelaksanaan kaidah percakapan berangkai yang lebih dalam seperti makna aturan sosial dengan berbagai tipe nosi peran sosial. Selanjutnya Sinclair & Coultarrd (1975) juga melaporkan bahwa analisis percakapan di ruang kelas tidak setara (unequal) karena dominasi yang dimiliki partisipan (guru-murid) secara soial tidak setara. Sampai sekarang analisis percakapan tambah menarik bagi para peneliti karena yang mereka teliti tidak hanya terbatas pada aspek yang berkaitan dengan struktur linguistik percakapan tetapi juga berkembang pada aspek yang berkaitan dengan aturan sosial. Yang terakhir ini tentu tidak terlepas dari sumbangan etnometodologi yang didasari oleh ilmu sosiologi (Schiffrin, 1994).
Warisan etnometodologi tentang bahasa dalam
analisis percakapan telah dijelaskan oleh Schiffrin (1994), bahwa bahasa merupakan produk kaidah
dan sistem daripada kekhasan yang lain. Meskipun bahasa merupakan media yang
dibentuk dengan menggunakan kategori makna umum dan makna khusus namun hal itu
masih dapat dinegosiasikan.
Hubungan antara kata dengan objek adalah sebanyak persoalan dunia hubungan aktivitas sosial tempat kata-kata itu digunakan. Dengan kata lain, makna sebuah ujaran menunjuk pada konteks dan tujuan tertentu. Kontektualisasi bahasa mengikuti apa yang menjadi masukan dalam membentuk hubungan antara tindakan dan pengetahuan penutur-petutur dengan bermacam-mcam penalaran dan operasi konteks-tualisasi dalam hubungan sosial secara umum.
Dengan demikian, rekaman percakapan menjadi sumber analisis dan pokok bahasan yang tersedia bagi para analis untuk merealisasikan beberapa analisis percakapan. Penganalisan menunjukkan bahwa aspek pembicaraan sangat bervariasi seperti, koreksi kesalahan (Jefferson, 1974), struktur sintaksis (Ford dan Thompson,1986), diam dan tertawa (Jefferson, 1989,1979), analisis kontruksi there (Schiffrin, 1994) yang relevan terhadap kajian percakapan yang terjadi.
Hubungan antara kata dengan objek adalah sebanyak persoalan dunia hubungan aktivitas sosial tempat kata-kata itu digunakan. Dengan kata lain, makna sebuah ujaran menunjuk pada konteks dan tujuan tertentu. Kontektualisasi bahasa mengikuti apa yang menjadi masukan dalam membentuk hubungan antara tindakan dan pengetahuan penutur-petutur dengan bermacam-mcam penalaran dan operasi konteks-tualisasi dalam hubungan sosial secara umum.
Dengan demikian, rekaman percakapan menjadi sumber analisis dan pokok bahasan yang tersedia bagi para analis untuk merealisasikan beberapa analisis percakapan. Penganalisan menunjukkan bahwa aspek pembicaraan sangat bervariasi seperti, koreksi kesalahan (Jefferson, 1974), struktur sintaksis (Ford dan Thompson,1986), diam dan tertawa (Jefferson, 1989,1979), analisis kontruksi there (Schiffrin, 1994) yang relevan terhadap kajian percakapan yang terjadi.
Selain itu, analisis percakapan juga memandang
pengalaman pembicara melakukan pembicaraan sebagai pusat sumber analisis yang
terus berkembang (Heritage, 1984 dikutip Schiffrin). Yang dipentingkan tidak
hanya data yang mendasari analisis tetapi juga bukti untuk hipotesis dan simpulan,
yaitu bentuk-bentuk yang dilakukan partisipan yang menyediakan
tempat untuk hadirnya unit, pola, dan kaidah. Untuk tujuan itu, analisis
percakapan mencari secara berulang-ulang pola-pola, distribusi, dan
bentuk-bentuk organisasi dalam korpus pembicaraan yang lebih besar.
Secara
ringkas, analisis percakapan mendekati wacana dengan mempertimbangkan cara
partisipan dalam pembicaraan yang membangun solusi sistematis pada masalah
organisasional percakapan yang berulang-ulang.
Pada penelitian ini penekanan
analisis percakapan mendekati wacana dengan memerhatikan bagaimana partisipan
dalam pembicaraan membangun solusi sitematis pada masalah organisasional
dijadikan kerangka analisis.
Di antaranya, banyak masalah yang dapat dikemukakan seperti; membuka dan menutup pembicaraan, pengambilan giliran, perbaikan, pengaturan topik, penerimaan informasi, dan menunjukkan persetujuan serta ketidaksetujuan. Solusi pada masalah itu ditemukan melalui analisis ketat terhadap bagaimana partisipan itu sendiri berbicara terhadap aspek pembicaraan yang mereka bicarakan itu (Schiffrin, 1994: ).
Selanjutnya, analisis percakapan menghindari penempatan beberapa kategori sosial atau linguistik yang tidak memiliki relevansi terhadap partisipan dan yang tidak ditujukan dalam pembicaraan nyata.
Di antaranya, banyak masalah yang dapat dikemukakan seperti; membuka dan menutup pembicaraan, pengambilan giliran, perbaikan, pengaturan topik, penerimaan informasi, dan menunjukkan persetujuan serta ketidaksetujuan. Solusi pada masalah itu ditemukan melalui analisis ketat terhadap bagaimana partisipan itu sendiri berbicara terhadap aspek pembicaraan yang mereka bicarakan itu (Schiffrin, 1994: ).
Selanjutnya, analisis percakapan menghindari penempatan beberapa kategori sosial atau linguistik yang tidak memiliki relevansi terhadap partisipan dan yang tidak ditujukan dalam pembicaraan nyata.
Berdasarkan latar pembicaran di atas, maka pada
penelitian ini akan dilakukan analisis percakapan pada teks dialog yang dikenal
dengan pasambahan dalam acara penjemputan penganten pria
oleh pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau. Teks pasambahan mempunyai
alasan yang kuat untuk dianalisis dengan pendekatan analisis percakapan karena
teks tersebut merupakan dialog yang terjadi di antara dua pihak yang
masing-masing menjaga aturan sosial budaya. Partisipan percakapan dialog
merupakan orang pilihan kelompok masing-masing yang sudah disiapkan untuk
menjadi juru bicara dalam acara tersebut. Partisipan memiliki kemampuan
percakapan yang melebihi rata-rata kelompok yang mereka wakili dan merupakan
orang yang sudah berpengalaman dalam menghadapi strategi dan taktik mitra tutur
dalam dialog. Dengan demikian, analisis terhadap teks tersebut
merupakan suatu yang perlu dan menarik untuk dilakukan.
Mengingat kajian ini mempunyai banyak variabel
yang dapat dianalisis, maka perlu pemokusan masalah penelitian. Heritage (1984)
mendaftarkan tiga asumsi analisis percakapan yaitu, interaksi diorganisasi
secara terstruktur, pendukungan pada interaksi diorientasi secara kontektual,
dan keduanya itu melekat pada detail dalam interaksi sehingga tidak ada detail
aturan yang bisa dihilangkan (urutan-urutan).
Dengan demikian, pandangan analisis percakapan terhadap intraksi merupakan pandangan struktural. Jenis struktur interaksi yang dimasudkan adalah pasangan berdekatan (adjacency pair), pengambilan giliran bicara (turn taking), dan transisi tempat yang relevan (transition relevance place) (Schiffrin, 1994).
Dengan demikian, pandangan analisis percakapan terhadap intraksi merupakan pandangan struktural. Jenis struktur interaksi yang dimasudkan adalah pasangan berdekatan (adjacency pair), pengambilan giliran bicara (turn taking), dan transisi tempat yang relevan (transition relevance place) (Schiffrin, 1994).
Penelitian analisis percakapan yang digunakan
untuk analisis dialog pasambahan dalam bahasa Minangkabau difokuskan pada tiga
aspek bentuk struktur interaksi percakapan di atas.
Untuk menuntun penelitian ini, maka dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
- Bagaimanakah struktur pasangan berdekatan dalam wacana dialog pasambahan penjemputan penganten pria oleh pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau?
- Bagaimanakah struktur giliran bicara dalam pasambahan penjemputan penganten pria oleh pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau?
- Bagaimanakah transisi tempat yang relevan pasambahan penjemputan penganten pria oleh pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau?
- menganalisis dan mendeskripsikan struktur pasangan berdekatan dalam wacana dialog pasambahan penjemputan penganten pria oleh pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau?
- menganalisis dan mendeskripsikan struktur giliranbicara dalam wacana dialog pasambahan penjemputan penganten pria oleh pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau?
- menganalisis dan mendeskripsikan transisi tempat yang relevan dalam wacana dialog pasambahan penjemputan penganten pria oleh pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau?
Manfaat penelitian ini adalah sebagai:
- a) manfaat teoretis penelitian ini adalah memperkaya kajian bahasa, khususnya dalam bidang analisis wacana. Manfaat itu terlihat secara nyata dalam deskripsi dan penjelasan pola pasangan berdekatan (adjacency pair), pengambilan giliran bicara (turn taking), dan transisi tempat yang relevan (transition relevance place).
- b) Manfaat praktis penelitian ini adalah hasil penelitian ini dapat dijadikan model/sampel oleh para guru dalam menganalisis tindak tuturan, khususnya wacana dialog.
- Di samping itu, penelitian ini bermanfaat bagi personal yang berprofesi sebagai peneliti dan pendidik bahasa (Keenan, 1983; Foster, 1990).
B. Acuan Teori
Pada bagian ini akan dibahas acuan teori yang
digunakan sebagai landasan teoretis dalam melaksanakan penelitian ini. Aspek
yang dibicarakan berkaitan dengan hakikat analisis percakapan, struktur
analisis percakapan, dan wacana pasambahan menjemput penganten.
Acara menjemput penganten pria di Kurao, kel.Gng.Sarik. Kec. Kuranji Padang. 2007. Sumber gambar. Nasbahry Couto
1. Hakikat Analisis Percakapan
Analisis percakapan (AP) merupakan suatu
pendekatan analisis wacana (Achmad, 2006:11). Pendekatan ini telah dipopulerkan
oleh ahli sosiologi Garfinkel berdasarkan ancangan etnometodelogi dan kemudian
diterapkan dalam analisis percakapan oleh Sack (1975) dan Jeffersen (1974). AP
berbeda dengan cabang sosiologi karena bukan hanya mengalisis aturan sosial
tapi juga mencari dan menemukan cara atau metode yang digunakan anggota
masyarakat untuk menghasilkan makna aturan sosial. Analisis percakapan
merupakan sebuah ancangan wacana yang menekankan konteks, relevansi konteks,
berdasarkan teks.
Percakapan merupakan sumber bagi aturan sosial
yang memperlihatkan adanya urutan dan struktur percakapan. AP menaruh perhatian
pada masalah aturan sosial yaitu bagaimana bahasa menciptakan dan
diciptakan oleh konteks sosial, di samping pengetahuan manusia yang tidak
terbatas pada pengetahuan sempit tetapi meliputi kebiasaan yang ada dan
digunakan. Ringkasnya, pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari konteks dan
masyarakat pemakainya, sehingga perlu dianalisis. Pernyataan itu
sesuai dengan asumsi Heritage (1984) tentang analisis percakapan seperti yang
sudah disebut pada latar balakang.
2. Struktur Interaksi AP
(Analisis Percakapan)
Berdasar uraian di atas, maka AP
memandang interaksi adalah suatu pandangan struktural. Bentuk atau jenis struktur
intraksi yang dimasudkan di sini adalah pasangan berdekatan (adjacency
pair), pengambilan giliran bicara (turn taking), dan transisi tempat
yang relevan (transition relevance place) (Schiffrin, 1994). Pada bagian
berikut dibahas struktur-struktur tersebut.
a. Pasangan Berdekatan (adjacency pair)
Giliran berbicara yang dilakukan oleh para
partisipan dalam percakapan digunakan untuk memberi peluang calon pembicara
berikutnya. Giliran ini secara jelas bisa terdeteksi tetapi aksi atau intensi apa
yang termuat di balik sistem giliran itu perlu diamati. Para ahli menyebut
sistem giliran untuk beraksi dalam percakapan ini disebut adjacency
pair yang diterjemahkan Kridalaksana (2008:174) menjadi ”pasangan
berdampingan”.
Levinson (1983) berdasarkan pendapat Schegloff
& Sack menyebut pasangan berdekatan sebagai berikut. Pasangan berdekatan
adalah tuturan dari dua ucapan yang berciri sebagai berikut; 1) berdampingan,
2) diproduksi oleh pembicara yang berbeda, 3) disusun sebagai satu bagian pertama
dan satunya lagi bagian kedua, dan 4) memiliki jenis, sehingga satu bagian
pertama tertentu membutuhkan satu bagian kedua tertentu seperti penawaran
membutuhkan penerimaan. Di samping itu, pasangan berdekatan mempunyai aturan
pelaksanaan dalam penggunaannya, yaitu setelah memproduksi satu bagian pertama
dari suatu pasangan, seorang pembicara harus berhenti bicara dan pembicara
berikutnya harus memproduksi satu bagian kedua bagi pasangan yang
sama. Pertukaran aksi ujaran akan berlangsung silih berganti dan
prosesnya sama dengan giliran berbicara.
Richard (1982) melaporkan ada delapan macam
penggalan percakapan sebagai pasangan berdekatan yaitu, penggalan salam
(tegur-sapa), penggalan pangilan dan jawaban, penggalan tuduhan dan ingkar, penggalan
peringatan dan perhatian, penggalan permohonan dan persetejuan, penggalan
meminta-menjelaskan, penggalan tawaran dan penerimaan, dan penggalan tawaran
dan penolakkan.
Selanjutnya Cook (1989) membedakan ujaran
tanggapan menjadi dua macam, yaitu ujaran yang disukai dan tidak disukai.
Sebagai contoh ujaran permintaan dapat ditanggapi dengan ujaran yang
menunjukkan pengabulan atau penolakkan. Pengabulan merupakan suatu tanggapan
yang meyenangkan sedangkan penolakkan merupakan tanggapan yang tidak menyenangkan.
Tanggapan yang menyenangkan merupakan tanggapan yang diharapkan dan sebaliknya
tanggapan tidak menyenangkan merupakan jawaban yang tidak diharapkan
pembicara. Sebaliknya, tanggapan positif dan negatif itu pada ujaran
kedua sebaliknya misalnya pada tindak ujaran kutukan dan sumpah serapah. Oleh
karena itu, pasangan berdekatan itu mempunyai dikhotomi berterima dan tidak
berterima.
b. Giliran Berbicara (Turn Taking)
Dalam wacana
masalah utama yang mendasari percakapan adalah distribusi yang terkait dengan
bagaimana penutur mengorganisasikan giliran berbicara (turn taking).
Bagaimana mereka mengetahui suatu seseorang diharapkan berbicara dan suatu saat
yang lain diam? Bagaimana seseorang mengakhiri pembicaraan, dan orang lain
memulai berbicara? (Schiffrin, 1994).
Schegloff (1972) menggambarkan pola
giliran berbicara yang disebutnya turn taking dengan formula
”A-B-A-B”. Artinya dalam setiap percakapan ketika salah seorang berbicara,
pihak lain akan mendengarkannya serta menunggu giliran untuk merespon
pembicaraan serta meginterpretasikan maksud dari mitra tuturnya. Formula
giliran dalam percakapan dapat dipengaruhi oleh setting atau ruang dan waktu
tertentu. Misalnya, percakapan dalam sebuah khotbah berbeda percakpan di dalam kelas.
Sack, Schegloff & Jefferson (1974)
melaporkan beberapa penemuan penting dalam giliran berbicara sebagai berikut.
1) Pemegang giliran akan terjadi berganti-ganti; 2) Pada umumnya salah stu
pihak berbicara pada saat pihak lain mendengarkan; 3) Kadangkala terjadi bahwa
ada lebih dari satu pihak berbicara bersamaan, tetapi hanya sebentar dalam
rangka memberi tanggapan; 4) Kebanyakan transisi berlangsung tanpa jeda yang
signifikan; 5) Urutan giliran bervariasi; 6) Ukuran lama-pendeknya giliran
bervariasi; 7) panjangnya giliran dalam konversasi tidak dibatasi secara
khusus; 8) Isi dari percakapan biasanya tidak disebutkan terlebih dahulu; 9)
Distribusi giliran tidak disebutkan terlebih dahulu, 10) jumlah proposisi
bervariasi dalam setiap giliran; 11) pembicaraan dapat tidak berkelanjutan, 12)
sering terjadi berbicara tanpa pemernyilahan; dan 13) mekanisme perbaikan
terjadi apabila pembicaraan berjalan tidak semestinya.
c. Transisi Tempat yang Relevan (transition relevance place)
Konsep tempat dalam analisis percakapan
merujuk pada berbagai macam “unit tipe” yang digunakan
penutur untuk membentuk atau membangun sebuah giliran. Secara lingual unit-unit
tipe itu adalah kontruksi kalimat, klausa, frasa, atau leksis (Achmad, 2006).
Termasuk ke dalam kontruksi itu adalah proyeksi satuan khas atau suatu bagian
yang lengkap. Kaidah-kaidah itu beroperasi atau berlangsung secara
berulang-ulang terhadap kelengkapan satuan khas penggantian. Tempat itu
menyediakan satu dorongan bagi penerima pembicaraan untuk melanjutkan
pembicaraan (Schiffrin, 1994).
Levinson (1983) mengutip Labov & Fanshel
(1977) menyatakan bahwa ucapan bisa disegmentasikan kedalam bagian-bagian unit,
setiap unit ucapan berhubungan paling tidak dengan satu unit aksi.
Unit-unit aksi yang dilakukan sewaktu berbicara mempunyai suatu perangkat yang
terbatas dan dapat ditentukan. Ada fungsi yang dapat ditentukan disamping
prosedur yang menerjemahkan unit ujaran ke dalam unit aksi dan sebaliknya. Oleh
karena itu, urutan percakapan pada dasarnya diatur oleh seperangkat aturan
urutan yang dinyatakan dalam jenis aksi ujaran.
Tabel Tindakan Perkawinan pada daerah Pesisir Sumatera Barat
Tabel Tindakan Perkawinan pada daerah Pesisir Sumatera Barat
No
|
Tindakan dalam
Acara Perkawinan
|
Di daerah Pesisir Sumatera Barat
| ||
A
|
Sebelum Upacara
Perkawinan
|
Istilah lokal
|
Dilakukan dan oleh dan di lokasi
|
Istilah umum di lokasi
|
1
|
Meninjau calon Menantu
|
Maresek [2]
|
Pihak Perempuan
|
Padang
|
2
|
Meminang + Tukar Tanda + pemberitahuan
| |||
Minta izin perkawinan dan menentukan hari pernikahan
|
Maantaan nasi lamak
|
Pihak perempuan ke pihak bako sekalian ke pihak laki-laki untuk meminang
|
Padang
| |
Manapiak Bandua [3]
|
Oleh pihak perempuan ke pihak laki-laki untuk meminang
|
Painan
| ||
3
|
Memberitahu sanak keluarga tentang persetujuan pernikahan
|
Mahanta
|
Pihak laki-laki ke ninik mamak dan keluarganya
|
Padang
|
Minum kopi
|
Pihak laki-laki dan perempuan
|
Painan
| ||
4
|
Menerima pemberian pihak bako
|
Babako/Babaki
|
Pihak bako laki-laki maupun perempuan
|
Padang/ Painan
|
5
|
Tanda pihak wanita
siap untuk nikah
|
Bainai
|
Pihak perempuan sehari sebelum akad nikah
|
Padang dan Painan
|
B
|
Pada Upacara Perkawinan
| |||
1
|
Mengantarkan
Sirih: menandakan niat baik laki-laki
|
Maantakan Siriah
|
Oleh pihak laki-laki ke pihak perempuan mengantarkan bawaan
|
Hanya di Painan
|
2
|
Menjemput penganten pria
|
Manjapuik marapulai
|
Oleh Pihak perempuan ke pihak laki-laki
|
Padang dan Painan
|
3
|
Akad Nikah
|
Badampiang
|
Pada pihak perempuan sekaligus akad nikah
|
Painan
|
Akad Nikah
|
Di rumah pengantin wanita
|
Padang
| ||
C
|
Sesudah Upacara Perkawinan
| |||
1
|
Menemui mertua pihak laki-laki
|
Manikam jajak
|
Di rumah Pengantin Pria
|
Padang
|
Manjalang Mintuo
|
Di Rumah Pengantin pria
|
Painan
|
Sumber: Tulisan Nasbahry Couto tentang Maantaan Nasi Lamak (30-11-2014)
3. Pasambahan Menjemput Penganten
Pasambahan menjemput penganten pria (marapulai) berlansung dilatari dengan acara
yang paling pokok dalam perkawinan menurut adat istiadat ialah bersanding (basandiang),
yaitu mendudukan kedua penganten di pelaminan untuk disaksikan tamu yang hadir.
Sebelum bersanding pengaten pria (marapulai) lebih dahulu dijemput ke
rumah kerabatnya. Pada waktu itulah segala upacara adat istiadat perkawinan
harus dipenuhi sebagaimana yang disepakati sebelumnya. Kerabat penganten putri
(anak daro) mengirim utusan untuk menjemput marapulai. Yang menjadi
utusan umumnya perempuan dengan pakaian yang indah dan beberapa perempuan muda
pakai sunting. Rombongan itu diikuti beberapa orang laki-laki yang akan menjadi
juru bicara.
Di rumah marapulai persiapan menanti utusan
yang menjeput marapulai tidak kalah megahnya dari rombongan yang datang.
Walaupun maksud rombongan yang datang sudah diketahui tetapi terjadi juga
dialog singkat tentang maksud kedatangan mereka. Namun, pembicaraan itu
dihentikan dulu karena tuan rumah menghidangkan makanan sesuai pepatah adat
”berunding sesudah makan”. Ketika hedak makan terjadilah pidato sembah-menyebah untuk menyilahkan tamu
menyantap makanan yang telah terhidang. Selesai makan, secara resmi
pihak utusan menyampaikan maksudnya dengan pasam-bahan atau dialog yang penuh
petatah-petitih. Upacara dialog itu bertahap-tahap yang dimulai dengan
menyatakan diri sebagai utusan yang membawa kiriman dan dan meminta agar
kiriman itu diterima. Setelah itu, dialog persem-bahan
barulah menyatakan maksud yang sebenarnya yaitu menjeput mara-pulai.
Pidato disampaikan dalam dialog persembahan dengan menunjukkan kepaiawaian
utusan berbicara dengan pidato yang bermutu (Navis, 1984)
C. Metologi Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis kualitatif
menggunakan pedekatan analisis percakapan dengan metode deskriptif analisis.
1. Data
Data penelitian berupa teks pasambahan
menjemput marapulai yang diambil dari naskah pidato yang telah
dibukukan oleh Yusriwal (2005). Teks pasambahan
tersebut berupa dialog antara utusan pihak wanita kepada pihak pria dengan
panjang lebih kurang empat halaman A4 (data terlampir).
2. Teknik Analisis Data
Untuk memudahkan analisis data digunakan teknik
penggal naskah sesuai dengan topik pembicaraan, giliran bicara, dan pasangan
berdekatan yang masing-masingnya ditandai dengan penomoran. Masing-masing kelom-pok
diidentifikasi sesuai dengan unit analisis dan kemudian dijelaskan dan
diinterpretasikan. Selanjutnya, berdasarkan interpretasi ditarik kesimpulan.
3. Unit Analisis
Selaras dengan tujuan penelitian, maka yang
menjadi unit analisis adalah pasangan berdekatan, giliran berbicara, transisi
tempat yang relevan.
D. Hasil Penelitian
Pada bagian ini akan dideskripsikan hasil
analisis terhadap teks pasam-bahan menjemput marapulai terlampir.
1. Gambaran Umum
Setelah melakukan identifikasi dan analisis
terhadap data pasambahan menjemput marapulai pada bagian ini diberikan gambaran
umum tentang wacana yang dianalisis, yaitu partisipan, tata organisasi, dan
topik-topik wacana. Gambaran ini akan banyak manfaatnya dalam membicarakan
aspek yang akan dideskripsikan yaitu pasangan berdekatan dan giliran berbicara.
Pertama, mencermati bagaimana wacana percakapan
diorganisasi, maka pasambahan merupakan kegiatan koperatif yang melibatkan dua
pihak yang menjadi wakil dari pihak penganten pria dan wakil dari
pihak penganten wanita. Dari pihak penganten wanita diwakili oleh Datuak (Dt.)
Sinaro dan pihak pengaten pria diwakili oleh Dt. Malano. Wacana pasambahan itu
terbentuk dari percakapan kedua Datuak dari awal sampai akhir. Jumlah
semua unit tuturan yang merupakan unit aksi adalah 129
unit tuturan dan terjadi 44 kali pasangan percakapan (data terlampir).
Model posisi duduk pihak laki-laki dan pihak perempuan, dan posisi duduk pembicara.
Sumber gambar:https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjw1QrU2TIAKQZ6R4chPRfA2MvutRxsQZc0w8gdegcWBDjj3Lpwshry1PPaIi-z2I65KDvbtOJsWdZu9kzU3Cgv12Of61Npvc82Rj4vvJtwnIP1BDQhfHUNPnVdOPo1P5p0cs8_MFXpNLLm/s1600/ric_2824.jpg
Kedua, percakapan mempunyai tata organisasi (overall
organization) yang terdiri dari pembukaan (opening), tubuh (body),
dan penutup (closing). Pembukaan pasambahan terdiri dari pasangan
memberi salam dan memberi salam kembali yang terdapat pada awal
percakapan atau unit tuturan 1) dan 2), yaitu:
Dt. Sinaro : 1) Assalamualaikum
Angku Datuak.
Dt. Malano : 2) Wa’alaikum salam.
Tubuh wacana terdiri dari 10 topik dari 125
unit tuturan. Setelah diidentifikasi topik-topik percakapan
pasambahan mengenai hal-hal berikut.
a.
Mempersilakan memakan sirih
sebagai pembuka menyatakan maksud.
b.
Menyampaikan bahwa sirih telah dimakan.
c.
Menyapaikan pesan yaitu menjemput
marapulai.
d.
Marapulai boleh dibawa namun
menunggu berpakaian.
e.
Menanyakan gelar marapulai.
f.
Menyatakan gelar marapulai.
g.
Menanyakan apakah sudah boleh
berangkat pulang.
h.
Memberi izin berangkat pulang.
i.
Bermaaf-maafan.
j.
Perundingan selesai.
Dalam tubuh wacana tersebut tercatat
empat kali perhentian (pause) percakapan karena pihak yang ditanyakan
(penganten pria) melakukan musyawarah untuk menghasilkan kesepakatan untuk
menjawab pertanyaan atau permintaan pihak penganten putri. Musyawarah dilakukan
juru bicara dengan semua pihak kerabat penganten pria. Diantara topik yang
dimusyawarahkan itu adalah apakah sirih mereka diterima atau tidak, apakah
mereka sudah boleh membawa marapulai atau belum, menanyakan gelar marapulai, dan
apakah mereka sudah boleh pulang atau belum (topik a,c,e,g). Setelah
mereka semufakat maka percakan kembali dilanjutkan dengan memanggil juru bicara
pihak perempuan sehingga dengan itu terbentuk percakan dengan topik b,d,e,f,
dan h.
Bagian dari tubuh wacana pertopik juga terdiri
dari pembukaan, isi, dan penutup pula. Pembukaan terlihat seperti pada:
Dt. Sinaro : 3)
Kapado Datuak Rajo Malano. (Kepada Dt. Rajo Malano)
Dt. Malano : 4) Manitahlah Angku. (Menitahlah Angku)
Dan penutup seperti pada:
Dt. Malano : 11) Sampai dek Datuak? (Sudah
selesai Datuak?)
Dt. Sinaro : 12) Alah
sado nan alah. (Sudah semua yang sudah)
Bentuk-bentuk seperti itu terjadi
berulang-ulang; untuk pembuka ada pada tuturan (3-4), (19-20), (48-49),
(68-69), dan (101-102) sedangkan untuk penutup ada pada tuturan (11-12),
(38-39), (55-56), (61-62), (86-87), (93-94) dan (113-114). Selajutnya, isi
terdiri dari pasangan percakapan berupa pernyataan/permohonan dan
pembenaran/pemberian yang terlihat berulang secara umum.
Wacana pasambahan terdiri dari unit tuturan
berupa pantun berisi kerelaan, maaf, dan salam pada 127) dan
pemberian salam pada 128), serta peberian salam kembali pada 129). Berikut
kutipannya.
Dt. Sinaro : 127) Alif
jo nun tando ra
Sukun
jo amzah tando mati
Rila
jo maaf ambo pintak
Wassalam
jo maaf panyudahi.
128) Assalamualaikum Angku
Datuak
Dt. Malano
: 129) Waalaikumussalam.
Berdasar
pembicaraan di atas, maka dinyatakan bahwa percakapan dalam pasambahan
merupakan suatu wacana yang sudah terencana (planned) walaupun yang
pihak-pihak membentuknya belum pernah bertemu sebelumnya. Namun, kedua pihak
memahami srtuktur wacana pasambahan menjemput marapulai sehingga terbentuk
sebuah wacana utuh dan komu-nikatif.
2. Tuturan Berpasangan
Analisis
tuturan berpasangan (adjansy pair) pada wacana pasambahan menjemput
marapulai dijelaskan berdasarkan pendapat Richard (1982).Richard menyatakan ada
delapan pasang tuturan berpasangan. Pada wacana ditemukan pasangan
berdekatan sebagai berikut.
a. Pasangan Tegur-Sapa
Pasangan tegur
sapa terjadi dua kali yaitu pada pembukaan wacana dan pada penutupan wacana.
Berikut pasangan tersebut.
Dt. Sinaro : 1) Assalamualaikum
Angku Datuak.
Dt. Malano : 2) Wa’alaikum salam.
Dan
Dt. Sinaro : 128) Assalamualaikum Angku Datuak
Dt. Malano : 129) Alaikumussalam
Pasangan
tegur-sapa dengan “assalamualaikum” dan jawaban “wa’alaikum salam” merupakan
tuturan sapa yang sudah lazim dan selalu digunakan dalam/antar masyarakat
Minangkabau untuk mengawali percakapan (formal/nonformal). Tuturan tersebut
merupakan kalimat yang sudah dituntunkan dalam agama Islam untuk dibaca disaat
terjadi kontak dua orang (muslim). Masyarakat Minangkabau yang umumnya beragama
Islam dalam kehidupan sehari-hari mereka merealisasikan ajaran agama dan
menyebut landasan hidupnya itu dengan ungkapan “adat bersendi syarak
(agama), syarak bersendi kitabullah (Al-Quran)”. Dengan kata lain tata cara
hidup masyarakat Minangkabau didasarkan pada agama sedang agama didasarkan pada
kitab suci Al-Quran. Oleh karena itu, seorang yang menyapa mitra tutur dengan
tuturan “assalamulaikum” maka jawaban minimal “wa’alaikum salam” sebagai
kewajiban dalam beragama atau menjawab dengan yang lebih dari itu seperti
“wa’alaikum salam wa rahmatullah” sebagai lebih memberikan penghormatan kepada
orang yang memberi hormat.
Tuturan
“Assalamualaikum” mempunyai arti
‘selamat atas kamu sekalian’ maksud dari tuturan itu dapat berupa doa kepada
orang yang diucapkan dan juga dapat berarti sipemberi salam telah memberi
jaminan kepada mitra tuturnya bahwa mereka aman dari prilakunya yang tidak
beradab. Dengan, didapatkan wacana dibuka dan sekaligus ditutup dengan sapaan
salam berarti mereka sama-sama menginginkan dan memberikan
keselamatan kepada semua partisipan dalam acara penyemputan marapulai tersebut.
b. Pasangan Panggilan-Jawaban
Pasangan
tuturan berdekatan panggilan-jawaban/pertanyaan terdapat dalam wacana
pasambahan menjemput marapulai. Pada analisis
pasangan berdekatan ini dibedakan antara panggilan dengan pertanyaan. Panggilan
terjadi diawal dialog dalam suatu topik sedang pertanyaan terjadi tidak di awal
suatu topik tetapi dapat terjadi di tengah atau diakhir dialog. Keduanya itu
pasangannya adalah jawaban. Berikut pasangan berdekatan panggilan dan jawaban.
Tabel 1. Pasangan
Berdekatan Panggilan-Jawaban
No.
|
Tuturan
|
Pasangan Berdekatan
|
1
2
3
4
5
|
Dt. Sinaro : 3)
Kapado Datuak Rajo Malano.
Dt. Malano : 4) Manitahlah Angku.
Dt. Malano : 19) Ka bakeh
Datuak Sinaro
Dt. Sinaro : 20)
Iyo, manitahlah.
Dt. Malano : 48) Iyo ka bakeh Angku
Datuak juo.
Dt. Sinaro : 49)
Manitahlah Mak Datuak.
Dt. Malano : 68) Jadi, kabakeh Dt. Sinaro.
Dt. Sinaro : 69)
Manitahlah Angku Datuak.
Dt. Malano : 101) Ka bakeh
Angku datuak rundiang bapulangan.
Dt. Sinaro : 102) Lah
tarang Angku Datuak.
|
Panggilan
Jawaban
Sda
Sda
Sda
Sda
|
Pada tabel di atas dideskripsikan lima pasangan
berdekatan panggilan dan jawaban yang terdapat dalam wacana
pasambahan menjemput marapulai. Panggilan dalam percakapan pasambahan terjadi
disebabkan setting ruang tempat pasambahan. Pada pasambahan
tempat duduk wakil penganten pria dan wakil penganten wanita
cenderung duduk berjauhan dalam arti tidak berdekatan seperti orang
berkomunikasi biasa. Itu terjadi karena dalam budaya Minangkabau
secara sosial tamu adalah orang yang dihormati dan mereka didudukan dibagian
ujung rumah yang menjadi pusat perhatian sedangkan para pihak penerima tamu
duduk dibagian ujung arah pintu keluar masuk sehingga mereka leluasa untuk
menyiapkan segala sesuatu. Cara duduk mereka semua
berbentuk melingkar sesuai dengan setting ruangan. Dengan cara
demikian, mereka dapat mengetahui mana yang tamu dan mana yang tuan rumah.
Karena
duduk yang tidak berdekatan itu terjadi panggilan sebagai panarik perhatian dan
penghormatan dan sekaligus jawaban dari tamu yang datang. Pada
wacana yang dianalisis ditemukan panggilan pada umumnya dilakukan setelah
berhenti (paus) untuk mufakat oleh pihak tuan rumah dan akan
menyampaikan hasil musyawarah mereka.
Pada 3) pihak penganten wanita memanggil
“Kepada Dt. Rajo Malano”. Penggunaan kata ”kapado” atau ’kepada’ dilakukan di
awal pasambahan karena penutur menujukan tuturannya kepada yang bersangkutan,
yaitu Dt. Malano. Pada 19, 48, 68, dan 101 penutur tidak lagi menggunakan kata
”kapado” melainkan ”ka bakeh” yang dalam bahasa Indonesia artinya ’kepada
juga’. Hal itu, menunjukkan bahwa pasangan berdekatan pertanyaan itu
berulang namun bentuk yang digunakan untuk pertama berbeda dengan bentuk yang
berikutnya.
Pasangan jawaban dari petutur juga mempunyai
variasi. Pada 4) petutur menjawab ”manitahla Angku” berbeda dengan jawaban 20),
49), 69), dan 102). Pada jawaban ini nampaknya kualitas jawaban tidak hanya
berdasarkan bentuk tuturan jawaban melainkan juga situasi waktu dan kondisi.
Kita tahu tuturan ”iyo, menitahlah” dibanding dengan ”iyo menitahlah Angku
Datuk” lebih pendek. Jika dibandingkan lagi maka tuturan yang kedua adalah
lebih santun dengan sapaan Angku Datuk. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Ini banyak sedikitnya tergantung lama atau tidaknya musyawarah pihak tuan
rumah. Menunggu dalam waktu yang terlalu lama dimungkinkan menimbulkan reaksi
kurang menghargai tamu dan tamu pun mengurangi kesantunan ucapannya.
Jika, kita cermati 49) dan 69) jabawan kembali
menunjukkan penghor-matan dengan kesantunan dengan menggunakan sapaan
penghormatan.
Selanjutnya, pasangan pertanyaan dan jawaban
dalam wacana pasambahan sebagai berikut.
Tabel
2.Pasangan Berdekatan Pertanyaan-Jawaban
No.
|
Tuturan
|
Pasangan Berdekatan
|
1
2
3
4
5
6
7
|
Dt. Malano : 11) Sampai
dek Datuak?
Dt. Sinaro : 12)
Alah sado nan alah.
Dt. Malano : 38) Lah sampai
dek Angku Datuak.
Dt. Sinaro : 39)
Alah sado nan alah, Angku Datuak.
Dt. Sinaro : 55)
Sampai Angku Datuak?
Dt. Malano : 56)
Dibilang alah.
Dt. Malano : 61) Sampai
dek Angku Datuak?
Dt. Sinaro : 62)
Sampai Angku Datuak.
Dt. Sinaro : 86)
Sampai Angku Datuak?
Dt. Malano : 87) Bilang
alah.
Dt. Malano : 93) Lah
sampai Angku Datuak?
Dt. Sinaro : 94)
Sampai.
Dt. Sinaro : 113) Sampai
di Angku Datuak.
Dt. Malano : 114) Dibilang
alah.
|
Pertanyaan-
Jawabana
Sda.
Sda.
Sda.
Sda.
Sda.
Sda.
|
Pada
pasangan berdampingan pertanyaan dan jawaban di atas proses-nya
terjadi dengan baik. Semua pertanyaan dibalas dengan jawaban dan tidak ada
penyimpangan. Hal yang menarik dalam pasangan pertanyaan jawaban ini adalah
petutur menanyakan kepada penutur apakah yang sudah disampaikannya pada tuturan
sebelumnya sudah selesai atau masih ada tambahan. Di sini seakan mereka tidak
mau berebut berbicara malah yang terjadi mereka mempersilahkan mitra tuturnya
sepuasnya. Pertanyaan “sampai Angku Datuak” atau ‘sudah selesai Angku
Datuk’ pada tabel di atas dapat merupakan pertanyaan sebenarnya
bertanya, dan juga dapat dikatakan sebagai suatu tradisi percakapan pasambahan.
Hal itu, nampak dari jawaban petutur “dibilah alah” atau “sampai
angku datuk” atau ‘sudah angku datuk’ yang tidak ada variasinya dari
beberapa temuan. Jika, ada satu kali mereka mengatakan tuturan
sebaliknya seperti “alun” atau ‘belum’ maka akan nampak hal itu sebenarnya
bertanya. Namun, yang hal seperti tidak pernah terjadi dan ini juga menunjukkan
suatu kebiasaan yang dapat menunjukkan kesantunan dan perundingan penuh dengan
nilai-nilai penghormatan.
Hanya saja kalau dilihat dari segi kualitas
jawaban ternyata makin keujung percakapan bentuk lingual jawaban semakin pendek
seperti pada 94), 87) dan 114). Hal itu, mempunyai indikasi bahwa isi
percakapan dalam wacana pasambahan dipengaruhi kesegaran, kelelahan atau faktor
ketertarikan dan kebosanan dari partisipan. Makin segar dan tertarik petutur
maka makin lengkap jawaban dan begitu juga sebaliknya.
c. Pasangan Permohonan dan Persetujuan
Pasangan berdekatan jenis permohonan juga ditemui dalam pasambah-an
yang di analisis. Berikut bentuk-bentuk pasangan permohonan dan persetujuan.
No.
|
Tuturan
|
Pasangan Berdekatan
|
1.
2
3
|
Dt. Malano : 17) Mananti Angku Datuak.
Dt. Sinaro : 18) Lai Angku, nanti ko Angku
Datuak
Dt.
Malano 66) Baa nyolai nan baitu nangko
kini, karano kami lai baduo batigo, nak kami pa iyokan lah rundingan Angku
Datuak dilatak-an samantaro, baa
kolah?
Dt. Sinaro : 67) Rancak bana Angku Datuak.
Dt.
Malano 99) Mananti angku Datuak.
Dt. Sinaro : 100) Rancak bana Angku Datuak
|
Permohonan
Persetujuan
Permohonan
Persetujuan
Permohonan
Persetujuan
|
Data
pada Tabel 3 di atas ditunjukkan bahwa penutur mengajukan permohonan kepada
petutur. Dari tiga pasangan berdekatan tentang ini, semuanya berpasangan secara
benar yaitu penutur mengajukan permohonan dan petutur memberikan persetujuan.
Permohonan 17) “Mananti Angku Datuak” atau ‘Menanti Angku Datuk’
merupakan kelanjutan dari wacana bahwa penutur akan melakukan musyawarah
terlebi dahulu dengan kelompok mereka untuk dapat memberi jawaban terhadap
permintaan petutur. Begitu juga yang terdapat pada 66) dan
99). Pasangan tuturan yaitu 18), 67) dan 100) merupakan
jawaban persetujuan yang jika diperhatikan betapa mereka sangat menghargai
permohonan untuk mufakat itu oleh pihak penutur “rancak bana Angku Datuak”
atau ‘bagus sekali Angku Datuk’. Adanya gambaran pasangan yang berdekatan
seperti ini menunjukkan betapa masyarakat pendukung pasambahan ini sangat
menghargai demokrasi dan kebersamaan. Hal itu jelas menunjukkan nilai-nilai
sosial dan budaya yang mendukung adanya pasambahan itu, yaitu budaya
Minangkabau.
d. Pasangan Penawaran-Penerimaan
Ditemukan satu pasangan berdekatan penawaran-penerimaan dalam teks
pasambahan yaitu,
Dt. Sinaro : 5)
Ado nan disampaian, sirieh Datuak. Penawaran
Dt. Malano : 6)
Sampaianlah. Penerimaan
Pada pasangan penawaran-penerimaan ini
dilakukan penutur dan petutur di awal wacana pasambahan. Penutur menawarkan
sirih dalam cerana beserta kata-kata penghantarnya, yaitu pihak penganten
wanita untuk diterima oleh pihak pengaten pria. Pihak penganten pria menyatakan
tuturan penerimaan ”sampaianlah” atau ’sampaikanlah’.
e. Pasangan Pernyataan-Pembenaran
Pasangan
pernyataan dan pembenaran merupakan pasangan berde-katan yang paling banyak
ditemukan dalam teks pasambahan. Pasangan itu ditemukan dalam isi pembicaraan
antara wakil pihak penganten pria dengan wakil pihak penganten wanita.
Pasangan-pasangan pernyataan-pembenaran itu terdapat pada bagian wacana
berikut.
Pertama,
pada jawaban permintaan pihak penganten wanita kepada pihak penganten
pria pada saat diminta makan sirih di cerana (carano). Pada 13) 14) 15)
dan 16) pihak wakil penganten pria memberikan alasan-alasan berupa pernyataan
tentang secara adat jawaban perlu dirundingkan terlebih dahulu dengan pihak
keluarga penganten pria, menyatakan permintaan itu sudah sangat baik dan akan
dijawab dengan sebaiknya, ketentuan adat untuk manjawab, dan perlunya
bermusyarah di antara mereka yang ada. Pola pasangan berdekatan
seperti ini berlulang pada 40), 41), 43), 45), dan 46) dengan sedikit variasi.
Pada tuturan 70-75 dengan tuturan yang sama tanpa diselingi pembenaran tetapi
pembenarannya cukup sekali saja pada tuturan 76). Pada tuturan 95), 96),
dan 97) dengan variasi lebih ringkas dan dengan satu kali pembenaran.
Kedua,
pasangan pernyataan dan pembenaran ini terdapat pada bagian teks tentang
mengemukakan jawaban setelah terjadinya mufakat. Untuk sampai pada
jawaban dari permintaan pihak penganten wanita, pihak penganten pria memberikan
pernyataan-pernyataan yang dibenarkan oleh pihak penganten wanita.
Hal itu terdapat pada tuturan 21), 23), 24), 26), 28), 30), dan 32), dan pola
yang sama berulang pada tuturan 77)-78) dan 103)-110). Pasangan berdekatan
pernyataan-pembenaran ada yang satu pernyataan langsung dibenarkan dan ada yang
beberapa pernyataan telah dituturkan, kemudian baru dibenarkan. Hal itu
merupakan pola-pola yang dapat dinyatakan sebagai pasangan berdekatan dalam
wacana pasambahan.
3.Giliran Berbicara (Turn Taking)
Pembahasan konsep giliran berbicara pada
tulisan ini didasarkan pada pendapat Sack, Schegloff & Jefferson
(1974) yang mengemukan 13 ciri dalam giliran berbicara sebagai
berikut.
a. Pemegang giliran akan terjadi berganti-ganti.
Pada
wacana pasambahan menjemput marapulai pemegang giliran berganti-ganti dari awal
sampai akhir. Pertama giliran dipegang oleh pihak wakil penganten wanita yang
menyapa tuan rumah dengan salam. Selanjutnya, giliran berbicara berganti dengan
pihak penganten pria yang memberi salam kembali. Seterusnya, dialog
percakapan secara koperatif terjadi oleh dua orang itu tanpa
diselingi orang lain sampai akhir dengan ditutup oleh pasangan tuturan salam
dengan salam. Pada wacana pasambahan menjemput marapulai terjadi 43 kali
pergiliran berbicara. Pola giliran berbicara pada wacana pasambahan ini
adalah pola ”A-B-A-B” dari awal sampai akhir.
b. Mendengarkan
Pada umumnya salah satu pihak berbicara pada
saat pihak lain mendengarkan. Percakapan berlangsung dengan baik
sehingga saat diam dan saat bicara dari kedua belah pihak silih
berganti tanpa ada satupun yang menyela pembicaraan. Nampaknya, percakapan
dalam wacana pasambahan yang penuh dengan petatah petitih itu harus diresepsi
dan diinterpretasi oleh kedua pihak dengan cermat. Untuk itu, pembicaraan
benar-benar terjadi silih berganti dengan giliran berbicara nanti-menantikan
supaya tidak terjadi salah pengertian.
c. Pembicara satu pihak bersamaan
Pernyataan bahwa kadangkala terjadi ada
lebih dari satu pihak berbicara bersamaan, tetapi hanya sebentar dalam rangka
memberi tanggapan; tidak ditemukan dalam wacana yang dianalisis. Hal ini,
disebabkan wacana percakapan ini adalah wacana perwakilan kelompok sehingga
juru bicara masing-masing kelompok tidak memberi kesempatan berebut bicara
karena itu dapat menganggu konsentrasi pendengarnya sehingga mereka harus
mengikuti dialog dengan susah. Ini nampaknya tidak diinginkan juru bicara
masing-masing. Di samping itu, dalam percakapan yang penuh dengan nilai-nilai
adat itu aspek kesabaran menunggu giliran berbicara adalah suatu yang
dipentingkan dan menunjukkan martabat seseorang.
d. Kebanyakan transisi berlangsung tanpa jeda yang signifikan;
Transisi
giliran berbicara berlangsung dengan jeda yang bervariasi. Ada transisi tanpa
jeda yang signifikan dan dengan jeda yang signifikan. Di dalam pasangan
percakapan pernyataan dan pembenaran umumnya jeda transisi tidak terlalu
signifikan karena mitra tutur hanya mengatakan kalimat pendek seperti ’’bana
angku” atau ”benar angku” sedangkan setelah penutur tetap melanjutkan
pernyataan yang merupakan bagian dari pernyataan sebelumnya.
Contoh:
Dt. Malano : 23) Datuak
mancari bulek nan sagiliang, pipih nan satapiak. Bulek nan kami giliang, pipih
nan kami tapiak.
24) Tantang
sinan pamintaan Angku Datuak, sirieh nak mintak dicabiak, pinang mintak
digotok.
Dt.
Sinaro : 25) Iyo Angku
datuak.
Dt. Malano
: 26) Gambia minta di pipia.
Dt.
Sinaro : 27) Bana Angku
Datuak.
Dt.Malano : 28) Kok
lai nan takana di ati nan tak ilang dimato, di kami, jauah manjalang,
ampia manuruik. Katakah itu bana parundiangan ko.
Dt.
Sinaro : 29) Bana Angku
Datuak.
Pada
pasangan percakapan pertanyaan-jawaban jeda transisi cukup signifikan, bahkan
jeda untuk bermufakat memakai waktu yang cukup panjang. Contoh:
Dt.
Malano: 45) Jo bana kaambo
lalu. Bana kapaambo lalu di kami, silang nan bapangka karjo nan bapokok.
46) Karano kami lai baduo
batigo Angku Datuak ’ah, iyo bana bak kecek urang ko eh, nak siang
bak ari, nak tarang bak bulan. Kami caliak dulu adat baisi limbago dituang ko, Angku Datuak ’ah.
Dt.
Sinaro : 47) Rancak bana Mak
Datuak.
Jeda Dt. Malano bermufakat dengan niniek mamak
pihak marapulai, untuk menjawab permitaan Dt. Sinaro. Setelah mufakat didapat
Dt. Malano menyampaikannnya kepada DT Sinaro
e. Urutan giliran bervariasi;
Pada wacana
pasambahan yang dianalisis tidak terlalu bervariasi. Ini disebabkan percakapan
hanya terdiri dari dua orang. Variasi
yang ada jika A memulai maka akan diakhiri oleh B. Sebaliknya B yang memulai
maka sebaliknya A yang mengakhiri giliran berbicara.
f. Ukuran lama-pendeknya giliran bervariasi;
Merupakan kenyataan yang banyak ditemui dalam
wacana pasambahan yang dinalisis. Berikut ini contoh variasi giliran yang
waktunya pendek.
Dt. Malano : 19)
|
Ka bakeh Datuak Sinaro
|
Dt. Sinaro : 20)
|
Iyo, manitahlah.
|
Dt. Malano : 21)
|
Tadi panek baranti, patang bamalam,
parundingan kito antaro jo Angku Datuak.
|
Dt. Sinaro : 22)
|
Iyolah.
|
Dt. Malano : 23)
|
Datuak mancari bulek nan sagiliang, pipih
nan satapiak. Bulek nan kami giliang, pipih nan kami tapiak.
|
24)
|
Tantang sinan pamintaan Angku Datuak,
sirieh nak mintak dicabiak, pinang mintak digotok.
|
Dt. Sinaro : 25)
|
Iyo Angku datuak.
|
Dt. Malano : 26)
|
Gambia minta di pipia.
|
Dt. Sinaro : 27)
|
Bana Angku Datuak.
|
Dt.Malano : 28)
|
Kok lai nan takana di ati nan tak ilang
dimato, di kami, jauah manjalang, ampia manuruik. Katakah
itu bana parundiangan ko.
|
Dt. Sinaro : 29)
|
Bana Angku Datuak.
|
Dt. Malano : 30)
|
Kok didanga parundingan Angku
Datuak nan taserak di muko kami, nan tatabua di muko nan
banyak, indak ado kurang ka panukuak, senteang ka pambilai. Bana
ka paambo lai.
|
Dt. Sinaro : 31)
|
Iyo Angku Datuak.
|
|
|
Dan berikut contoh giliran bicara yang waktunya lama.
|
|
|
|
Dt. Malano : 50)
|
Tadi panek baranti, patang bamalam,
parundingan kito di Angku Datuak.
|
51)
|
Karano adaik ka Angku Datuak isi, limbago
ka dituang, tantang pambaoan Angku Datuak, karano adaiak ko iyo lah
lamo, pusako ko lah usang, lamo koknyo ragu,
usang kok nyo lupo, nak baliak
balenggong di kami, di silang nan bapangka karajo nan bapokok.
|
52)
|
Tantangan parmintaan Angku, kok iyo lah
kami karajokan. Tantangan pambaoan angku, karano adaik ka Angku isi,
limbago ka Angku tuang. Iyo bana adaikko lah
lamo, pusako lah usang.
|
53)
|
Iyolah di barih Angku mamaek, di takuak
Angku manabang.
|
54)
|
Iyolai nan iko nangko kini. Jan siang
baabih ari, malam baabih minyak, tantangan si marapulai, iyo mananti bakain Angku Datuak ,ah.
|
Dt. Sinaro : 55)
|
Sampai Angku Datuak?
|
Dt. Malano : 56)
|
Dibilang alah
|
g. Panjangnya giliran berbicara
Panjangnya giliran dalam percakapan tidak
dibatasi secara khusus; Tidak ditemukan batasan khusus dalam panjangnya
giliran. Batasan yang hanya dapat dilihat adalah ruang lingkup topik. Penutur dapat
berbicara sepanjang itu masih dalam topik pembincaraan. Dalam wacana ini juga
tidak ada penutur berbicara menyimpang ke luar topik.
h. Isi dari percakapan
Isi Percakapan biasanya tidak disebutkan
terlebih dahulu; Isi percakapan terjadi dalam dialog dengan mengutarakannya
setelah diminta. Dengan demikian benar bahwa isi percakapan tidak disebutkan
terlebih dahulu. Contoh pihak tuan rumah meminta pihak tamu menyampaikan maksud
kedatangannya sebagai berikut.
34) Karano rokok nan sabatang
ko alah abiah, siriah sakapua lah masak kok lain an takana di ati,
nan tak ilang di mato, di Angku jauh manjalang ampiang menurut, lah rancak
dikatangahkan Angku Datuak!
35) Sakian parundingan.
i. Distribusi giliran
Distribusi giliran tidak disebutkan terlebih
dahulu dalam wacana pasambahan, tetapi
karena percakapan berlangsung antara dua orang yang mewikili kelompok maka
distribusi giliran tidak banyak variasi.
j. Jumlah proposisi
Jumlah proposisi bervariasi dalam setiap
giliran. Jumlah proposisi dalam wacana lebih ditentukan oleh kemahiran juru
bicara. Pada teks pasambahan ditemukan pembicaran dengan proposisi yang lebih
banyak oleh pihak tuan rumah terutama pada topik pemberitahuan gelar penganten
terjadi sepuluh pernyataan yang panjang sedangkan pihak penjemput hanya
berbiacara dengan jawaban pendek-pendek.
K. Pembicaraan dapat tidak berkelanjutan,
tidak ditemukan dalam wacana pasambahan.
L. Sering terjadi berbicara tanpa pemernyilahan;
tidak ditemukan dalam wacana.
m. Mekanisme perbaikan
Mekanisme perbaikan terjadi apabila pembicaraan berjalan tidak
semes-tinya. Hal ini juga tidak ditemukan dalam
wacana pasambahan.
4. Transisi Tempat yang Relevan
Konsep tempat dalam analisis percakapan
merujuk pada berbagai macam “unit tipe” yang digunakan
penutur untuk membentuk atau membangun sebuah giliran. Secara lingual unit-unit
tipe itu adalah kontruksi kalimat, klausa, frasa, atau leksis. Termasuk ke
dalam kontruksi itu adalah proyeksi satuan khas atau suatu bagian yang lengkap.
Kaidah-kaidah itu beroperasi atau berlangsung secara berulang-ulang terhadap
kelengkapan satuan khas penggantian. Tempat itu menyediakan satu dorongan bagi
penerima pembicaraan untuk melanjutkan pembicaraan (Schiffrin, 1994).
Dalam wacana pasambahan menjemput penganten
pria transisi tempat yang relevan terjadi dalam bentuk unit-unit yang berulang
sebagai berikut.
a. Ucapan kata-kata salam pada 1), 2) dan
128), 129.
b. Kalimat untuk menyatakan memanggil
Kalimat “kapado/kabakeh Angku Datuak” pada
3),19), 48), 68), dan 101).
Kalimat “manitahlah Angku” pada 4),20), 49), 69), dan 102).
Kalimat “lah sampai dek Angku Datuak” pada 11), 38), 55), 61), 86), 93), dan 113).
Kalimat “alah sado nan alah” pada 12), 39), 56), 62), 87), 94), dan 114).
Kalimat “ bana Angku Datuak” pada 27), 29), 42), 44), 76), 79), 81), 83), 104), dan 109).
Kalimat “manitahlah Angku” pada 4),20), 49), 69), dan 102).
Kalimat “lah sampai dek Angku Datuak” pada 11), 38), 55), 61), 86), 93), dan 113).
Kalimat “alah sado nan alah” pada 12), 39), 56), 62), 87), 94), dan 114).
Kalimat “ bana Angku Datuak” pada 27), 29), 42), 44), 76), 79), 81), 83), 104), dan 109).
c. Paragraf untuk menyatakan perlunya berunding seperti,
13) Tapi, ditantangan taratik
mujilih, lelo jo sopan, maaf dipintak, ka Angku datuak parundingan dipulangan.
Parundingan nan kadipulangan ka bakeh Angku Datuak, kok tadi lah samo kito
danga parundingan Angku Datuak ka kami silang nan bapangka karajo nan bapokok.
14) Kok didanga alah elok
bunyi, kok dipandang alah rancak rupo. Lah elok susunan nan
bak sirieh, lah elok bareh nan bak sumpik.
15) Jikok mamakai nan sapanjang adat,
marangguih sapanjang pusako, limbago gayuang mangandak-i sambuik, limbago kato
mangandak-i jawab.
16) A baa nyo lai nan iko nanko kini,
karano kami lah baduo batigo, kami ambiak jalan maulah kato baiyo.
Bagian yang berupa paragraf ini berulang pada
40)-46), 63)-66), dan 95)-99). Sarana ini terdiri dari petatah dan
petitih yang digunakan untuk menyatakan tanggapan terhadap maksud pembicaraan
tamu dan keinginan tuan rumah bermusyawarah untuk
semufakat dengan pihak yang diwakilinya. Bagian ini merupakan bagian yang
sudah hapal bagi kedua pihak dalam percakan pasambahan adat.
d. Transisi tempat yang digunakan juga dalam wacana ini adalah pantun yang terdapat pada 90), 91), dan 127).
Setelah diamati ternyata wacana pasambahan
menjemput marapulai ini memiliki transisi tempat yang bervariasi. Semua bentuk
lingual digunakan demi kelancaran giliran berbicara, pasangan berdekatan, dan
untuk keapikan wacana pasambahan. Bila ditanggapi secara estetika maka
pergantian giliran, pasangan tuturan, dan transisi tempat yang relevan wacana
ini saling kait-mengait dan membentuk suatu keindahan tersendiri dalam rasa
bahasa Minangkabau.
E. Penutup
Berdasarkan hasil penelitian maka ditarik
kesimpulan sebagai berikut.
a. Wacana pasambahan menjemput
marapulai merupakan wacana utuh yang terdiri dari pembukaan, bodi/tubuh, dan
penutup. Di dalam tubuh wacana dalam topik-topik yang dibahas terdapat pula
pembuka dan penutup yang konsisten pada setiap bagiannya. Wacana
dapat digolongkan pada wacana yang terencana dengan terdapatnya
perulangan-perulangan bagian tertentu secara tepat dan konsisten.
b. Pada pasangan berdekatan, wacana
pasambahan menjemput marapulai hanya menerapkan pasangan tegur-sapa,
tanya/panggil-jawab, tawaran-penerimaan, dan pernyataan-pembenaran. Bentuk
pasangan tuduhan-ingkar, tawaran-penolakan, dan peringatan-perhatian tidak
ditemukan dalam teks wacana. Semua pasangan berdekatan yang ditemukan
menunjukkan pasangan yang cocok atau tidak menyimpang. Dengan
demikian koherensi wacana terpola dengan teratur dengan pasangan
dua-dua.
c. Pada giliran berbicara ditemukan
bahwa giliran dilakukan secara berganti-ganti dengan pola “A-B” dimana setiap
ada yang berbicara yang lain mendengarkan dengan diam. Jeda transisi kadang
signifikan terutama dalam musyawarah dan ada yang cepat. Isi tuturan sudah
direncanakan tapi tidak disebutkan sebelumnya dan panjang ujaran masing-masing
pihak bervariasi. Panjang giliran tidak dibatasi secara khusus.
d. Transisi tempat yang relevan yang
menjadi sarana untuk pasangan berdekatan dan giliran berbicara terdiri dari,
kelompok kata, kalimat, paragaraf, dan bentuk pantun.
e. Analisis percakapan wacana
pasambahan ini sangat menarik dilakukan. Untuk itu diperlukan pembahasan yang
lebih komprehensif menjadi sebuah penelitian utuh.
Biodata Penulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar