Pada suatu ketika, sekitar tahun 2007, penulis dan sekeluarga menerima “Nasi lamak” oleh penduduk kampung dimana penulis tinggal. Kami memang penduduk baru di sebuah komplek perumahan, di mana lokasi rumah kami dekat sekali dengan lokasi rumah penduduk asli di sini. Untuk pertama kali kami heran, maklumlah istri penulis adalah orang Jawa Barat, asal Cimahi, yang baru datang merantau ke Sumatera Barat sejak tahun 2000-an. Sesudah menerima “nasi lamak” itu, rupanya kami harus mengembalikan piring nasi lamak itu dengan sepotong kain batik. Rupanya kami sudah dianggap atau masuk sebagai pihak keluarga pula oleh yang mengantarkan nasi lamak itu, dan harus mengikuti adat istiadat yang berlangsung di sekitar tempat tinggal kami.
Kebudayaan asli di Bandung memang berbeda seratus
delapan puluh derajat dengan yang ada di tempat ini. Sampai saat ini (2014)
penulis dapat melihat sendiri bagaimana terjadi transformasi budaya, dan
sekaligus transformasi berpikir antar budaya yang di alami oleh istri penulis.
Menurut istri penulis banyak yang baik dan dapat dicontoh dari tradisi minang
misalnya sifat hemat (menyimpan uang dengan emas), wanitanya tidak tergantung
sama suami (mandiri), cerdik dan pandai hidup. Walaupun banyak juga yang jelek
yang tidak bisa dicontoh, misalnya tidak pernah akur dengan saudara sesuku dan
sebagainya. Sejak tinggal di lokasi ini, kami memang banyak bertanya-tanya, dan
ingin pula mengetahui bagaimana sebenarnya adat istiadat yang rumit di lakukan
yang berbeda dengan yang kami alami di Cimahi, Bandung, Jawa barat. Dan lagi
pula, adat istiadat penulis yang berasal dari kota Bukittinggi berbeda dengan
di tempat tinggal kami ini.
Selama ini memang sudah ada beberapa catatan, tetapi
baru tahun ini ada kesempatan untuk penulis menuliskan hal ini. Untuk memahami
lebih dalam penulis mencoba” mencari beberapa literatur tentang ini baik dalam
buku maupun sumber di internet. Namun dapat dikatakan istilah “nasi lamak”
ini tidak pernah ada ditemukan.[1] Ada istilah “Nasi Lemak”, hanya ada pada
budaya Melayu seperti yang di gambarkan di bawah ini yang merupakan masakan
tradisi yang populer di Malaysia.
Nasi Lemak yang khas tradisi
Malaysia,
Nasi lamak, apakah itu?
Istilah nasi lamak ini, adalah
bagian dari prosesi perkawinan di Padang, khusus di daerah Kuranji kota Padang.
Lamak dalam bahasa Padang
artinya enak, mungkin sama artinya dengan “Nasi Lemak” (bahasa
Malaysia) seperti contoh di atas. Tetapi Lemak dalam bahasa
Indonesia artinya memiliki minyak, misalnya “berlemak”
Di daerah lain mungkin istilahnya “nasi kunyit” atau
nasi yang dicampur dengan kunyit berwarna kuning, tetapi nasi lamak bukan
berwarna kuning tetapi putih. Terdiri dari nasi ketan yang direbus dengan
santan, kemudian lauknya adalah potongan ayam yang di masak
dengan bumbu kuning, dan potongan ayam ini warnanya kuning, selain itu ada lauk
lain yang khas yaitu “Luo” yang terdiri dari parutan
kelapa yang dimasak dengan gula aren atau
gula tebu lokal yang disebut "Saka", sehingga warna Luo itu
coklat seperti gambar di bawah ini. “Luo” ini rasanya manis. Jadi ketan
putih bersantan itu dimakan dengan “Luo manis” dan juga potongan
gulai ayam.
Luo, yang belum di bungkus plastik
Nasi lamak Baluo, yang di sajikan pada piring
kecil
bentuknya lonjong setengah lingkaran. Luonya sudah di bungkus plastik.
Potongan ayam dan kuahnya di masukkan ke dalam
plastik, demikian juga Luo dalam plastik tersendiri, kedua lauk ini di selipkan
pada piring “nasi lamak” dengan 3 ukuran ( piring kecil, piring
menengah, dan piring besar). Untuk perbandingan Satu piring besar Nasi
lamak” isinya terdiri dari 4 (empat) gantang beras pulut ketan. Cara memakannya bebas, tetapi biasanya dengan tangan. Ambil sejumput jari ketan putih dikepal kemudian masukkan luo, dan dimakan dengan ayam, Jadi ada dua rasa.
Di mana posisi Acara Mengantar Nasi lamak ?
Acara ini nampaknya hanya khas tradisi daerah
pinggiran kota Padang. Daerah yang dimaksud sudah penulis jelaskan pada situs ini. Yaitu daerah Kuranji kota Padang.
Untuk dapat memahami di mana letaknya/posisi acara antaran nasi
lamak ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Penulis sengaja
untuk membandingkan acara perkawinan kota padang ini dengan acara perkawinan di
daerah Painan, yang juga merupakan daerah pesisir propinsi Sumatera Barat.
Sebagai berikut ini.
No
|
Tindakan dalam
Acara
Perkawinan
|
Di daerah
Pesisir Sumatera Barat
|
||
A
|
Sebelum Upacara
Perkawinan
|
Istilah lokal
|
Dilakukan dan oleh dan di lokasi
|
Istilah umum di lokasi
|
1
|
Meninjau
calon Menantu
|
Maresek [2]
|
Pihak
Perempuan
|
Padang
|
2
|
Meminang
+ Tukar Tanda + pemberitahuan
|
|||
Minta
izin perkawinan dan menentukan hari pernikahan
|
Maantaan
nasi lamak
|
Pihak
perempuan ke pihak bako sekalian ke pihak laki-laki untuk meminang
|
Padang
|
|
Manapiak Bandua [3]
|
Oleh
pihak perempuan ke pihak laki-laki
untuk meminang
|
Painan
|
||
3
|
Memberitahu
sanak keluarga tentang persetujuan pernikahan
|
Mahanta
|
Pihak
laki-laki ke ninik mamak dan keluarganya
|
Padang
|
Minum kopi
|
Pihak
laki-laki dan perempuan
|
Painan
|
||
4
|
Menerima
pemberian pihak bako
|
Babako/Babaki
|
Pihak
bako laki-laki maupun perempuan
|
Padang/
Painan
|
5
|
Tanda
pihak wanita
siap
untuk nikah
|
Bainai
|
Pihak
perempuan sehari sebelum akad nikah
|
Padang
dan Painan
|
B
|
Pada Upacara Perkawinan
|
|||
1
|
Mengantarkan
Sirih:
menandakan niat baik laki-laki
|
Maantakan Siriah
|
Oleh
pihak laki-laki ke pihak perempuan mengantarkan bawaan
|
Hanya
di Painan
|
2
|
Menjemput
pengantin pria
|
Manjapuik marapulai
|
Oleh
Pihak perempuan ke pihak laki-laki
|
Padang
dan Painan
|
3
|
Akad Nikah
|
Badampiang
|
Pada
pihak perempuan sekaligus akad nikah
|
Painan
|
Akad
Nikah
|
Di
rumah pengantin wanita
|
Padang
|
||
C
|
Sesudah Upacara Perkawinan
|
|||
1
|
Menemui
mertua pihak laki-laki
|
Manikam jajak
|
Di
rumah Pengantin Pria
|
Padang
|
Manjalang Mintuo
|
Di
Rumah Pengantin pria
|
Painan
|
Dari tabel ini terlihat bahwa acara mantakan nasi
lamak di adakan pada saat meminang pihak laki-laki oleh pihak
perempuan. Pada saat yang sama nasi lemak juga di kirim ke pihak Bako,
dari calon mempelai wanita sesuai dengan tradisi yang penulis amati di
lapangan. Sekarang penulis ingin memperlihatkan pihak-pihak yang
diberikan nasi lamak itu, yaitu keluarga bako,
yang disebut bako adalah keluarga dari pihak ayah, seperti bagan di bawah
ini.
Gambar bagan yang memperlihatkan keluarga bako perempuan dan keluarga bako pihak laki-laki yang berasal dari pihak ayah mempelai wanita. Pihak calon pengantin laki-laki disebut “pihak lawan”. Pada bagan ini diperlihatkan jumlah pemberian nasi lamak itu. Jumlah piring hantaran ini, relatif, sebab tergantung permintaan, baik dari pihak bako, maupun pihak calon mempelai laki-laki. Dalam acara adat perkawinan ini, seperti yang terlihat pada bagan yang akan kawin adalah Emi (suku Caniago) dan Goni (suku Jambak). Emi atau pihak perempuan adalah anak Icap (semua nama ini adalah samaran). Icap adalah suku Balaimansiang. Jumlah piring yang akan diantarkan kepada semua pihak cukup besar (104 piring), yang terdiri dari 5 piring menengah + 25 piring kecil untuk pihak bako laki-laki (lihat bagan), 20 piring kecil dan 3 piring menengah untuk bako perempuan. 45 piring kecil 3 piring menengah + 3 piring besar yang ditujukan kepada pihak calon mempelai wanita untuk meminang. Hantaran ini di antarkan pada sianghari sebelum meminang yang dilakukan pada malam hari tanggal (30-10-2014).Hantaran ini di tambah lagi dengan hantaran lain seperti kue bolu (kukus), agar-agar, pisang dan lainnya. Tentu saja dengan biaya yang cukup besar pula, menurut informasi sekitar 3 juta rupiah untuk acara nasi lamak ini.
Bisa di bayangkan untuk seratus piring nasi
lamak itu diperlukan sekitar 60 ekor ayam, lebih 300 buah kelapa.
Menurut informasi dalam acara meminang ini, adalah untuk menentukan jumlah uang
dapur (jemputan) dan uang ninik mamak pihak laki-laki. Menurut
informasi, pihak perempuan diminta 5 juta rupiah untuk uang
dapur, dan 2 juta rupiah uang untuk ninik mamak. Tetapi
karena ayah pihak perempuan kerjanya hanya tukang ojek, diminta agar tidak
memberatkan, dan akhirnya diminta hanya setengahnya oleh pihak laki-laki. Pada
hal pihak laki-laki walaupun bekerja di PLN hanya sebagai pegawai kontrakan
sebagai cleaning service, (tidak pegawai negeri). Catatan bulan Oktober 2015 sekarang pengangguran, dan kerjanya kurang jelas.
Bagaimanakah Tradisi Perkawinan Daerah Pesisir
Minangkabau Itu?
(Perbandingan antara Padang dan Painan)
Untuk mengenal istilah-istilah yang
di uraikan pada tabel di atas, maka perlu dijelaskan pula adat dan
tradisi pesisir baik kota Padang (umumnya) dan daerah Painan sebagai
berikut ini, maupun tradisi yang berlaku di Sumatera Barat (secara
teoritis), sebab yang penulis amati di lapangan, dan dicatat pada uraian
sebelumnya adalah kenyataan yang sebenarnya.[4]
Tradisi
Pernikahan Adat Minang (Padang)
Pernikahan dalam adat Minangkabau, pernikahan
merupakan salah satu masa peralihan yang sangat berarti karena merupakan
permulaan masa seseorang melepaskan diri dari kelompok keluarganya untuk
membentuk kelompok kecil milik mereka sendiri. Karena itu peristiwa pernikahan
sangatlah penting bagi siklus kehidupan seseorang.
Hari tersebut merupakan hari yang sangat
ditunggu-tunggu oleh kedua calon mempelai dan keluarga dari kedua belah pihak.
Ditandai dengan prosesi upacara adat dan keagamaan yang sesuai dengan pepatah
minang “adat basandi syarak, syarak
basandi kitabullah”. Seluruh rangkaian upacara pernikahan adat,
perlengkapan, tata rias membutuhkan persiapan yang lama dan sangat terperinci.
tradisi dan upacara adat yang biasa dilakukan baik sebelum maupun setelah acara
pernikahan:
1. Maresek
Maresek, yaitu masa penjajakan pertama sebagai permulaan dari
rangkaian tatacara pelaksanaan pernikahan. Sesuai dengan sistem kekerabatan di
Minangkabau, pihak keluarga wanita mendatangi pihak keluarga pria. Lazimnya
pihak keluarga yang datang membawa buah tangan berupa kue atau buah-buahan
sesuai dengan sopan santun budaya timur. Pada awalnya beberapa wanita yang
berpengalaman diutus untuk mencari tahu apakah pemuda yang dituju berminat
untuk menikah dan cocok dengan si gadis. Upacara adat bisa berlangsung
beberapa kali perundingan sampai tercapai sebuah kesepakatan dari kedua belah
pihak keluarga.
2. Meminang dan Bertukar Tanda
Meminang dan Bertukar Tanda. Keluarga calon mempelai
wanita mendatangi keluarga calon mempelai pria untuk meminang. Bila tunangan
diterima, berlanjut dengan bertukar tanda sebagai simbol pengikat perjanjian
dan tidak dapat diputuskan secara sepihak. Acara melibatkan orang tua atau ninik
mamak dan para sesepuh dari kedua belah pihak. Rombongan keluarga calon
mempelai wanita datang dengan membawa sirih
pinang lengkap disusun dalam carano atau kampia yaitu tas yang
terbuat dari daun pandan.
Menyuguhkan sirih diawal pertemuan disertai
dengan harapan apabila ada kekurangan atau kejanggalan tidak akan menjadi
gunjingan. Sebaliknya, hal-hal yang manis dalam pertemuan akan melekat dan
diingat selamanya. Selain itu juga disertakan oleh-oleh kue-kue dan
buah-buahan.
Benda-benda yang dipertukarkan biasanya benda-benda
pusaka seperti keris, kain adat atau benda lain yang bernilai sejarah bagi
keluarga. Benda-benda ini akan dikembalikan dalam suatu acara resmi setelah
berlangsung akad nikah.
Tata caranya diawali dengan juru bicara keluarga
wanita yang menyuguhkan sirih lengkap untuk dicicipi oleh
keluarga pihak laki-laki sebagai tanda persembahan. Juru bicara menyampaikan
lamaran resmi. Jika diterima berlanjut dengan bertukar tanda ikatan
masing-masing. Selanjutnya berembug soal tata cara penjemputan calon mempelai
pria. Catatan penulis: di lokasi yang penulis lihat meminang dilakukan
setelah mengantarkan nasi lamak
3. Mahanta / Minta Izin
Mahanta atinya mengantar. Calon mempelai pria mengabarkan dan mohon doa restu
rencana pernikahan kepada mamak-mamaknya, saudara-saudara ayahnya,
kakak-kakaknya yang telah berkeluarga dan para sesepuh yang dihormati. Hal yang
sama dilakukan oleh calon mempelai wanita, diwakili oleh kerabat wanita yang
sudah berkeluarga dengan cara mengantar sirih.
Bagi calon mempelai pria membawa selapah yang
berisi daun nipah dan tembakau (namun saat ini sedah
digantikan dengan rokok). Sementara bagi keluarga calon mempelai wanita ritual
ini menyertakan sirih lengkap. Ritual ini ditujukan untuk memberitahukan dan
mohon doa rencana pernikahannya. Biasanya keluarga yang didatangi akan
memberikan bantuan untuk ikut memikul beban dan biaya pernikahan sesuai
kemampuan.
4. Babako –
Babaki
Bako artinya adalah keluarga dari pihak ayah. Babako artinya ber-bako.
Acara Babako, dimana pihak keluarga dari ayah calon mempelai wanita
(disebut bako) ingin memperlihatkan kasih sayangnya dengan ikut memikul
biaya sesuai kemampuan. Acara berlangsung beberapa hari sebelum acara akad
nikah.
Perlengkapan yang disertakan biasanya berupa sirih
lengkap (sebagai kepala adat), nasi kuning singgang ayam (makanan
adat), antaran barang yang diperlukan calon mempelai wanita seperti seperangkat
busana, perhiasan emas, lauk pauk baik yang sudah dimasak maupun yang masih
mentah, kue-kue dan sebagainya.
Catatan : bagi yang kaya tidak jarang Babako
ini memberikan lembu/ sapi. Lihat situs ini.
Sesuai tradisi, calon mempelai wanita dijemput untuk
dibawa ke rumah keluarga ayahnya. Kemudian para ketua adat atau Penghulu
adat memberi nasihat. Keesokan harinya, calon mempelai wanita diarak kembali ke
rumahnya diiringi keluarga pihak ayah dengan membawa berbagai macam barang
bantuan tadi.
5. Malam Bainai
Bainai berarti melekatkan tumbukan halus daun pacar merah atau daun inai ke
kuku-kuku calon pengantin wanita. Tumbukan ini akan meninggalkan bekas warna
merah cemerlang pada kuku.
Lazimnya berlangsung malam hari sebelum akad nikah.
Tradisi ini sebagai ungkapan kasih sayang dan doa restu dari para sesepuh
keluarga mempelai wanita. Busana khusus untuk upacara Bainai yakni baju tokoh
dan bersunting rendah. Perlengkapan lain yang digunakan antara lain air yang
berisi keharuman tujuh kembang, daun iani tumbuk, payung kuning, kain jajakan
kuning, kain simpai dan kursi untuk calon mempelai.
Calon mempelai wanita dengan baju tokoh dan bersunting
rendah dibawa keluar dari kamar diapit kawan sebayanya. Acara mandi-mandi
secara simbolik dengan memercikkan air harum tujuh kembang oleh para sesepuh
dan kedua orang tua. Selanjutnya, kuku-kuku calon mempelai wanita diberi inai.
6. Manjapuik marapulai
Manjapuik marapulai adalah acara adat yang paling
penting dalam seluruh rangkaian acara perkawinan menurut adat Minangkabau.
Calon pengantin pria dijemput dan dibawa ke rumah calon pengantin wanita untuk
melangsungkan akad nikah.
Upacara adat ini juga dibarengi pemberian gelar pusaka kepada calon mempelai pria
sebagai tanda sudah dewasa. Lazimnya pihak keluarga calon pengantin wanita
harus membawa sirih lengkap dalam cerana yang menandakan datangnya secara
beradat, pakaian pengantin pria lengkap, nasi kuning singgang ayam,
lauk pauk, kue-kue serta buah-buahan. Untuk daerah pesisir Sumatera
barat biasanya juga menyertakan payung kuning, tombak, pedang serta uang
jemputan atau uang hilang.
Rombongan utusan dari keluarga calon mempelai wanita
menjemput calon mempelai pria sambil membawa perlengkapan. Setelah upacara
adat sambah mayambah dan mengutarakan maksud kedatangan, barang-barang
diserahkan. Calon pengantin pria beserta rombongan diarak menuju kediaman calon
mempelai wanita.
7. Penyambutan di Rumah Anak daro
Penyambutan di Rumah Anak daro Tradisi menyambut kedatangan calon mempelai pria
di rumah calon mempelai wanita lazimnya merupakan momen meriah dan besar.
Diiringi bunyi musik tradisional khas Minang yakni talempong dan gandang tabuah (gendang), serta barisan gelombang
adat timbal balik yang terdiri dari pemuda-pemuda berpakaian silat, serta
disambut para dara berpakaian adat yang menyuguhkan sirih.
Tarian Gelombang menyambut marapulai (pengantin pria)
Sirih dalam carano adat lengkap,
payung kuning keemasan, beras kuning, kain jajakan putih merupakan perlengkapan
yang biasanya digunakan. Keluarga mempelai wanita memayungi calon mempelai pria
disambut dengan tari Gelombang Adat timbal balik. Berikutnya, barisan dara
menyambut rombongan dengan persembahan sirih lengkap.
Para sesepuh wanita menaburi calon pengantin pria
dengan beras kuning. Sebelum memasuki pintu rumah, kaki calon mempelai pria
diperciki air sebagai lambang mensucikan, lalu berjalan menapaki kain putih
menuju ke tempat berlangsungnya akad.
8. Akad Nikah
Tradisi sesusai akad nikah Ada lima acara adat
Minang yang lazim dilaksanakan seusai akad nikah. Yaitu :
1)Memulangkan tanda. Setelah resmi sebagai
suami istri maka tanda yang diberikan sebagai ikatan janji sewaktu lamaran
dikembalikan oleh kedua belah pihak.
2)Mengumumnkan gelar pengantin pria.Gelar
sebagai tanda kehormatan dan kedewasaan yang disandang mempelai pria lazimnya
diumumkan langsung oleh ninik mamak kaumnya.
3)Mengadu Kening. Pasangan mempelai
dipimpin oleh para sesepuh wanita menyentuhkan kening mereka satu sama lain.
Kedua mempelai didudukkan saling berhadapan dan diantara wajah keduanya
dipisahkan dengan sebuah kipas, lalu kipas diturunkan secara perlahan. Setelah
itu kening pengantin akan saling bersentuhan.
4)Mangaruak Nasi Kuning. Upacara
adat ini mengisyaratkan hubungan kerjasama antara suami isri harus
selalu saling menahan diri dan melengkapi. Ritual diawali dengan kedua
pengantin berebut mengambil daging ayam yang tersembunyi di dalam nasi kuning.
5)Bermain Coki.Yakni semacam permainan catur
yang dilakukan oleh dua orang, papan permainan menyerupai halma. Permainan ini
bermakna agar kedua mempelai bisa saling meluluhkan kekakuan dan egonya
masing-masing agar tercipta kemesraan.
Akad nikah yang dilaksanakan di rumah
Pelaksanaan Prosesi perkawinan menurut informan [5]
Menurut informan, proses prosesi baralek adat Padang yang kuat dengan adat. Mulai dari
proses meminang, buek hari (menentukan hari), nikah, Babako, baralek
, dan Manjapuik marapulai. Misalnya saja dalam ikatan lamaran
biasanya pihak perempuan menghantarkan hantaran seperti kue, samba, lamang dan
buah. Dalam proses lamaran pihak wanita mendatangi rumah pihak laki-laki tanda
jadi suatu ikatan maminang. Acara melibatkan orang tua atau ninik
mamak dan para sesepuh dari kedua belah pihak. Rombongan keluarga calon
mempelai wanita datang dengan membawa sirih pinang lengkap disusun dalam carano
. Proses ini di jadikan sebagai tanda lamaran dalam meminang.
Dalam proses lamaran pihak laki-laki meminta hantaran
11 macam untuk Manjalang Mintuo yaitu singgang ayam, ikan, daging, pregedel, labu
hias, lobak hias, kue pengantin, kue biasa, kue hias buah, agar-agar,
dan nasi lamak. Di acara nikah pihak perempuan menjemput marapulai
dengan pakaian sapatagak
dan pihak laki-laki membawa mahar biasanya acara akad nikah setelah jumat
dihadiri oleh semua pihak, baik pihak laki-laki dan pihak perempuan. Penghulu
Bako,
ninik
mamak, urang sumando, sanak dakek, sanak jauh, dan beberapa
tetangga sebagai saksi dalam akad nikah.
Acara Babako, di lakukan bako dengan ma arak anak pisang dengan cara baarak, naik kudo, atau
dengan musik pancaragam, acara ini bila bako mampu dalam ma
arak anak pisang dengan
musyawarah bako sebagai keluarga pihak ayah. Dalam babako, anak
pisang memakai pakaian adat
solok, dan boleh juga baju pengantin. Bako membawa nasi lamak,
lauk pauk,raga-raga, kue, dan selimut, alas tempat tidur, uang, dan emas sebagai
hantaran buat anak pisang. Sesuai tradisi, calon mempelai wanita dijemput
untuk dibawa ke rumah keluarga ayahnya. Kemudian para tetua memberi nasihat.
Malam harinya di pihak laki-laki marapulai
Batagak Gala yang di
musyawarahkan oleh ninik mamak atas berdasarkan kesepakatan bersama.dan di sertai
dengan acara malam minggu seperti musik orgen. Di pihak anak daro juga di adakan
acara pemuda-pemudi dan anak
daro mengikuti prosesi malam Bainai di waktu dulu, tetapi pada
saat ini malam Bainai jarang ditemukan. Di hari minggu acara baralek
dengan mengundang,sanak
saudara, para tamu untuk memberi restu kepada anak
daro dan marapulai. Anak
daro berhias di rumahnya, dan marapulai di jemput oleh pihak wanita atau bundo
kanduang dan dua orang sumandan,
setelah marapulai datang di
rumah anak daro disambuik
dengan nasi kunyik, dan sirih dalam carano , payung kuning,
dan alat musik tradisional.anak daro dan marapulai basandiang dipelaminan. Setelah acara baralek
marapulai di antar pulang oleh saudara ibu perempuan anak
daro. Di hari senin japuik marapulai dengan ninik mamak dan urang sumando membawa
pakaian jas, sepatu dan kain sarung dan sirih sebagai tanda menantu baru
yang datang kerumah mertua.
Pula informan lain yang pernah menjadi Sumandan
dalam psoses pernikahan Manjapuik marapulai tinggal di Padang menuturkan bahwa proses adat
Padang yang begitu berkesan dan anak kecil dari pihak perempuan juga ikut serta
yang biasa disebut anak daro ketek.
Sumandan
menjemput marapulai untuk di bawa
kerumah pihak anak daro diiringgi 2 orang Sumandan. Dengan
menggunakan pakaian adat minang dan suntiang ketek sebagai simbol. Kedua Sumandan
berdiri di kiri dan di kanan marapulai saat menggiringgi marapulai berjalan menuju rumah Anak daro.
Bahwa marapulai asli Padang biasanya pakai uang japuik dan
uang
dapur diminta oleh pihak Marapulai. Sedangkan Anak
daro yang memakai adat Padang
isi kamar atau perabot pihak wanita yang membiayai sendiri baik uang
dapur, perhelatan buat baralek dan segala macam sesuai dengan kemampuan pihak
keluarga.
Adat Istiadat Perkawinan Di Pesisir Selatan, oleh Bundo kanduang Pesisir Selatan[6]
Pesisir Selatan dengan panjang daerah ± 240 Km
terletak di selatan Kodya Padang, terdiri dari 11 Kecamatan dan 36 Kenagarian.
Setiap Kecamatan ataupun Kenagarian mempunyai kekhususan-kekhususan dalam adat
istiadat perkawinan namun demikian secara umum mempunyai banyak kesamaan
terutama dalam simbol-simbol adat, ataupun maksid yang terkandung dalam setiap
bagian adat istiadat dan tata cara perkawinan itu.Bundo kanduang Pesisir
Selatan merangkum adat istiadat itu seperti tulisan dibawah ini.
A. Acara
Pendahuluan
Pada bagian ini disebut “Manapiak Bandua”.Acara ini di mulai, apabila sudah ada
kesepakatan adat dan tinjau meninjau yang biasanya dilakukan oleh pihak ketiga
(setangkai).“Manapiak Bandua” yaitu rombongan kecil dari pihak anak daro yang biasanya terdiri
dari mandeh, bapak, mamak, urang sumando, pasumandan
bako
yang paling dekat/ datang ke rumah keluarga calon marapulai. Rombongan
kecil ini membawa buah tangan berupa kue-kue, nasi lamak baluo,
pisang, dll. Di rumah calon marapulai pun , telah menunggu pula sekelompok kecil
tuan rumah, yang sama pula keadaannnya dengan rombongan yang datang.
Tujuannnya adalah pihak calon anak daro menyampaikan keinginan
hati hendak menjodohkan anak kemenakan perempuan mereka dengan anak kemenakan
dari pihak tuan rumah, melalui pasombahan, sisomba ataupun pepatah-petitih dari kato bajawek, gayuang basambuik yang
disampaikan oleh juru bicara yaitu urang sumando kepada mamak kedua
belah pihak maksud itu disampaikan.
Setelah rundingan disepakati oleh kedua belah pihak,
biasanya setelah beberapa hari setelah itu pihak keluarga marapulai mendatangi pula keluarga anak dara untuk
menyatakan menerima maksud hati kedatangan anak daro beberapa hari yang lalu dan mambicarakan tentang
pematangan acara pernikahan.
Sebelum urutan acara resmi pernikahan dimulai menurut
adat istiadat maka masing-masing pihak mengadakan acara yang disebut “minum kopi”
dikaumnya. Acara minum kopi ini bertujuan untuk memberitahukan kepada keluarga
dekat ninik mamak, urang sumando, mandeh bapak, bako bahwa
kemenakan yang bersangkutan dengan anak kemenakan dari kaum lain atau
istilahnya “kama angkek alek ”. Perundingan menyangkut tata
cara perkawinan yang diadakan, persiapan-persiapan alek dan petugas-petugas alek , sekalian
menghimpun dana bantuan/gotong royong untuk membiayai alek yang diadakan.
B. Acara Resmi
1. Babako
Acara ini dilaksanakan oleh calon penganten
ditempatnya masing-masing. Adapun tujuan acara ini sebagai pernyataan kasih
sayang dan restu dari pihak bako (keluarga ayah pihak penganten)
terhadap anak pisang nya yang akan menempuh hidup baru. Rombongan Induk Bako yang
berkumpul dirumah salah seorang keluarga dekat ayah ma arak pisangnya yang
akan menjadi penganten ditempat kediaman anak pisang itu sendiri untuk “ diasoki (diasapi)dengan kemenyan
(kumayan) dan dilimaui dengan limau harum”.
Kedua macam benda itu melambangkan do’a untuk
keselamatan penganten dan melambangkan membersihkan diri lahir bathin serta
dorongan untuk memperkuat mental sebelum melangsungkan pernikahan. Arakan ini
dilengkapi dengan sejumlah bawaan sebagai paragiah (pemberian) dan sumbangan
dari pihak keluarga ayah. Bawaan itu antara lain terdiri dari nasi kunyit,
sejumlah bahan sandang kain panjang, sarung, beras, dan sebagainya. Bahkan
bawaan ini dilengkapi dengan perhiasan emas, ternak sapi, kerbau, ataupun
kambing, sesuai dengan kemampuan pihak bako. Arak-arakan ini diiringi pula
dengan bunyi-bunyian talempong, pupuik sarunai.
2. Maanta siriah
Acara ini dilaksanakan oleh pihak keluarga marapulai
datang ke rumah anak daro dengan membawa sirih
yang disusun diatas dulang dengan segala kelengkapannya disertai dengan sejumlah
bawaan berupa pakaian untuk anak
daro sapatagak dengan cermin
alat-alat berhias, alat rumah tangga lainnya seperti sprei (alas tempat tidur) alat-alat
makan. Selain itu juga membawa bahan-bahan dapur mulai dari cabe, garam,bawang,
ikan, ayam, daging, sayur-sayuran dan buah-buahan yang semua bawaan ini adalah
sebagai pernyataan dari “putiah mato dapek dilihat, putiah hati bakaadaan”.
Jadi tindak lanjut dari acara pinang maminang yang
telah disepakati secara resmi, kalau keluarga mampuh bawaan ditambah pulah
dengan perhiasan emas. Setelah acara maanta siriah, biasanya pada malam
hari diadakanlah acara puncak yaitu Ijab Kabul antara kedua mempelai
dirumah anak daro.
3. Manjapuik marapulai
Untuk acara nikah, marapulai dijemput oleh pihak keluarga anak daro kerumahnya. Rombongan
penjemput biasanya terdiri dari urang sumando, mamak-mamak, ibu dari
bapak kira-kira 10 sampai 15 orang. Rombongan ini membawa syarat-syarat yang
telah disepakati tatkala setelah berunding terjadi sambah manyambah pepatah petitih antara kedua belah pihak, maka
rombongan dari anak daro ditambah
dengan rombongan dari rumah marapulai berangkat ma arak marapulai kerumah anak daro untuk nikah.
Acara ini disebut maanta marapulai. Di Pesisir
Selatan khususnya di Painan acara maanta marapulai ini terkenal dengan istilah Badampiang.
4. Badampiang (Maanta Marapulai )
Badampiang adalah akronim kata dari ayo hampir
sampai, bahasa setempat hampir (ampiang), kata ampiang ini menjadi bagian
dari sorak-sorai rombongan pengantar marapulai tadi (ampiang sampai kerumah anak daro). Pada acara ini marapulai
diantar oleh rombongan yang
sudah bergabung tadi kerumah anak
daro untuk nikah. Diiringi dengan bunyi-bunyian pupuik talempong
yang diselingi dengan pantun-pantun yang menyatakan betapa sedih bercampur
gembira keluarga marapulai melepas
anaknya masuk kekeluarga kaum lain.
Disamping itu juga diselingi dengan pantun-pantun
jenaka dari urang-urang mudo yang bertujuan untuk menggoda marapulai yang akan memasuki hidup baru. Semua
pantun-pantun ini didendang bersahut-sahutan oleh rombongan. Setiap selesai
satu atau dua pantun diselingi pula oleh sorak-sorai yang berbunyi “Ayo Dampiang”
(hampir sampai) oleh seluruh rombongan. Sampai rombongan tiba dirumah anak daro, setelah sambah
manyambah lalu dilaksanakanlah acara puncak tersebut.
5. Manjalang Mintuo
Setelah ijab kabul (nikah) maka keesokan harinya acara
dilanjutkan dengan “Manjalang Mintuo”.
Manjalang Mintuo adalah acara perkenalan resmi antara anak daro dengan pihak keluarga marapulai. Acara ini juga
sebagai pemberitahuan kepada orang sekampung bahwa pasangan ini sudah resmi
menjadi suami isteri.
Marapulai dan anak daro diarak pula dengan iringan talempong pupuik sarunai
melalui labuah nan panjang kerumah keluarga marapulai. Pada acara ini
juga dibawa sejumlah kue-kue, macam-macam sambal antaralain: rendang
daging, ikan, ayam, telur, sayur-sayuran, buah-buahan yang dihiasi
sedemikian rupa, demikian juga nasi kunyit dan panggang ayam. Setiba
dirumah marapulai diadakan do’a
selamatan serta perkenalan dengan keluarga besar marapulai .
Kemudian setelah acara-acara resmi ini selesai masih
ada lagi, rangkaian acara kecil yang harus dilakukan oleh anak daro, “Japuik Tigo Hari”
(jemput tiga hari). Acara ini dilaksanakan tiga hari setelah hari perkawinan.
Anak daro dijemput oleh pihak marapulai
untuk bermalam dirumah keluarga marapulai
(mintuo anak daro) dalam rangka mengenal lebih dekat dan menjalin silaturahim
dengan keluarga yang bersangkutan. Setelah itu dilanjutkan pula
acara jalang manjalang mamak, bako, mandeh, bapak, kedua belah pihak.
Persiapan
Pembuatan dan Mengantarkan Nasi lamak
Beberapa gambar di bawah ini memperlihatkan bagaimana
kesibukan persiapan untuk antaran nasi lamak itu.
.
Memarut
kelapa ratusan buah itu terpaksa dilakukan dengan mesin
Membungkus masing-masing perlengkapan nasi lamak dengan plastik
Mengantarkan nasi lamak dengan mobil
Mengantarkan nasi lamak dengan becak motor
Meremas kelapa yang sudah di kukur /diparut dengan mesin, untuk mengeluarkan santannya
Pekerjaan Memotong dan membersihkan ayam
Ayam mentah dan kanan ayam yang sudah masak tetapi belum di bumbui
Alat masak tradisional dandang, untuk memasak ketan
Memasak bumbu campuran untuk ayam pada kuali
Ketan pulut itu dimasak dengan dandang /dikukus dua kali, pada kukusan
kedua di campur dengan santan
Memadatkan nasi lamak untuk di masukkan ke masing-masing piring
Membungkus Nasi lemak dengan plastik
Membungkus hantaran dengan kain putih
Mengantarkan nasi lamak dengan mobil
Mengantarkan nasi lamak dengan becak motor
Kesimpulan
- Upacara nasi lemak ini menurut penulis memang unik dan jarang dilakukan oleh negeri lain, namun demikian sangat terasa memberatkan pihak perempuan, karena mengeluarkan uang tidak sedikit hanya untuk memberi tahu pihak bako dan pihak keluarga laki-laki. Cara antaran nasi lamak ini menurut penulis adalah alat untuk komunikasi, yaitu memberi tahu berbagai pihak bahwa akan dilangsungkannya perkawinan. Lihat tabel, ternyata yang diberikan nasi lamak itu adalah ke berbagai suku ( suku jambak dan suku balaimansiang di pihak ayah calon mempelai perempuan, suku jambak dan suku lain di pihak di pihak calon mempelai laki-laki). Dengan adanya antaran ini adalah sebagai tanda (simbol)
- Piring nasi lamak ini dikembalikan lagi oleh berbagai pihak yang diberikan sehari sebelum acara pernikahan, dengan syarat pengembalian itu diisi dengan uang, emas, atau pakaian atau kain sarung batik. Yang paling berat adalah pemberian dengan piring besar sebab pengembaliannya harus diisi emas
- Di daerah kota padang yang sudah maju, mangantarkan nasi lamak hanya satu buah saja ke pihak laki-laki
- Pada dasarnya acara perkawinan di minangkabau ada memiliki kemiripan, namun cara dan tradisi tambahan untuk acara ini berbeda-beda hal ini dapat dilihat sewaktu penulis membandingkan acara perkawinan di daerah Padang dan Painan, walaupun kedua lokasi ini sama-sama daerah pesisir.
Catatan Kaki
[1] Istilah
nasi lamak ada di temukan pada acara perkawinan di daerah Solok, kemungkinan
sekali tradisi ini di bawa oleh penduduk Solok, yang beremigrasi ke daerah ini
pada zaman lampau. Menurut cerita
sesepuh di daerah ini, daerah Padang
merupakan daerah rawa yang tidak berpenghuni. Karena desakan pertambahan
penduduk, maka mereka merantau ke daerah pesisir. Salah satu bukti kesamaan
suku di daerah ini adalah nama suku yang dipakai yaitu suku “balai mansiang” yang juga terdapat di daerah
Solok.
[2] http://deriwan.blogspot.com/2012/01/budaya.html,
di Malaysia disebut dengan “marisik”lihat http://ms.wikipedia.org/wiki/Perkahwinan_Diraja_Perak
[5] http://deriwan.blogspot.com/2012/01/budaya.html
Daftar Istilah
- Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah= pepatah minang berdasarkan ajaran Islam
- Agar-agar = sejenis makanan kecil dari rumput laut
- Alek = helat = perhelatan (upacara perkawinan)
- Anak daro = pengantin wanita
- Anak pisang = keturunan dari anak-laki-laki dalam suku
- Babako= memiliki bako, bako = pihak keluarga dari ayah
- Badampiang= pengertiannya sama dengan mengarak, mengadakan pawai untuk mengantarkan pengantin
- Bainai = ba=ber, berinai, inai adalah sejenis tumbuhan pacar merah untuk pewarnai kuku, sehari sebelum baralek
- Baralek = hajatan, pesta perkawinan
- Batagak Gala = pemberian gelar, biasanya laki-laki yang kawin di Padang Pariaman, diberi gelaran, misalnya gelar sutan, marah, atau sidi, gelaran yang lain tergantung ninik mamaknya.
- Bundo Kanduang = Secara harfiah Bundo Kanduang berarti ibu sejati atau ibu kanduang tapi secara makna Bundo Kanduang adalah pemimpin wanita di Minangkabau, yang menggambarkan sosok seorang perempuan bijaksana yang membuat adat Minangkabau lestari semenjak zaman sejarah Minanga Tamwan hingga zaman adat Minangkabau. Gelar ini diwariskan secara turun-menurun di Minangkabau dan dipilih pada lembaga Bundo Kanduang Sumatera Barat. Istri seorang Datuk kadang-kadang juga disebut sebagai Bundo Kanduang untuk tingkat suku. Bundo Kanduang, Kabupaten Pesisir Selatan, adalah Bundo Kanduang setingkat Kabupaten.
- Caniago, Jambak, Balaimansiang, adalah nama-nama suku di Minangkabau
- Carano = Cerana, piala
- Dulang = sejenis alat masak seperti dandang
- Kama angkek alek = kemana bentuk upacara adat di buat, kama = kemana, alek= perhelatan
- Kato bajawek, gayuang basambuik = kata berjawab, kata-kata adat balas-membalas
- Kue Bolu = kue yang dibuat dengan cetakan dari tepung terigu dan di kukus
- Ma arak = mengadakan arak-arakan, pawai
Arakan Pengantin dengan bendi (babako-babaki)
Arakan Pengantin dengan bendi (babako-babaki)
Arakan Pengantin dengan berjalan kaki (babako-babaki)
Pemain musik tradisi pengiring arakan (babako-babaki)
Pemain musik tradisi pengiring arakan
Arakan dalam acara maanta marapulai
- Maanta marapulai = mengantarkan pengantin pria
- Maanta siriah = mengantarkan sirih
Sirih sebagai tanda, sirih dimakan penerima sirih dengan sadah (kapur), buah pinang, dan gambir. Pengganti sirih adalah rokok
- Maantaan nasi lamak = mengantarkan nasi lamak
- Maantakan Siriah= mengantarkan sirih,sirih sejenis daun yang mengandung obat, khasiat
- Mahanta = mengantarkan
- Manapiak Bandua = melihat jendela, bandua = pintu, jendela (minang),artinya melihat pintu hati orang lain
- Manikam jajak = menikam jejak, artinya menelusuri asal muasal
- Manjalang Mintuo = pengertiannya sama dengan menikam jejak, mengunjungi mertua
- Manjapuik marapulai = menjemput marapulai, marapulai = pengantin pria
- Marapulai = pengantin pria
Marapulai sudah memakai pakaian yang moderen (tidak tradisi)
- Maresek= meraba-raba, memperkirakan
- Musik orgen= alat musik elektronik yang bentuknya mirip piano
Musik orgen dengan penyanyi
- Ninik mamak = saudara laki-laki dari pihak ibu dalam suku, dan yang dituakan, dihargai
Ninik mamak dalam sebuah suku (clan)
- Penghulu Bako= pimpinan adat dari pihak bako
- Pihak Lawan = pihak calon pengantin pria dianggap lawan (musuh)
- Pupuik sarunai = alat musik tiup dari batang padi yang ujungnya dari daun kelapa
- Sambah manyambah pepatah petitih= berbalas pidato adat
- Sanak dakek = saudara dekat, sanak = saudara
- Sapatagak = selengkapnya
- Suku = pewarisan suku di Minangkabau berdasarkan garis keturunan ibu (matrilineal)
- Sumandan = pendamping pengantin wanita saat pawai perkawinan (arak-arakan)
Sumandan
- Talempong = sejenis alat musik pukul
Talempong pacik.
Sumber:http://www.indonesiakaya.com/kanal/video_detail/talempong-pacik.
Lain-lain gambar/foto dari penulis
- Tetua = yang dituakan
- Tukang Ojek = pekerja jasa angkutan dengan sepeda motor pakai becak
- Uang Dapur = istilah lain dari uang jemputan, yang diberikan ke pihak laki-laki
- Uang jemputan = uang yang diminta pihak laki-laki sebagai syarat pernikahan
- Urang sumando = setiap suami yang mengawini perempuan dalam suku, urang sumando di anggap pihak lain dalam suku
Catatan Khusus
1. Babako-babaki
Sesuai
dengan judulnya, maka pelaksanaan acara ini dalam rentetan tata cara perkawinan
menurut adat Minangkabau memang dilaksanakan oleh pihak bako. Yang disebut
bako, ialah seluruh keluarga dari pihak ayah. Sedangkan pihak bako ini menyebut
anak-anak yang dilahirkan oleh keluarga mereka yang laki-laki dengan isterinya
dari suku yang lain dengan sebutan anak pusako. Tetapi ada juga beberapa nagari
yang menyebutnya dengan istilah anak pisang atau ujung emas.
Dalam sistem
kekerabatan matrilinial di Minangkabau, pihak keluarga bapak tidaklah begitu
banyak terlibat dan berperan dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam
lingkungan keluarga anak pusako. Menurut ketentuan adat setidaknya ada empat
peristiwa dalam kehidupan seorang anak pusako dimana pihak bako ikut
berkewajiban untuk mengisi adat atau melaksanakan acaranya secara khusus. Empat
peristiwa tersebut adalah :
- Waktu melaksanakan acara turun mandi atau memotong rambut anak pusako beberapa waktu setelah dilahirkan
- Waktu perkawinannya
- Waktu pengangkatannya jadi penghulu (kalau dia laki-laki)
- Waktu kematian
Khusus pada
waktu perkawinan anak pusako, keterlibatan pihak bako ini terungkap dalam acara
adat yang disebut babako-babaki. Dalam acara ini, sejumlah keluarga ayah secara
khusus mengisi adat dengan datang berombongan ke rumah calon mempelai wanita
dengan membawa berbagai macam antaran. Acara ini bisa besar, bisa kecil,
tergantung kepada kemampuan pihak keluarga bako.
Hakikat dari acara ini adalah
bahwa pada peristiwa penting semacam ini, pihak keluarga ayah ingin
memperlihatkan kasih sayangnya kepada anak pusako mereka dan mereka harus ikut
memikul beban sesuai dengan kemampuan mereka. Karena itulah dalam acara ini
rombongan pihak bako waktu datang kerumah anak pusakonya membawa berbagai macam
antaran. Terdiri dari berbagai macam barang yang diperlukan langsung oleh anak pusako,
seperti pakaian, bahan baju, perhiasan emas, lauk pauk baik yang sudah dimasak
maupun yang masih mentah, kue-kue dan lain sebagainya. Acara ini dilaksanakan
beberapa hari sebelum acara akad nikah dilangsungkan. Untuk efisiensi waktu dan
biaya terutama dikota-kota besar, acara babako-babaki ini sekarang sering
disetalikan pelaksanaannya dengan acara malam bainai. Sore harinya pihak bako
datang dan tetap tinggal dirumah anak pusakonya itu untuk dapat mengikuti acara
bainai yang akan dilangsungkan malam harinya.
Tata cara
Menurut
tradisi kampung, gadis anak pusako yang akan kawin biasanya dijemput dulu oleh
bakonya dan dibawa kerumah keluarga ayahnya itu. Calon anak daro ini akan
bermalam semalam dirumah bakonya, dan pada kesempatan itu yang tua-tua akan
memberikan petuah dan nasehat yang berguna bagi si calon pengantin sebagai
bekal untuk menghadapi kehidupan berumah tangga nanti.
Besoknya sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan calon pengantin wanita didandani oleh bako dan
lazimnya juga dipakaikan padanya pakaian adat pusaka bako, kemudian baru
diantarkan secara beramai-ramai dalam satu arak-arakan adat ke rumah ibu
bapaknya. Arak-arakan bako mengantar anak pusako ini diiringkan oleh para ninik
mamak dan ibu-ibu yang menjunjung berbagai macam antaran dan sering pula
dimeriahkan dengan iringan pemain-pemain musik tradisional yang ditabuh
sepanjang jalan.
Keluarga ibu juga mempersiapkan penyambutan kedatangan
rombongan bako ini dengan tidak kalah meriahnya. Mulai dari penyambutan di
halaman dengan tari galombang sampai kepada penyediaan hidangan-hidangan diatas
rumah. Setelah naik ke atas rumah, maka seluruh barang antaran sebagai tanda
putih hati yang dibawa bako-bako tersebut (kecuali binatang ternak yang hidup)
dijajarkan di tengah rumah untuk dapat disaksikan oleh orang banyak. Biasanya
yang menjadi juru bicara dalam acara ini adalah perempuan yang dihormati dalam
keluarga bako. Dialah yang dengan bahasa yang penuh papatah petitih akan
menyampaikan maksud kedatangan mereka dan membilang satu persatu antaran yang
mereka bawa sebagai tanda putih hati dan kasih sayang kepada anak pusakonya.
Dari pihak keluarga calon anak daro biasanya yang menyambut juga perempuan yang
sama mahirnya dalam berbasa-basi.
Barang-barang yang dibawa bako
- Sirih lengkap dalam carano (sebagai kepala adat)
- Nasi kuning singgang ayam (sebagai makanan adat)
- Perangkat busana. Bisa berupa bahan pakaian atau baju yang telah dijahit, selimut dll
- Perangkat perhiasan emas
- Perangkat bahan mentah yang diperlukan di dapur untuk persiapan perhelatan, seperti beras, kelapa, binatang-binatang ternak yang hidup, seperti ayam, kambing atau kerbau
- Perangkat makanan yang telah jadi, baik berupa lauk pauk maupun kue-kue besar atau kecil
Menurut
tradisi di kampung dulu, bawaan pihak bako ini juga dilengkapi dengan berbagai
macam bibit tumbuh-tumbuhan yang selain mengandung arti simbolik juga dapat
dipergunakan oleh calon anak daro dan suaminya sebagai modal untuk membina
perekonomian rumah tangganya nanti. Misalnya bibit kelapa, bibit padi dan tumbuh-tumbuhan
lainnya. Lazim juga dibeberapa daerah di Minangkabau, air harum racikan dari
haruman tujuh macam bunga dengan sitawa sidingin dan tumbukan daun inai yang
akan dipergunakan dalam acara mandi-mandi dan bainai, langsung disiapkan dan
ikut dibawa dalam arak-arakan keluarga bako ini. Semua barang bawaan keluarga
bako ini ditata secara khas diatas wadahnya sesuai dengan tradisi di daerahnya
masing-masing. Malah ada kalanya kerbau hidup yang dibawapun didandani dan
diberi pakaian khusus agar nampak menarik dan serasi untuk tampil dalam
arak-arakan itu. Dibeberapa daerah SumBar acara yang sama dengan tujuan yang
sama juga dilakukan oleh pihak keluarga ayah terhadap calon mempelai pria. (Sumber : Tata Cara Perkawinan Adat Minangkabau)
2.Malam Bainai
Secara
harfiah bainai artinya melekatkan tumbukan halus daun pacar merah yang dalam
istilah Sumatera Barat disebut daun inai ke kuku-kuku jari calon pengantin
wanita. Tumbukan halus daun inai ini kalau dibiarkan lekat semalam, akan meninggalkan
bekas warna merah yang cemerlang pada kuku. Lazimnya dan seharusnya acara ini
dilangsungkan malam hari sebelum besok paginya calon anak daro melangsungkan
akad nikah. Apa sebab demikian ? Pekerjaan mengawinkan seorang anak gadis untuk
pertama kalinya di Minangkabau bukan saja dianggap sebagai suatu yang sangat
sakral tetapi juga kesempatan bagi semua keluarga dan tetangga untuk saling
menunjukkan partisipasi dan kasih sayangnya kepada keluarga yang akan berhelat.
Karena itu jauh-jauh hari dan terutama malam hari sebelum akad nikah
dilangsungkan semua keluarga dan tetangga terdekat tentu akan berkumpul di
rumah yang punya hajat. Sesuai dengan keakraban masyarakat agraris mereka akan
ikut membantu menyelesaikan berbagai macam pekerjaan, baik dalam persiapan di
dapur maupun dalam menghias ruangan-ruangan dalam rumah.
Pada kesempatan inilah
acara malam bainai itu diselenggarakan, dimana seluruh keluarga dan tetangga
terdekat mendapat kesempatan untuk menunjukkan kasih sayang dan memberikan doa
restunya melepas dara yang besok pagi akan dinikahkan. Selain dari tujuan,
menurut kepercayaan orang-orang tua dulu pekerjaan memerahkan kuku-kuku jari
calon pengantin wanita ini juga mengandung arti magis.
Menurut mereka
ujung-ujung jari yang dimerahkan dengan daun inai dan dibalut daun sirih,
mempunyai kekuatan yang bisa melindungi si calon pengantin dari hal-hal buruk
yang mungkin didatangkan manusia yang dengki kepadanya. Maka selama
kuku-kukunya masih merah yang berarti juga selama ia berada dalam kesibukan menghadapi
berbagai macam perhelatan perkawinannya itu ia akan tetap terlindung dari
segala mara bahaya.
Setelah selesai melakukan pesta-pesta pun warna merah pada
kuku-kukunya menjadi tanda kepada orang-orang lain bahwa ia sudah berumah
tangga sehingga bebas dari gunjingan kalau ia pergi berdua dengan suaminya
kemana saja. Kepercayaan kuno yang tak sesuai dengan tauhid Islam ini, sekarang
cuma merupakan bagian dari perawatan dan usaha untuk meningkatkan kecantikan
mempelai perempuan saja. Tidak lebih dari itu.
Memerahkan kuku jari tidak punya
kekuatan menolak mara bahaya apa pun, karena semua kekuatan adalah milik Allah
semata-mata. Dibeberapa nagari di Sum Bar acara malam bainai ini sering juga
diawali lebih dahulu dengan acara mandi-mandi yang dilaksanakan khusus oleh
wanita-wanita disiang hari atau sore harinya. Maksudnya kira-kira sama dengan
acara siraman dalam tradisi Jawa.
Calon anak daro dibawa dalam arak-arakan
menuju ke tepian atau ke pincuran tempat mandi umum yang tersedia dikampungnya.
Kemudian perempuan-perempuan tua yang mengiringkan termasuk ibu dan neneknya,
setelah membacakan doa, secara bergantian memandikan anak gadis yang besok akan
dinobatkan jadi pegantin itu. Jika kita simpulkan maka hakikat dari kedua acara
ini untuk zaman kini mempunyai tujuan dan makna sbb:
- Untuk mengungkapkan kasih sayang keluarga kepada sang dara yang akan meninggalkan masa remajanya,
- Untuk memberikan doa restu kepada calon pengantin yang segera akan membina kehidupan baru berumahtangga,
- Untuk menyucikan diri calon pengantin lahir dan batin sebelum ia melaksanakan acara yang sakral, yaitu akad nikah,
- Untuk membuat anak gadis kelihatan lebih cantik, segar dan cemerlang selama ia berdandan sebagai anak daro dalam perhelatan-perhelatannya.
- Bagi orang-orang Minang yang mengawinkan anak gadisnya di Jakarta, acara-acara ini juga sudah lazim dilaksanakan. Tetapi untuk efisiensi waktu dan pertimbangan-pertimbangan lain seringkali kedua acara tersebut pelaksanaannya digabung menjadi satu. Acara mandi-mandipun dibuat praktis tanpa harus benar-benar mengguyur si calon pengantin, tapi cukup dengan memercikkan saja air yang berisi haruman tujuh kembang itu di beberapa tempat ditubuhnya.
Tata busana
Untuk
melaksanakan acara ini calon pengantin wanita didandani dengan busana khusus
yang disebut baju tokah dan bersunting rendah. Tokah adalah semacam selendang
yang dibalutkan menyilang di dada sehingga bagian-bagian bahu dan lengan nampak
terbuka. Untuk serasi dengan suasana, maka orang-orang yang hadir biasanya juga
mengenakan baju-baju khusus. Teluk belanga bagi pria dan baju kurung ringan
bagi wanita, begitu juga ayah bunda dari calon anak daro. Disamping itu
biasanya juga disiapkan beberapa orang teman-teman sebaya anak daro yang
sengaja diberi berpakaian adat Minang untuk lebih menyemarakkan suasana.
Tata cara
Jika acara
mandi-mandi dilaksanakan secara simbolis maka di salah satu ruangan di atas
rumah ditempatkan sebuah kursi dengan payung kuning terkembang melindunginya.
Sesudah sembahyang Magrib kalau tamu-tamu sudah cukup hadir, maka calon anak
daro yang telah didandani dibawa keluar dari kamarnya, diapit oleh gadis-gadis
kawan sebayanya yang berpakaian adat.
Untuk memberikan warna Islami, keluarnya
calon anak daro dari kamarnya ini disambut oleh kelompok kesenian yang
mendendangkan salawat Nabi yang mengiringkannya sampai duduk di kursi yang
telah disediakan. Seorang dari saudaranya yang laki-laki, apakah kakaknya atau
adiknya, berdiri dibelakangnya memegang payung kuning. Ini maknanya ialah bahwa
saudara laki-laki yang kelak akan menjadi mamak bagi anak-anak yang akan
dilahirkan oleh calon pengantin merupakan tungganai rumah yang bertanggung
jawab untuk melindungi dan menjaga kehormatan saudara-saudaranya dan
kemenakan-kemenakannya yang wanita.
Setelah itu dua wanita saudara-saudara
ibunya berdiri mengapit dikiri kanan sambil memegang kain simpai. Ini maknanya
: menurut sistem kekerabatan matrilinial, saudara-saudara ibu yang wanita
adalah pewaris pusako yang berkedudukan sama dengan ibu anak daro. Karena itu
dia juga berkewajiban untuk melindungi anak daro dari segala aib yang bisa
menimbulkan gunjingan yang dapat merusak integritas kaum seperinduan.
Walaupun
acara mandi-mandi dilaksanakan secara simbolik, kecuali ayah kandungnya maka
orang-orang yang diminta untuk memandikan dengan cara memercikkan air haruman
tujuh macam bunga kepada calon pengantin wanita ini hanya ditentukan untuk
perempuan-perempuan tua dari keluarga terdekat anak daro dan dari pihak
bakonya. Jumlahnya harus ganjil. Umpamanya lima, tujuh atau sembilan orang. Dan
yang terakhir melakukannya adalah ayah ibunya.
Jumlah ganjilnya ini ditetapkan
sesuai dengan kepercayaan nenek moyang dahulu yang mungkin mengambil pedoman
dari kekuasaan Tuhan dan peristiwa alam, atau karena angka-angka ganjil selalu
berhubungan dengan peristiwa-peristiwa sakral. Seperti sembahyang lima waktu,
langit berlapis tujuh, sorga yang paling diidamkan oleh seorang Muslim juga
sorga ketujuh. Tawaf keliling Ka’bah dan Sa’i pulang balik antara Safa dan
Marwa dilaksanakan juga tujuh kali. Pada beberapa kenagarian calon anak daro
yang akan dimandikan itu selain disiram dengan air yang berisi racikan tujuh
kembang, maka tubuhnya juga dibaluti dengan tujuh lapis kain basahan yang
berbeda-beda warnanya.
Setiap kali satu orang tua selesai menyiramkan air
ketubuhnya, maka satu balutan kain dibuka, dst.’ Jika acara mandi-mandi ini
dilaksanakan secara simbolik, maka air haruman tujuh bunga itu dipercikkan
ketubuh calon anak daro dengan mempergunakan daun sitawa sidingin. Tumbukan
daun ini dikampung-kampung sering dipakai diluar maupun diminum, ia berkhasiat
untuk menurunkan panas badan. Karena itu disebut daun sitawa sidingin.
Acara
memandikan calon anak daro ini diakhiri oleh ibu bapaknya. Setelah itu kedua
orang tuanya itu akan langsung membimbing puterinya melangkah menuju ke
pelaminan ditempat mana acara bainai akan dilangsungkan. Perjalanan ini akan
ditempuh melewati kain jajakan kuning yang terbentang dari kursi tempat
mandi-mandi ke tempat pelaminan.
Langkah diatur sangat pelan-pelan sekali
karena kedua orang tua harus menghayati betul acara itu yang mengandung
nilai-nilai simbolik yang sangat berarti. Setelah sekian tahun ia membesarkan
dan membimbing puterinya dengan penuh kehormatan dan kasih sayang, maka malam
itu adalah kesempatan terakhir ia dapat melakukan tugasnya sebagai ibu bapa,
karena besok setelah akad nikah maka yang membimbingnya lagi adalah suaminya.
Kain jajakan kuning ini setelah diinjak dan ditempuh oleh calon anak daro,
segera digulung oleh saudara kali-lakinya yang tadi waktu acara mandi-mandi
memegang payung kuning. Tindak penggulungan kain kuning itu mengandung
harapan-harapan, bahwa si calon anak daro benar-benar melakukan perkawinan itu
cukuplah satu kali itu saja seumur hidupnya. Kalaupun akan berulang, maka itu karena
maut yang memisahkan mereka.
Bainai
Jika acara
memandikan calon anak daro hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu
saja, maka acara melekatkan tumbuhan inai ke kuku-kuku jari calon pengantin
wanita Minang ini dapat dilakukan oleh siapa saja. Dapat pula dimintakan untuk
dilaksanakan oleh tamu-tamu yang dihormati malam itu, bisa oleh keluarga calon
besan. Ada beberapa kenagarian di SumBar, acara bainai ini juga dapat dilakukan
bersamaan dengan mengikutsertakan calon pengantin pria. Tapi duduk mereka tidak
disandingkan, dan kalaupun ada yang langsung mempersandingkan maka tempat calon
pengantin pria tidak di sebelah kanan, tetapi di sebelah kiri calon pengantin
wanita. Kuku jari yang diinai sama juga dengan acara mandi-mandi, harus ganjil
jumlahnya. Paling banyak sembilan.
Menurut tradisi di kampung dulu, kesempatan
pada acara bainai ini setiap orang tua yang diminta untuk melekatkan inai ke
jari calon anak daro setelah selesai biasanya mereka berbisik ke telinga anak
daro. Bisikan-bisikan itu bisa berlangsung lama, bisa sangat singkat. Maksudnya
mungkin untuk memberikan nasehat-nasehat yang sangat rahasia mengenai kehidupan
berumahtangga, atau bisa juga hanya sekedar seloroh untuk membuat si calon anak
daro tidak cemberut saja dihadapan orang ramai.
Pelaksanaan kedua acara ini
biasanya dipimpin oleh perempuan-perempuan yang memang telah ahli mengenai
pekerjaan ini yang dibeberapa daerah di Sum Bar disebut uci-uci. Seringkali
juga pada malam bainai ini acara dimeriahkan dengan menampilkan kesenian-kesenian
tradisional Minang. Di daerah pantai Sum Bar, hiburan yang ditampilkan lazimnya
ialah musik gamat dengan irama yang hampir sama dengan lagu-lagu senandung dan
joget Melayu Deli, sehingga mampu untuk mengundang orang secara spontan tegak
menari menyambut selendang-selendang yang diulurkan oleh para penyanyi dan
penari-penari wanita. (Sumber : Tata Cara Perkawinan Adat Minangkabau)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar