Penggunaan Blog

Selasa, 16 September 2014

Kelompok Seni Pertunjukkan di Sumatera Barat


Peningkatan Ketrampilan dan Pengetahuan Berolah Seni Melalui Pemberian Teknik Mengemas
dan Penataan Pertunjukkan




oleh
Indrayuda






Abstrak
Artikel ini bertunjuan untuk mengungkapkan pening-katan ketrampilan dan pengetahuan berolah seni kelompok Seni Pertunjuakn melalui pemberian Teknik Mengemas dan Penataan Seni Pertunjukan Hiburan, yang bersifat tindakan intervensi pengetahuan dan sosial, yang berupa pemberian pengetahuan berolah seni, yaitu teknik mengembangkan gerak dan musik tari serta kostum dan tata rias, yang berdampak kepada ketrampilan menata dan mengemas seni pertunjukan hiburan, yang dapat dijual dalam industri seni hiburan. Selain itu juga untuk memberikan pengetahuan manajemen seni pertunjukan, yang bermanfaat untuk memproduksi dan mengelola serta mempublikasikan dan menganalisis pasar, dalam ranah seni pertunjukan hiburan.Metode yang dipakai dalam kegiatan ini yaitu berupa bentuk Permainan, hal ini untuk mengatasi kejenuhan dan menambah kesadaran baru terhadap konsep-konsep cara mengemas karya seni pertunjukan. Selain itu, Studi Kasus yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi Mitra di lapangan. Selanjutnya Praktek atau Peragaan tentang cara mengemas, tak kalah penting juga dilakukan cara Brain Storming, Diskusi dan Ceramah. Diskusi dilakukan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan materi yang dipaparkan, baik menyangkut pengetahuan dan ketrampilan. Ceramah dilakukan untuk memberikan materi yang sifatnya normatif (yaitu aturan yang berlaku secara lokal dan nasional).Hasil yang diperoleh, menunjukan kekurangmampuan mengemas selama ini oleh mitra, telah dapat diatasi dengan adanya pengetahaun koreografi dan ketrampilan mengemas tataan tari yang telah diberikan oleh instruktur IBM dari FBS UNP. Kelompok mitra telah memiliki wawasan terhadap produksi tari dan musik yang berorientasi pada industri hiburan. Melalui pelatihan dan penyuluhan ini, masyarakat tempatan telah memahami dampak dari pengembangan seni tradisi menuju seni industri. 



Kata Kunci: seni pertunjukan, kemasan, industry, hiburan

A. Pendahuluan

Kelompok seni pertunjukkan merupakan suatu wadah tempat mengelola berbagai macam bentuk seni pertunjukkan. Kelompok seni pertunjukan di Sumatera Barat terdapat di berbagai daerah tingkat II, yaitu daerah Kabupaten dan Kota, seperti di Kabupaten Tanah Datar, Agam dan Padang Pariaman maupun kota Padang dan Bukittinggi. Rata-rata di Sumatera Barat kelompok pertunjukkan terdapat di berbagai wilayah Nagari di setiap Kabupaten, yang dinaungi oleh Pemerintahan Nagari. Pada tingkat kota, kelompok seni pertunjukkan tidak menjadi milik masyarakat nagari, akan tetapi menjadi milik perorangan ataupun kelompok seniman tertentu. 

Selama ini, meskipun telah ada pembinaan dan pengarahan atau pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah nagari, ataupun oleh pemerintah daerah melalui dinas yang mengurus kesenian. Namun tetapi pembinaan tersebut belum mampu menjadikan kelompok seni pertunjukkan tersebut untuk mampu mengemas atau menata pertunjukannya sesuai dengan konteks seni pertunjukan hiburan. Sehingga setiap kali pertunjukan yang mereka lakukan masih belum dapat dikategorikan bernilai jual untuk konsumsi seni hiburan. 

Berdasarkan hasil Survey Tim Kajian Seni Pertunjukan Sendratasik FBS UNP (2011), kelompok seni pertunjukan tersebut, mengalami beberapa persoalan yang membuat mereka kurang mampu bersaing dalam percaturan seni pertunjukan hiburan dewasa ini, adapun masalah tersebut antara lain menyangkut: (1) Kurangnya penguasaan pengetahuan dan ketrampilan menggerakan potensi ekonomi yang ada pada pertunjukan kesenian baik dari segi tari dan musik, (2) Kurangnya penguasaan pengetahuan dan ketram-pilan dalam teknik mengolah bentuk tari dan musik yang mampu dijual sebagai seni pertunjukan hiburan, dalam industri hiburan dan kepariwisataan, (3) Kurangnya pengeta-huan dan ketrampilan dalam menata pertunjukan dan mengemasnya untuk industri hiburan, (4) Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan dalam memanfaatkan teknologi untuk mendukung proses penciptaan dan pementasan karya seni pertunjukan dalam ranah industri hiburan. Selain itu kurangnya kemampuan mempublikasikan produksi dan menganalisis pasar. 

Seiring dengan maraknya perkembangan seni pertunju-kan hiburan yang lebih populer di Sumatera Barat, kelemahan yang dihadapai oleh sebagian besar kelompok seni pertunjukan di berbagai kawasan nagari atau daerah belum mampu bersaing dengan kelompok seni hiburan di perkotaan. Ramainya alumni institusi akademi seni dan perguruan tinggi seni yang bergabung dengan kelompok seni pertunjukan di perkotaan, telah menjadikan kelompok seni pertunjukan tersebut sebagai kelompok seni pertunjukan semi profesional maupun profesional. Kelompok seni tersebut telah disentuh oleh pengetahuan tentang koreografi dan komposisi, harmoni, tata teknik pentas, tata rias dan busana maupun tentang manajerial yang berorientasi pada industri seni pertunjukan. Pada gilirannya kelompok seni pertunjukan di perkotaan mampu menata pertunjukannya yang lebih berkualitas dan menarik banyak minat penonton atau penikmat seni, atau lebih tepatnya pasar seni pertunjukan hiburan. 

Lemahnya pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh sebagian besar kelompok seni pertunjukan, terlebih mengenai masalah IPTEK dari perspektif seni pertunjukan, industri seni pertunjukan maupun masalah pemasaran. Realitasnya banyak kelompok seni pertunjukan di berbagai daerah yang terpinggirkan oleh pasar seni pertunjukan. Sering pada pertunjukan yang dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan daerah, kebanyakan tampilan dari kelompok seni pertunjukan dimaksud kurang memuaskan secara visual, audio maupun secara tata acaranya. Pada gilirannya banyak para pengelola pariwisata yang merasa kecewa dengan tampilan yang dimaksud, sehingga pihak konsumer yang menikmati suguhan tersebut banyak menyampaikan komplainnya pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan daerah. Meskipun sebagai seni pertunjukan tradisional, ada hal-hal yang unik dari pertunjukan tersebut. Akan tetapi unik saja belum cukup mampu memuaskan selera penikmat seni. 

