Sekitar 32 tahun tak
berjumpa dengan teman SDku Dido, Ferijal, Fenny, Marina, Ratna, dan Budi. Siang
itu ditengah terik matahari 17 April 2012 bersualah kami di Waroeng Nenek
RingRoad Medan karena kedatangan Fenny dari Jakarta. Bertukar kisah dan
berbagi pengalaman disertai tawa riuh kami lakukan sambil menikmati hidangan.
Saat Dido menceritakan
kisahnya berada di Kampung Bunian tertarik aku untuk menulisnya karena dari
kecil aku disuguhi cerita-cerita ala kampung termasuk diantaranya cerita orang
bunian.
Dido adalah anggota
pecinta sepeda motor trail, komunitas olah raga adventure roda dua, klub
Expedition Trail Indonesia (XTrim). Dengan mengendarai sepeda motor trail
berpetualang dialam bebas. Gunung, hutan dan pedalaman pedesaan adalah tempat
petualangan bagi komunitas ini.
Sekali waktu Dido dan
enam temannya menjelajahi hutan Besitang Langkat, perbatasan Propinsi Sumatera
Utara dengan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Mereka tersasar dihutan tanpa
dapat melihat perkampungan dan jalan besar.
Terus mengendarai
trail mencari jalan keluar. Yang tampak hanya hamparan sawah sejauh mata
memandang dan tampa penghuni. “Sawah teratur rapi sangat indah.”, begitu kata
Dido.
Malam pun tiba dan
lelah menerpa, perlahan motor trail melaju di antara semak hutan dan sawah.
Perkampungan dan jalan besar tak juga kunjung tampak hingga tengah malam tiba.
Dari jauh terlihat pondok rumah, girang bukan kepalang melihat tempat
persinggahan.
Mereka pun mendatangi
rumah tersebut, mengetuk pintu dengan ramah. Keluar nenek tua dengan wajah kaku
dan tidak ramah.
Dido berkata,“Nek,
kami numpang nginap diteras ini….”
Sang nenek mengangguk
pelan dan kembali masuk ke dalam rumahnya, tak lama kemudian ia kembali keluar
sambil membawa pelita kecil beserta sepiring roti yang dilapisi coklat. Karena
lelah roti tersebut dipinggirkan, kebetulan mereka sudah makan dan lelah yang
tak tertahan menyebabkan mereka tertidur pulas.
Esok harinya ketika
bangun. Alangkah terkejutnya mereka
karena mendapati mereka tidur diatas sebuah batu besar di tengah rawa pakis
hutan. Dido berkata,”Kuhitung teman-teman satu persatu lega rasanya karena
lengkap bertujuh.“
Entah dimana rumah
sang nenek yang kami tidur diteras rumahnya, teras itu telah berubah menjadi
seonggok batu besar. Hamparan sawah indah dan luas berubah menjadi rawa pakis
hutan yang tak bertepi.
Khawatir ada disetiap
wajah, bergegas mereka berkemas menyusuri jalan mencari arah keluar dari hutan
yang tak dikenal. Sekitar 2 jam mendorong motor trail merekapun jumpa dengan
perkampungan.
Belum hilang rasa
terkejut merekapun menceritakan pengalaman bermalam dirumah sang nenek kepada
penghuni kampung. Penduduk kampung bertanya mana arah tempat mereka bermalam.
Merekapun menunjukkan arah dengan jari.
Penduduk berkata : ”Itu Kampung Bunian,
syukur bapak semalam tidak makan roti yang dihidangkan, kalau dimakan maka akan
hilang akal dan bisu. Dari zaman datuk moyang kami bila berjumpa dengan orang bunian dan makan
makanan orang Bunian maka akan menjadi seperti orang bingung dan tidak dapat
keluar dari hutan. Hidup terus di hutan
seperti orang kehilangan akal.”
Mendengar hikayat Dido
dan pengalamannya berjumpa dengan orang bunian, aku pun jadi teringat akan
kisah dari almarhum ayahku. Kebetulan kampung ayah di Besitang Langkat.
Ayah punya saudara
sepupu perempuan yang masih gadis
(Alhamdulillah aku lupa namanya walau jelas dalam ingatan ayah pernah
menyebutkan namanya) hilang di Kampung Bunian. Berpuluh tahun hilang hingga
tiba suatu waktu sepupu ayah tersebut datang
menjenguk keluarganya dan kembali kehutan.
Kemudian setahun
sekali sepupu tersebut keluar hutan mengunjungi keluarganya dan kembali lagi ke
hutan. Begitulah terus bertahun-tahun. Tidak diketahui dimana rumahnya di hutan
dan apakah sekarang masih hidup atau sudah tiada. Bila sudah tiada tidak
diketahui dimana kuburnya.
Keluarga sepupu ayah
sudah pasrah karena tahu anaknya sudah menjadi orang Bunian. Bila berjumpa
keluarga dikampung sepupu ayah tersebut banyak diam tak suka bercerita, seperti
orang bingung.
Ibuku pernah bertanya
kepada sepupu ayah tersebut kenapa harus kembali ke hutan. Ia menjawab suami
dan anak-anaknya di hutan jadi ia harus kembali ke hutan. Setiap yang ingin
mengikutinya ke hutan dilarang karena kata sepupu ayah tersebut, “Bila kalian
ikut aku ke hutan kalian tidak akan bisa kembali, kalian akan jadi orang bunian
seperti aku.”
Benarkah seperti itu ?
Wallahu’alam bis shawab.
Dunia masih menyimpan
misteri tentang Kampung Bunian. Tapi Dido teman sekelas SDku pernah sampai di
Kampung Bunian dan berjumpa dengan orang bunian. kampung ayahku dimana aku
sendiri belum pernah kesana.
Catatan: Dido sudah
meninggal 27 Agustus 2012
Sumber cerita: http://latifah.msani.net/?p=1457
17 april 2014