Berbicara pertunjukan banyak aspek yang harus diperhatikan oleh pelaku dan pengelola seni pertunjukan yaitu salah satunya aspek kemasan, selain aspek kemasan juga aspek ketrampilan dan aspek penataan pertunjukan ataupun tata cara menyajikan. Mengenai semua aspek yang mendukung pertunjukan tersebut, sehingga pertunjukan dapat bernilai guna dan bernilai artistik maupun estetik, hal tersebut perlu dilatihkan dan dipelajari melalui pembelajaran tentang aspek tersebut. Karena ketrampilan dan pengetahuan tersebut tidak dapat datang dengan sendirinya tanpa usaha pelatihan dan pembelajaran. Sebab itu, para kelompok seni pertunjukan yang berada di daerah cenderung belum mampu bersaing dengan kelompok seni pertunjukan yang berada di perkotaan. Hal ini telah dapat dipastikan karena kelompok seni pertunjukan di daerah kurang menguasai ketrampilan dan pengetahuan tentang aspek-aspek seni pertunjukan hiburan, yang nota benenya saat ini telah menjadi komoditi industri. 

Memandang perlunya pengetahuan dan ketrampilan bagi masyarakat khususnya masyarakat seni pertunjukan, salah satu jalan yang perlu dilakukan adalah memberikan kontribusi yang bermanfaat dan bernilai guna pada masyarakat tersebut. Pada gilirannya pengetahuan dan keterampilan tersbeut mampu dimanfaatkan mereka untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta ketrampilan mereka, yang berorientasi pada kesejahteraan hidup mereka pada masa kini dan masa datang. Kontribusi yang perlu diberikan adalah membenahi kekurang pengetahuan dan ketrampilan mereka terhadap aspek yang menjadi lemah bagi mereka dalam menyuguhkan tampilan seni pertunjukan. Merujuk pada observasi di lapangan yang paling mendasar menjadi titik lemah dari kelompok seni pertunjukan di daerah adalah masalah kemasan, tata cara menyuguhkan, dan penataan komposisi. 

Selain kelompok seni pertunjukan di daerah memiliki kekurangan dari aspek IPTEK, aspek sikap dan perilaku sebagai sebuah kelompok seni pertunjukan yang berorientasi pada pasar seni pertunjukan hiburan dirasa perlu juga untuk dibenahi untuk kelompok seni pertunjukan dimaksud, sehingga seni pertunjukan tersebut memiliki kualitas yang holistik baik aspek sikap sebagai seorang artis (seniman) yang mampu melayani pencinta seni atau penikmat seni, maupun aspek ketrampilan dalam memerankan atau menyuguhkan pertunjukan dan aspek pengetahuan dalam menata diri, karyanya, dan hal-hal yang berhubungan dengan karya itu sendiri. Aspek perilaku sering menjadi kelemahan yang kurang terperhatikan oleh banyak kelompok seni pertunjukan, baik di perkotaan yang merupakan kelompok yang telah mapan, apalagi kelompok seni pertunjukan di daerah. Oleh sebab itu perilaku sebagai seorang yang melayani orang banyak juga perlu diberikan pengetahuannya, bagaimana semestinya melayani masyarakat penonton dengan baik agar mereka tetap enjoi dan betah dengan suguhan tarian yang dipertontonkan. 

Program kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini juga didukung oleh hasil penelitian Tim Dosen Seni Pertunjukan di Jurusan Sendratasik FBS UNP (2010). Selain itu, program ini diperkuat juga oleh hasil diskusi dan observasi Tim Seni Pertunjukan FBS UNP (2011). 

Berdasarkan hasil penelitian Tim Seni Pertunjukan Jurusan Sendratasik FBS UNP, berdasarkan data yang diperoleh, bahwa aspek-aspek komposisi, koreografi dan pengemasan paket seni pertunjukan sangat lemah pada berbagai kelompok seni pertunjukan di Sumatera Barat. Selain itu, pengetahuan tentang aspek manajemen seni pertunjukan juga sangat lemah di berbagai kelompok seni pertunjukan di Sumatera Barat. Sehinga kelompok seni pertunjukan tidak paham dalam mengelola, dan memasarkan produknya kepada konsumen, disamping itu mereka sangat lemah membaca selera pasar. Sehingga mereka selalu kalah bersaing dalam memasarkan hasil produksi karya seni mereka dalam kancah industri seni pertunjukan hiburan. 

Temuan penelitian tersebut dijadikan suatu pintu gerbang untuk melakukan kegitan pengabdian masyarakat, yaitu berupa intervensi sosial dan budaya, guna melaksanakan perubahan sosial budaya bagi masyarakat pencipta seni dan seniman, sebagai upaya memperbaiki tingkat pengetahuan, ketrampilan dan kesejahteraan mereka. Dari hasil kajian mereka. Dai hasil kajian menggambar bahwa selain ini kesenian yang mereka prodak atau yang mereka hasilkan berupa persembahan seni pertunjukan hiburan, belum mampu mereka gali dalam potensi ekonomi. Karena disebabkan lemahnya pengetahuan mereka dalam mengolah atau menciptakan produk. Seni pertunjukan mereka tanpa sntuhan teknologi. Sehingga produk karya cipta seni pertunukan yang mereka hasilkan belum bernilai jual. 

Oleh sebab itu, upaya yang dilakukan adalah intervensi pengetahuan dan sosial, yang berupa pemberian pengetahuan berolah seni, yaitu teknik mengembangkan gerak dan musik serta kostum dan tata rias, yang berdampak kepada ketrampilan menata dan mengemas seni pertunjukan hiburan, yang dapat dijual dalam industri seni hiburan. Selain itu juga untuk memberikan pengetahuan manajemen seni pertunjukan, yang bermanfaat untuk memproduksi dan mengelola serta mempublikasikan dan menganalisis pasar, dalam ranah seni pertunjukan hiburan. 

Berdasarkan hasil penelitian Susmiarti (2011), lemahnya pengetahuan mengelola pertunjukan, berdampak kepada punahnya keberadaan seni tradisional dalam masyarakat. Karena rata-rata pengelola dan penggiat seni pertunjukan seni pertunjukan tradisional, umumnya berusia tua, dan lemah dalam pengetahuan manajerial tentang seni pertunjukan. Sehingga pemasaran dan publikasi pertunjukan yang mereka lakukan sering tidak mampu menyentuh masyarakat luas. Oleh sebab itu, karya seni pertujukan mereka belum mampu dikenal oleh masyarakat luas, pada gilirannya pihak konsumen sebagai pemakai atau pelanggan dari jasa pertunjukan kurang berminat untuk menggunakan jasa mereka. 

Selain itu, kurangnya pengetahuan dalam pemanfaatan teknologi dalam cipta seni, sehingga karya seni mereka belum dapat bersaing dengan seni hiburan yang diciptakan oleh kalangan akademik. 

Berhadapan dengan itu, perlu dilakukan peningkatan wawasan dan pengetahuan serta ketrampilan dalam mengelola organisasi seni pertunjukan, pada gilirannya terdapatnya peningkatan order dari konsumen, maupun pasar tempat penampunyan produksi mereka, sehingga karya cipta seni yang mereka produksi mampu dinikmati oleh masyarakat dan bernilai jual. Secara tidak langsung hasil produksi seni pertunjukan terseut dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Meskipun tujuan mereka adalah sebagai wadah untuk mempertahankan jati diri daerah mereka, selain dari untuk melestarikan keberlangsungan budaya nenek moyang mereka sendiri. 

Oleh demikian, perlu kiranya diadakan sebuah kegiatan berbagi ilmu dan pengetahuan (IPTEK) yang dilakukan oleh tim pelaksana IBM dari Universitas Negeri Padang. Hal ini dipandang sebagai sebuah langkah positif guna menunjang kemampuan berolah seni bagi masyarakat yang menjadi binaan tim IBM FBS Universitas Negeri Padang. Kontribusi kegiatan ini, diharapkan akan berdampak pada peningkatan kelompok seni pertunjukan daerah binaan untuk memacu diri agar mampu bersaing dengan kelompok seni pertunjukan yang telah menjadi langganan pasar seni industri seni pertunjukan hiburan di berbagai perkotaan. 
Kegiatan ini merupakan jawaban dari antisipasi kekurang mampuan kelompok seni pertunjukan daerah untuk bersaing pada tingkat industri seni pertunjukan di Sumatera Barat. Adanya pelatihan ini, diprediksi mampu meningkatkan peta persaingan seni pertunjukan yang kompetitif dan menghasilkan kelompok seni pertunjukan daerah yang mampu terampil dan menguasai IPTEK dalam penyajian serta kemasan dan tataan seni pertunjukannya. Pada gilirannya kelompok seni pertunjukan daerah memiliki kesempatan go publik, yang berorientasi pada nilai ekonomi, yang ditengarai mampu membuka usaha tambahan bahkan lapangan pekerjaan baru bagi masyakarat tempatan. 

Indifikasi Permasalahan Mitra yang dapat diungkapkan antara lain: (1) Keadaan lingkungan seperti tempat pertujukan, ketersediaan penerangan dan air bersih, sanitasi, dan akses jalan menuju kawasan pertunjukan yang belum layak untuk mendukung industri hiburan. (2) Keadaan sosial budaya masyarakat tempatan, dimana adanya kebiasaan mencurigai para penikmatan seni atau wisatawan yang ingin menyaksikan pertujukan karya seni tersebut, (3) Fanatisme yang berlebihan terhadap adat dan budaya, serta pemikiran pencipta dan pengelola kesenian tempatan dalam pola tradisional, sehingga mereka berpikir bahwa keseniannya sebagai pengisi waktu luang (perintang waktu), (4) Tingkat pendidikan yang masih rendah dan banyak yang menjadi pengangguran dalam usia kerja, di lingkungan mitra binaan. Karena kurangnya pengetahuan dan ketrampilan dalam menggali potensi kerja dan ekonomi, yang bersumber kepada kesenian, (5) Masih banyaknya perilaku masyarakat tempatan yang belum berpihak kepada kesenian sebagai komoditi industri hiburan, (6) Tingkat pengetahuan tentang industri hiburan dan cara pengelolaan kesenian sangat lemah, (7) Sangat terbatasnya kemampuan seniman dalam menggarap karya seni, yang mampu bersaing dalam pasar seni pertunjukan hiburan, (8) Masih terbatasnya baik kualitas maupun kuantitas aparat dan fasilitas pemerintah yang tersedia untuk mendukung terlak-sananya pembangunan kebudayaan, dan (9) Belum terwujud-nya keterpaduan antara institusi pemerintah dan masyarakat dalam usaha perencanaan dan pelaksanaan kelestarian dan pengembangan seni budaya daerah, apalagi yang diarahkan dalam konteks seni sebagai komoditi industri, yang bernilai jual. 
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan dalam survey dan observasi awal, perlu dilakukan sesuatu kegiatan yang berhubungan dengan pengabdian pada masyarakat. Kegiatan tersebut untuk meningkatkan pengembangan sumber daya manusia di bidang peningkatan IPTEK bagi masyarakat. Dengan demikian, suatu tindakan aplikasi pengetahuan dan ketrampilan berolah seni perlu dilakukan sebagai tindak lanjut dari peningkatan kemampuan masyarakat dalam berolah seni. 

B. Metode Pelaksanaan 

1. Desk Study dan Survey 
Desk study dan survey merupakan metode pelaksanaan yang dilakukan pada langkah awal dari pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakt dalam berolah seni. Desk study menelusuri data-data baik yangberupa data primer dan data sekunder yang terkait dengan kegiatan pengabdian. Pada hakikatnya desk study menelusuri sejauhmana data-data primer dan sekunder mampu memberikan informasi untuk pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat dalam berolah seni. 
Selain itu, survey bertujuan untuk mengumpulkan informasi lapangan, sehingga memudahkan bagi pelaksana dan tim pelaksana untuk melakukan kegiatan pengabdian. Survey dalam konteks kegiatan pelatihan memberikan pengetahuan dalam berolah seni, baik cara mengemas, menata dan menyu-sun suguhan seni pertunjukan tidak saja berbentuk material, tetapi juga berbentuk etnografi tentang latar budaya dan sosial masyarakat yang menjadi objek binaan. 

2. Formulasi Pelatihan 
Metode pendekatan yang ditawarkan untuk mendukung realisasi program. Beberapa teknik yang digunakan dalam pelatihan ini adalah: 

a.Permainan 
Permainan dilakukan untuk membangun suasana selalu segar dalam pelatihan, mengatasi kejenuhan dan untuk menambah kesadaran baru terhadap konsep-konsep berolah seni yang mampu menjadi potensi ekonomi dan industri hiburan. 

b.Studi Kasus 
Studi kasus dilakukan dengan meninjau kasus-kasus, khususnya kasus-kasus yang dihadapi di lapangan untuk membahas mengenai cara memecahkan persoalan yang sering dihadapi peserta pelatihan di lapangan. 

c.Praktek/peragaan 
Praktek ataupun peragaan merupakan proses dari salah satu indikator kemampuan peserta latihan dalam menyerap materi yang diberikan. Praktek ini dilaksanakan untuk materi yang bersifat keterampilan dan cara pemecahannya. 

d. Brain Storming 
Brainstorming merupakan proses pengumpulan gagasan secara bersama-sama dan menjadi suatu inventarisasi terhadap gagasan yang dikemukakan. Brainstorming dilaksanakan untuk materi kusus yang bersifat pengetahuan. 

e. Diskusi 
Diskusi merupakan proses yang silakukan untuk membahas masalah yang dihadapi. Diskusi dilakukan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan materi yang dipaparkan, baik menyangkut pengetahuan dan ketrampilan. 

f. Ceramah 
Ceramah dilakukan untuk memberikan materi yang sifatnya normatif (yaitu aturan yang berlaku secara lokal dan nasional). Selain itu, juga menjelaskan rencana kegiatan sebagai langkah-langkah solusi atas persoalan yang disepakati bersama. 

3. Analisis Masalah 
Analisis masalah diperlukan dilakukan agar permasalahan dapat diatasi melalui kegiatan pengabdian masyarakat yang akan dilakukan. Analisis masalah dapat berupa analisis etnografi maupun analisis fenomenologi dan situasi yang terjadi pada mitra binaan. 

Gambaran etnografi dan hubungan masyarakat dengan konteks kegiatan perlu dianalisis sebelum kegiatan dilangsung-kan. Selain itu, gambaran fenomena-fenomena yang terjadi dalam sistuasi sosial daerah mitra binaan perlu dianalisis, sehingga kesemua analisis tersebut dapat memberikan gambaran tentang situasi sosial budaya daerah binaan. Pada akhirnya kegiatan akan dapat diarahkan pada tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. 

4. Pemecahan Masalah 

Tabel 1. Kerangka Pemecahan Masalah

Masalah
Pemecahan Masalah
Penyuluhan dan Pelatihan
Kegiatan
1.     Rendahnya pengetahuan dan ketrampilan menggerakan potensi berolah seni dengan sasaran ekonomi dan industri hiburan
2.     Rendahnya pengetahuan dan ketrampilan dalam mengemas dan menata karya seni pertunjukan yang berbasis industri hiburan
3.     Rendahnya pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan sentuhan teknologi dalam penggarapan karya seni pertunjukan dan pementasannya.
4.     Rendahnya pengetahuan menajemen seni pertunjukan dan ketrampilan dalam mengelola organisasi dan produksi, publikasi serta pementasan karya seni pertunjukan.
1.  Meningkatkan penguasaan pengetahuan dan ketrampilan menggerakan potensi berolah seni berbasis ekonomi dan industri hiburan.
2.  Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan menata dan mengemas karya cipta seni pertunjukan hiburan.
3.  Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam pemanfaatan sntuhan teknologi dalam penggarapan dan pementasan.
4.  Meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta ketrampilan dalam mengelola organisasi dan produksi, publikasi maupun pementasan karya seni.
Melakukan pelatihan dan penyuluhan




Melakukan pelatihan dan penyuluhan


Melakukan pelatihan dan penyuluhan


Melakukan pelatihan dan penyuluhan



Pada kerangka kegiatan pemecahan masalah, dapat dilihat upaya memecahan masalah dengan memberikan penyuluhan dan pelatihan bagi masyarakat kesenian. 

5. Pelatihan 
Kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan adalah berupa pelatihan ketrampilan dan pemberian pengetahuan tentang berolah seni, yang berorientasi pada indsutri seni pertunjukan hiburan. Kegiatan pelatihan ketrampilan dan pemberian pengetahuan berolah seni pertunjukan meliputi:

a.      Tata cara mengemas seni pertunjukan yang padat isi dan padat bentuk
b.  Tata cara mementaskan dan mengelola pertunjukan baik dari aspek tempat, karya seni, bersikap terhadap penonton, dan mengekspresikan diri
c.       Ketrampilan bergerak, bermain musik, menata kostum dan rias
d.      Menyusun repertoar pertunjukan

C. Hasil yang Dicapai 

1. Terdapatnya Peningkatan Pengetahuan Mitra dalam Berolah Seni Berbasis Ekonomi

Selama ini mitra bermasalah dengan lemahnya pengeta-huan yang berhubungan dengan berolah seni pertunjukan hiburan. Mitra hanya menggarap tari maupun musik dan musik iringan tari berdasarkan pada naluri saja, tanpa menggunakan pendekatan pengetahuan. Hasil yang didapat oleh kreator seni kelompok mitra ini adalah hasil yang belum kemas dari kriteria seni pertunjukan hiburan. Artinya tsmpilan karya senbi pertunjukan tersebut apa adanya, yang dapat dikatakan bentuknya sederhana. Karena saran mereka hanya seperti melepaskan tanggung jawab mereka sebagai pewaris budaya tempatan. Sebab itu, pikiran mereka yang penting tari dan musik tradisi mereka tampil dihadapan masyarakat untuk kepentingan masyarakat, dalam konteks acara sosial budaya mereka. Pikiran mereka belum sampai pada bagaimana karya tersebut dapat berdampak lebih dari pada sekedar kegiatan sosial budaya masyarakat tempatan saja. Artinya bagaimana karya tari tradisi tempatan dapat digubah menjadi bentuk baru yang lebih berorientasi ekonomi, yang saat ini telah menjadi sebuah komoditi industri hiburan. 

Pada awalnya tim pelaksana IbM FBS UNP berusaha berdialog untuk menjelaskan pentingnya pengetahuan berolah seni yang harus dimiliki oleh mitra binaan, karena sebuah kelompok seni pertunjukan saat ini harus mampu merubah paradigma dan misi ataupun visi mereka. Karena saat ini mereka hidup di alam informasi dan teknologi serta sains dan pengetahuan yang telah jauh berkembang. Sebab masa lampau kedudukan tari atau kesenian daerah hanya lebih banyak dikaitkan dengan upacara atau seremonial adat, maupun kegiatan sosial budaya masyarakat tempatan. Wawasan dan pengetahuan ini yang telah lama melekat dan membudaya pada masyarakat yang mengelola kesenian di daerah tak kecuali mitra binaan. Sebab itu, tampilan dari suguhan karya mereka tidak kemas dan kurang bervariasi serta terkesan sederhana. 

Berdasarkan dialog dan pemaparan sisi positif dari program pelatihan yang telah dilakukan secara informal, yang bertujuan untuk menambah wawasan mereka mengenai cara beroleh seni yang berdampak pada ekonomi, mereka sangat antusias menerima tawaran tersebut. Pada awal kegiatan pelatihan tim IBM memulai dengan pengetahuan beroleh seni secara umum, kemudian berlanjut pada teknis garapan, baik garapan tari, musik, kostum dan rias serta tata cara menyusun sebuah suguhan pementasan yang baik. 

Sesi pertama dimulai dengan pengetahuan menata karya tari dari sudut pandang koreografi. Selama ini karya tari yang mereka tampilkan seringkali monoton. Melalui pengetahuan koreografi ini, mitra binaan diberikan pengetahuan mengem-bangkan motif, dan kemudian menyusun motif-motif menjadi gerak. Gerak kemudian disusun berdasarkan pola irama kalimat gerak yaitu, tentang pengetahuan berner, terner dan rondo. Artinya kalimat gerak disusun berdasarkan urutan AB-AB (berner) atau ABC-ABC (terner), dan ACBAAC-BCCABCCA (rondo). 

Setelah sesi pertama mengenai menyusun motif dalam kalimat gerak dan pola irama gerak dari kalimat perkalimat, sesi berikutnya mendisain lantai dan ruang serta menyusun disain dinamik dan dramatik. Mitra diberikan pengetahuan bagaimana mendisain lantai yang kuat dan bervariasi, serta mendisain dinamik dan dramatik. Melalui contoh dinamik dengan grafik maupun dramatik, pelaksana dan tim memberikan penjelasan bahwa disain dinamik dan dramatik sangat menentukan keutuhan atau geregetnya sebuah pertunjukan tari. 
Pada sesi berikut tim IbM memberikan pelatihan cara mendisain musik yang akan diinginkan, terutama bagaimana menyesuaikan pola irama musik dengan pola irama gerak. Dengan menyesuaikan pola irama gerak dengan pola irama musik, baru musik dapat diramcang motif yang akan diguanakan untuk mengiringi tarian. Pada sesi ini juga diberikan pelatihan tentang mendisain kostum yang lebih sesuai dengan karakter gerak tari dan tema tari, begitu juga dengan tata rias yang digunakan, dijelaskan pada mitra bahwa keberadaan kostum dan tata rias sangat menentukan performance tari bagi penonton. Meskipun gerak dan tataan tarinya yang diirngi oleh musik dinilai telah baik dan mampu memukau penonton, akan tetapi jika kostum belum ditata dengan riasnya, maka tarian tersebut secara penyajiannya akan mengganggu mata penonton. Karena kemasannya belum mampu ditata dengan komplit. 

Setelah pelatihan diberikan pada mitra binaan, tim pelaksana melakukan sebuah uji pengetahuan atau mengukur sejauh mana mitra dapat menyerap penyuluhan yang telah diberikan pada mereka. Uji pengetahuan dilakukan juga dengan memutar berbagai pertunjukan baik yang berupa pertunjukan yang belum disentuh dengan pengetahuan berlah seni maupun pertunjukan yang telah menggunakan pengetahuan berolah seni. Pada gilirannnya mereka disuruh berapresiasi tentang kedua model tersebut, kemudian didiskusikan dengan mitra binaan baik penata dan pelakunya dimintakan komentarnya. Hal ini dilakukan sebagai indikator ukuran capaian keberhasilan dari penyuluhan ini. 

Dalam beberapa komentar, ternyata telah terjadi transformasi pengetahuan dari tim IbM pada mitra binaan. Mitra binaan telah mampu memahami apa itu disain lantai, disain gerak, disain ruang, musik, dan kostum serta rias. Mitra binaan juga telah memahami tentang pengulangan yang sering dilakukan dalam tari tradisi menimbulkan kejenuhan penonton, dan kostum yang ribet atau terlalau minim variasi juga menyebabkan kemasan tari kurang estetis. Selain itu, mereka mitra binaan juga telah memahami bahwa hubungan pola gerak dengan musik harus disesuaikan, sehingga terdapat keharmonisan pertunjukan. 

Meskipun begitu karena penyuluhan ini merupakan suatu kegiatan yang baru bagi mereka, mereka sering kuran disiplin dalam mengikuti pelatihan. Awalnya mereka terkesan malasmalasan, baru seteah pemaparan dampak dari penegtahuan ini yang mampu menghasilkan produksi tari atau msuik mereka berdampak nilai ekonomi mereka mulai antusias mengikuti pelatihan. 

Pelatihan juga belum sepenuhnya mampu diserap karena keterbatasan mereka baik dalam tingkat pendidikan maupun tingkat motivasi dan apresiasi selama ini yang masih kurang. Akan tetapi hasil yang mereka capai telah dapat dikatakan pelatiahn ini bermanfaat bagi mitra binaan, dan mitra binaan telah memperoleh pengetahuan baru mengenai berolah seni, yang berdampak pada nilai ekonomi bagi mereka. 

2. Adanya Peningkatan Ketrampilan Mitra dalam Mengemas dan Menata Pertunjukan 

Setelah melakukan pelatihan ketrampilan secara praktik bagi kelompok seni pertunjukan yang menjadi mitra binaan, terdapat berbagai usaha kemajuan yang telah mereka lakukan. Sebelumnya mereka belum terampil dalam melakukan eksplorasi dalam menemukan motif baru bagi sumber garapan tari mereka, sekarang setelah tim pelaksana mende-monstrasikan cara bereksplorasi, tampak anggota dan penata tari kelompok seni pertunjukan telah mulai mampu mengenal dan melakukan eksplorasi gerak secara sendiri tanpa dituntun.

Kelompok seni pertunjukan yang menjadi mitra binaan telah mengikuti bagaimana teknik menari yang baik. Setelah demontrasi dilakukan secara praktik oleh tim IbM FBS UNP di hadapan kelompok seni pertunjukan mitra binaan, pada gilirannya anggota kelompok mitra binaan mengulanginya beberapa kali, setelah itu tim mempersilahkan anggota mitra untuk mencari teknik sendiri yang sesuai dengan gerak tari mereka. Memang agak sulit bagi mereka untuk merubah cara menari mereka dengan sikap dan ekspresi yang lebih entertainment. Yang menjadi masalah bagi mereka adalah menari tanpa sikap yang pasti dan rapi. Aspek ini yang membuat tarian mereka belum dapat bernilai jual, karena penampilan mereka tidak rapi dan tidak kemas. 

Yang terpenting kelompok seni pertunjukan telah memiliki kiat dan cara menyusun gerak demi gerak, sehingga terangkai menjadi tarian yang inovatif. Artinya setelah para instruktur mengajarkan cara bereksplorasi dengan improvisasi kemudian menemukan bentuk motif gerak yang akan diseleksi untuk garapan tari, mereka melakukannya dengan berpedoman saran instruktur. Sehingga mereka para mitra binaan telah melakukan berbagai percobaan penyusunan motif gerak yang dirangkai dengan gerak transisi dan menggunakan berbagai variasi. Hasilnya mereka secara bertahap telah mulai paham apa itu, motif, pengembangan motif dan penyususnan motif-motif gerak menajdi tari yang padat, dinamik dan apik. Meskipun tentu tuntutannya belum mengarah pada kualitas yang sebenarnya, karena pelatihan ketrampilan perlu kepekaan estetis dan artistik melalui frekwensi latihan. Sebab ketrampilan motorik harus selalu dibiasakan melatihnya. 

Pada pelatihan ketrampilan dalam mengemas tari agar lebih menarik dan memiliki greget, instruktur melatihkan cara menyusun kemasan dengan menggunbakan aliur-alur garapan yang tersusun secara sistimik. Mula-mula diajarkan tentang menyusun introduksi, kemudian baru masuk pada persoalan awal dan selanjutnya masuk pada masalah penonjolan, dan terus pada klimaks dan penurunan serta penyelesaian. Instruk-tur melatihkan ketrampilan mengemas tersebut secara berulang-ulang. 

Pada tahap berikutnya setelah anggota mitra binaan dilepas sendirian menyusun dan membuat plot-plot tentang struktur penyajiannya, maka anggota mitra binaan terutama para pelatih dan koregrafer bersama penarinya menyusun gerak demi gerka sesuai dengan plot yang mereka susun. Ketrmapilan ini mereka lakukan berulang-ulang. Artinya mereka dilatih untuk mengemas mulai dari pengenalan atau prolog/introduksi sampai pada ending atau penyelesaian. Biasanya mereka tidak tahu pada tahap mana harus menonjolkan bentuk dan isi, artinya mereka mengemas sama kuatnya antara satu plot dengan plot yang lain, atau sama suasananya maupun terkadang terlalu panjang yang berakibat tarian tersebut monoton. 

Kekurangan dari anggota kelompok seni pertunjukan yang menajdi anggota binaan oleh tim IbM FBS UNP adalah kemampuan imajinasi dan kreativitas mereka, mungkin ini disebabkan oleh tingkat apresiasi mereka yang masih rendah, sehingga berakibat pada kemampuan mereka mengemas dan menata pertunjukan yang memukau penonton. Tapi sung-guhpun demikian mereka telah mulai berubah dalam mengemas pertunjukan, boleh dikatakan ada peningkatan 75% dari kemampuan awal yang mereka miliki selama ini. Mereka telah paham dan telah mulai menata pertunjukan yang terstruktur dengan rapi dan kemas. Tidak lagi acak-acakan dan sederhana, telah memiliki perencanaan sebelum mementaskan pertunjukan. Dan mereka juga telah memulai dengan teknik muncul dan teknik mengakhiri sebuah pertunjukan. 

Tata susunan penari dan disain lantai telah coba mereka adopsi dari contoh-contoh yang telah diberikan oleh instruktur dalam pelatihan, meskipun mereka masih terkesan dalam menempatkan penari di ats lantai seperti cetakan-cetakan si metris, hal ini dianggap sebuah hal yang wajar. Tidak ada satupun kreativitas seni yang hanya sekali dua kali ataupun tiga kali coba langsung menampakan suatu bom kulaitas, ia mesti di asah secara motorik terus menerus, sehingga memperoleh reflek yang naluriah. 

Jika dibandingkan dengan sebelum pelatihan kelompok seni pertunjukan mitra binaan tim IbM FBS UNP ini, belum tahu bagaimana cara menata sebuah pertunjukan yang memiliki daya tarik bagi penonton secara terstruktur. Akan tetapi setelah mereka memperoleh pengetahuan dan ketrampilan, mereka telah menerapkan cara muncul dan sikap di luar dan di atas panggung yang berkualitas untuk ditonton penonton. Hal yang dititik beratkan pada mereka adalah pengetahuan bahwa apapun yang dilakukan seniman di atas panggung ataupun di sekitar panggung merupakan sarana tontonan bagi penonton. Untuk itu sikap tersebut juga perlu dikemas dengan sikap akting dan cara menari yang baik. 

Pemilihan kostum telah dialakukan sesuai karakter gerak, atau warna-warna kostum telah mulai dimengerti oleh para seniman mitra binaan IbM FBS UNP. Artinya mitra binaan telah mulai menyadari bahwa peranan kostum tak kalah penting dari susunan motif gerak demi gerak yang terangkai dengan dinamik dan dramatik. Setelah diberikan kesepatan menggarap atau menata ulang tarian mereka, terlihat telah adanya peningkatan ketrampilan dari mereka. Kalau diukur dengan kualitas yang ada pada seniman yang lebih dahulu berkiprah dalam senbi pertunjukan industri hiburan tentu hasil pelatihan ini belum dapat dikatakan berhasil dengan baik, tetapi diukur dari masalah yang mereka hadapi selama ini dengan yang sekarang mereka lakukan atau mereka cobakan ternyata kegiatan ini telah dipandang berhasil. Sebab kualitas seniman perkotaanyang telah jauh lebih dahulu memperoleh pengetahuan seni pertunjukan di banding mereka kelompok seni pertunjukan daerah, tentu belum dapat disamakan. Jam terbang yang jauh berbeda sudah barang tentu memiliki perbedaan kuakitas. 

Hal yang terpenting adalah sejauh mana kelompok seni pertunjukan mitra binaan tersebut menyerap pengetahuan dan ketrampilan, yang akan diaplikasikannya dalam tari mereka untuk selanjutnya. Kualitas yang diharapkan dari mereka tentu bukan dapat diukur saat ini akan tetapi pada tahun-tahun berikutnya. Saat ini yang diukur adalah sejauhmana dan bagaimana mereka paham dan mengerti serta mempraktikan ketrampilan dan pengetahuan yang mereka peroleh dari instruktur tim IbM FBS UNP.



Gambar 1. 
Salah Satu Bentuk Kemasan dengan Penataan Ruang dan Lantai, Kostum dan Rias (Dokumentasi Indrayuda 2013) 


Gambar 2. 
Tataan Gerak dengan Menempatkan Penari Pada Wilayah Pentas yang Kuat (Dokumentasi Indrayuda 2013) 


Gambar 3 
Tataan Kerja Kelompok dengan Bentuk Penonjolan Masing-masing (Dokumentasi Indrayuda 2013) 


Gambar 4. Tataan Sikap yang Entertainment dan Sikap Gerak yang Telah Mulai Tertata dengan Rapi 
(Dokumentasi Indrayuda 2013) 


Tabel 3.Hasil Pelatihan Mengenai Ketrampilan Menata Kemasan Karya Seni

No
Keadaan Sebelum Pelatihan
Kegiatan Pelatihan yang Dilakukan
Hasil yang Telah Dicapai
1
Gerak yang berulang-ulang dalam dari susunan kalimat gerak yang dirangkai dalam pola irama gerak
Diberikan pelatihan cara menyusun kalimat gersk atau ragam gerak dengan memadukan berner, terner dan rondo (AB-AB, ABC-ABC, dan BCBBACABB-CACACCAABBABAB
Telah mengerti dengan perlunya menata agar jangan monoton dalam menyusun pola irama kalimat gerak, meskipun mereka masih susuh mempraktikannya
2
Pola garap yang cenderung koreografi tunggal
Diberikan pengetahuan dan contoh memprak-tikan menggarap koreografi tunggal, duet dan kelompok, dan diarahkan kepada bentuk kelompok
Mitra binaan masih susah menggarap kelompok tetapi, telah mulai paham bahwa koreografi kelompok memiliki nilai artistik yang menarik dari koreografi tunggal
3
Disain lantai yang sangat simetris dan sederhana
Diberikan pengetahuan dan ketrampilan menyusun penari di atas lantai dalam bentuk a simetris dan memodifikasinya dengan simetris
Telah mulai mempraktekan pola lantai dengan disain a simetris dan simetris, namun masih belum berani menggunakan dominasi a simetris
4
Dinamika dan dramatik, yang selalu datar
Diberikan penegtahuan dan cara mendisain dinamik dan dramatik, serta melatih bagaimana membuat tari lebih dinamik
Kelompok mitra mulai paham dengan dinamik dan dramatik, tetapi mempraktikannya belum tuntas. Karena butuh waktu dan latihan yang berulang-ulang, serta perenung-an dan percobaan-percobaan






5
Belum adanya sikap dan struktur pertunjukan yang jelas dan kemas
Memberikan pelatihan tentang bagaimana bersikap dan menata atau mengemas pertunjukan agar layak menajdi konsumsi masyarakat industri hiburan
Kelompok seni pertunjukan secara sikap telah mulai berangsur-angsur mulai mengontrol diri dalam memasuki arena dan keluar arena. Kemasan telah disusun mulai dari plot introduksi sampai penyelesaian. Meskipun rangkaian antara plot masih belum mampu disambung dengan transisi yang baik
6
Kostum dan rias yang seadanya
Diberikan teknik pemilihan rias dan kostum yang relevan dengan tarian
Secara konsep seniman dan anggota kelompok seni pertunjukan telah paham dengan pentingnya penataan kostum dan tata rias, tetapi kemampuan pengetahuan dan tenaga ahli serta biaya menjadi penghalang bagi pengembangan tata rias dan tata busana atau kostum bagi mitra binaan.
8
Musik yang masih belum harmonis dengan gerak tari
Telah dilakukan pelatihan ketrampilan menata musik iringan tari
Telah berangsur-angsur kelompok seni pertunjukan menggunakan melodi dalam tataan musik iringannya, padahal sebelumnya hanya terdiri dari ritem-ritem saja.


a.Meningkatnya Ketrampilan dan Pengetahuan Mitra dalam Pemanfaatan Teknologi dalam Penggarapan Karya Seni Pertunjukan 

Pada pelatihan ini telah diajarkan ketrampilan menggunakan laptop untuk memutar berbagai tayangan hasil latihan dan karya yang telah diciptakan. Hal ini berguna untuk memantau atau mengkritisi sejauh mana hasil yang telah kita capai dalam berkarya, sebab itu perlu melakukan pendoku-mentasian dengan sarana camera video. Setelah didokumen-tasikan untuk selanjutnya dianalisa melalaui tayangan dengan laptop dan infokus.

Ketrampilan ini perlu diajarkan pada kelompok seni pertunjukan, agar mereka dapat menggunakan teknologi sebagai sarana untuk meningkatkan mutu karya seni mereka dan mutu pertunjukan mereka. Selain itu mereka juga perlu mencatat apa-apa yang telah terjadi mengenai kekurangan-kekurangan dalam pertunjukan dapat dianalisa dan dicatat dengan computer atau laptop. Computer atau laptop juga dapat mendisain pola lantai yang akan diingini oleh piƱata tari. 

Secara berangsur-angsur kelompok seni pertunjukan mitra binaan telah mulai mengenal bagaimana mencari sudut pandang yang baik dalam merekam peristiwa pertunjukan. Dan anggota kelompok seni pertunjukan telah mengerti bagaimana menganalisa tari yang baik yaitu dengan menggunakan camera video, serta memasukannya ke computer untuk ditayangkan. 

Infokus telah mampu digunakan oleh kelomnpok seni pertunjukan binaan untuk menayangkan hasil latihan dan karya ciptaan mereka. Melalui tayangan infokus mereka telah berdiskusi mengenai karya mereka sendiri. Para anggota kelompok seni pertunjukan telah dapat menyadari dan mengkritisi diri sendiri baik tentang teknik menari, bunyi musik, bentuk kostum, tataan ruang dan pola lantai. Sehngga mereka dapat merasakan pentingnya sarana teknologi untuk memajukan perkembangan seni pertunjukan hiburan. Meskipun mereka belum mampu menggunakan laptop dalam menggambar atau mendisain beberapa bentuk seperti disain musik dan kostum. Tetapi teknologi telah dicoba untuk dimanfaatkan oleh kelompok seni pertunjukan binaan tim IbM FBS UNP. 

Kelompok seni pertunjukan mitra binaan tim IbM FBS UNP telah mencoba merancang disain lantai dengan menggunakan laptop. Karena berdasarkan pelatihan yang telah diberikan oleh instruktur tim IbM FBS UNP, bahwa bentuk pola lantai sebelum dibentuk oleh penari di atas panggung atau lantai perlu terlebih dahulu didisain dalam bentuk cetakan, atau tertulis. Pada gilirannya dapat dipedomani dan baru kemudian dapat dikembangkan lebih jauh, sebab pada realisasi di tempat latihan penata tidak menemui kesulitan dalam mencoba-coba. Karena sebelumnya telah ada pedoman yang mampu menuntun penata tari. 

b. Meningkatnya Cara Pengelolaan Kelompok Seni Pertunjukan dan Produksi 

Selama ini kelompok seni pertunjukan mitra binaan IbM FBS UNP belum mengurus organisasi dengan sistimik, sebab itu berpengaruh pada disiplin dan keterlibatan anggota dalam mengurus kelompok ini. Artinya anggota kelompok seni pertunjukan tidak teratur dalam menata organisasi kelompok seni pertunjukan mereka. Selain itu, kelompok seni pertunjukan yang menjadi mitra binaan IbM FBS UNP, belum paham dengan mengelola produksi, sebab itu karya mereka belum tergarap dengan baik sesuai skala seni pertunjukan industry hiburan masa kini. 

Dengan adanya pelatihan yang diberikan oleh tim IbM FBS UNP dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat ini, sedikit banyaknya kalangan anggota kelompok seni pertunju-kan mitra telah paham dengan betapa pentingnya system pengelolaan produksi bagi karya tari mereka atau karya musik mereka. 

Selain mereka telah memahami system pengelolaan produksi seperti bagaimana menggalang dana, mempubli-kasikan dan mempromosikan, mereka pun telah mengenal dengan kerjasama, pembagian tugas berdasarkan keahlian, dan bagaimana bertanggung jawab dengan tugas masing-masing. 

Tampak setelah mereka melakukan simulasi dengan membuat berbagai contoh proposal penggalangan dana, dan membuat contoh-contoh publikasi. Terlihat jelas mereka telah mulai paham dengan apa yang telah ditularkan pada mereka, mengenai system pengelolaan produksi dan mengurus kelompok seni pertunjukan. Pada dasarnya memang belum dapat dituntut kelompok ini secara maksimal melakukan pengelolaan organisasi dengan matang, untuk memproduksi karya seni pertunjukan. Karena mereka masih baru dengan sistem manajemen yang diperkenalkan, tolok ukur dalam keberhasilan pelatihan IbM ini terletak pada kepahaman, pengertian dan keinginan mereka untuk menerapkannya dalam kelompok tersebut mulai saat dilatih sampai tahap masa selanjutnya. 

D. Simpulan dan Saran 

1. Simpulan 

Kegiatan pengabdian pada masyarakat perlu dilakukan guna membantu masyarakat untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan di bidang seni dan berolah seni. Pada dasarnya kelompok seni pertunjukan di daerah sangat kurang pengetahuan yang mampu menggiring mereka untuk dapat bersaing dan mengembangkan sumber warisan budaya yang mereka miliki. Pada akhirnya budaya mereka terus terkikis dan terdepak oleh lajunya perkembangan industry hiburan di Sumatera Barat. 

Kegiatan pengabdian masyarakat yang dilaksanakan ini telah menjawab kegundahan yang terjadi dalam masyarakat daerah tentang terdepaknya tari tempatan dari ranah industry hiburan. Untuk itu, pelatihan ini telah mengatasi persoalan kekurang mampuan seniman lokal untuk mengembangkan tri tradisi. 

Kekurangmampuan dalam mengemas selama ini oleh mitra, dapat diatasi dengan adanya pengetahaun koreografi dan ketrampilan mengemas tataan tari yang telah diberikan oleh instruktur IbM dari FBS UNP. Kelompok mitra telah memiliki wawasan terhadap produksi tari dan musik yang berorientasi pada industry hiburan, yang selama ini mereka masih buta dengan apa itu industry seni pertunjukan hiburan. Dengan adanya pelatihan dan penyuluhan ini, masyarakat tempatan telah memahami dampak dari pengembangan seni tradisi menuju seni industry. 

Kurangnya pengetahuan manajemen produksi dan pengelolaan organisasi berdampak pada tidak berkembangnya sebuah kelompok kesenian di daerah. Sebab itu, hadirnya pelatihan atau pengabdian masyarakat dari tim IbM FBS UNP ini, telah dapat meringankan atau menjadi pemecahan masalah bagi kelompok seni pertunjukan yang sebagai mitra binaan. 

Kegiatan pengabdian masyarakat, merupakan salah satu bentuk upaya mencerdaskan masyarakat, dan membantu masyarakat dalam mengatasi masalahnya terutama terhadap masalah budaya, seperti masalah seni pertunjukan. Sehingga dengan mencerdaskan masyarakat, dan memotivasi masya-rakat maupun membentuk masyarakat yang berjiwa entertain-ment, ditengarai ke depan mereka dapat memiliki kemampuan yang berorientasi nilai ekonomi, yang dapat membantu mereka dalam kesejahteraan hidup. 

Kegiatan IbM belum sepenuhnya menjamin kelompok mitra binaan akan langsung dapat berkembang memproduksi karya seni yang berkualitas dan masuk dalam ranah industry hiburan. Hal ini tidak lepas dari keseriusan mereka selalu berbuat mengolah ketrampilan mereka, yang nota benenya mengasah atau mempraktikan secara berkesinambungan ilmu dan pengetahaun atau ketrampilan yang telah mereka dapatkan melalaui kegiatan pengabdian masyarakt ini. 

2. Saran 

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan kabupaten, kota di Sumatera Barat, hendaknya lebih menunjukan kepedulian kepada seni budaya daerah, sehingga kesenian di daerah terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Selain itu pemerintah perlu senantiasa menciptakan berbagai kompetisi untuk memacu pertumbuhan seni pertunjukan di daerah. 

Tak kalah penting perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan, labor, dan penelitian seni budaya, tak lepas-lepasnya melakukan upaya penyuluhan dan memberikan pelatihan pada masyarakat, terkait dengan pengembangan IPTEK. Pada gilirannya pengetahuan dan ketrampilan tersebut dapat berdampak pada kematangan pemikiran masyarakat ter-hadap pentingnya ilmu dan pengetahuan serta teknologi bagi pengembangan kesenian. Selain itu, kegiatan pengabdian bagi masyarakat yang dilakukan oleh perguruan tinggi secara ilmiah dapat memajukan perkembangan seni budaya pada masyarakat, yang pada gilirannya dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya dari aspek ekonomi. 

A.     Daftar Rujukan

Dibia, Wayan I, 2006. Tari Komunal. Jakarta: Pendidikan Seni Nusantara
Hawkins, Alma M. 2002. Bergerak Menurut Kata Hati. Jakarta: MSPI.
Indrayuda. 2002. Makna Simbol Tari Balance pada Masyarakat Nias di Seberang Palinggam. Padang: PPs. Universitas Negeri Padang
Koentjaradiningrat. 1987. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Angkasa Baru.
Maleong, Lexy, 2002. Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Remaja Rosda Karya.
Murgianto, Sal. 1983. Koreografi Pengetahuan Dasar Komposisi Tari. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Nasution. 1992. Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Nazwir. 1995. Sejarah Kebudayaan Minangkabau, Sumatera Barat, Megasari dan LKAAM Sumatera Barat
Smith, Jacqueline. 1985. Komposisi Tari, Sebagai Petunjuk Praktis Bagi Guru. Terjemahan Ben Suharto. Yogyakarta: Ikalasti.
Soedarsono. 1987. Pengantar Pengetahuan Komposisi Tari. Jakarta: Akademi Seni Tari Indonesia.
Suparjan, N, 1982. Pengantar Pengetahuan Tari. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.



Telah berkecimpung dalam dunia seni lebih kurang 30 tahun, dan memperoleh pengalaman dalam menata atau mengkoreografikan tari lebih kurang 23 tahun. Dan telah banyak menulis tentang seni dan budaya baik di media cetak, dan jurnal ilmiah serta penelitian. Menghasilkan lebih kurang 63 buah karya tari, baik monumental dan kontemporer. Mendapat tiga kali penghargaan sebagai penata tari terbaik tingkat nasional. Indrayuda telah mementaskan tari di berbagai negara, seperti italia, Perancis, Swiss, Jerman, Jepang, Taiwan, Korea, Singapura, Malaysia, dan Belanda. Ikut dalam berbagai event festival tari, serta konfrensi tari baik tingkat lokal, nasional dan internasional, tergabung dalam World Dance Alliance Asia Pacific. Lulusan, S-3 di USM Malaysia program Ph.d tentang kebijakan politik dan perubahan sosial budaya terhadap perkembangan tari. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar