Nasbahry C
Batik tanah liek (bahasa Indonesia: batik tanah liat, Bahasa Inggris: clay batik) adalah jenis kain batik yang
berasal dari Minangkabau. Batik ini menggunakan tanah liat sebagai pewarna di
samping kulit jengkol, kulit rambutan dan gambir.
Kain mula-mula direndam
selama seminggu dengan tanah liat, kemudian dicuci dan diberi pewarnaan alamiah
lain yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Warna dasar kain yang tidak
biasa, teduh dan memancarkan aura elegan, menjadi daya tarik utama batik tanah
liek (liat) khas Minangkabau. Warna dasar yang cenderung krem atau coklat muda
itu diperoleh dari hasil perendaman kain di dalam larutan cairan tanah liat.
Sejarah
Asal batik ini diduga dari
negeri Cina yang diduga masuk ke Minangkabau pada abad ke 16 pada zaman
Kerajaan Minangkabau berpusat di Pagaruyung, Batusangkar. Batik tanah liat
sempat hilang tanpa jejak pada masa penjajahan Jepang, namun berkat usaha Wirda
Hanim, teknik batik ini diperkenalkan kembali pada tahun 1994. Awalnya Wirda
Hanim melihat motif batik ini digunakan oleh beberapa orang penduduk nagari
Sumanik, Kecamatan X Koto, Singkarak, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.
Upaya pelestarian: Wirda Hanim pertama kali melihat peninggalan batik tanah liek ketika mengikuti upacara adat pengangkatan kepala nagari pada 1994 di Kenagarian Sumani, kampungnya yang berada di Kabupaten Tanah Datar.
Upaya pelestarian: Wirda Hanim pertama kali melihat peninggalan batik tanah liek ketika mengikuti upacara adat pengangkatan kepala nagari pada 1994 di Kenagarian Sumani, kampungnya yang berada di Kabupaten Tanah Datar.
Beliau tertarik dengan batik
yang langka tersebut dan berniat untuk membangkitkan kembali seni tradisional
batik tanah liat yang hampir punah. Berkali-kali ia melakukan percobaan agar
mendapatkan hasil yang menyamai batik tanah liek asli yang pernah ia temui di
Sumani. Namun ia kerap gagal. Dari sepuluh batik yang ia coba produksi, hanya
dua saja yang menyamai batik liek asli. Akhirnya, dengan tanah payau yang ia
ambil dari dekat rumahnya, ia berhasil terus memproduksi batik liek hingga saat
ini.
Batik tanah liek dahulu
hanya digunakan pada upacara adat khusus sebagai selendang. Hanya para ninik
mamak, bundo kanduang, dan datuk panutan adat yang boleh mengenakannya. Para
perempuan menyampirkannya di bahu, sementara para panutan adat melingkarkannya
di leher.
Ragam hias (Motif hias)
Beragam motif Minang dilukis
dengan ketelitian tinggi yang tampak hidup dengan pewarna alami. Motif-motif
tersebut biasanya diambil dari beragam jenis ukiran yang terdapat di
rumah-rumah gadang. seperti siriah dalam carano, kaluak paku, kuciang tidua,
lokcan, batuang kayu, tari piring, kipas, dll.
Setiap motifnya, mempunyai
makna dan filosofi kehidupan orang Minangkabau. Seperti itik pulang patang,
kaluak paku, kuciang lalok dan banyak lagi motif abstrak lainnya. Ada juga motif yang menceritakan tradisi adat
Minangkabau. Saat sekarang motif-motif baru juga diperkenalkan yang
inspirasinya diambil dari kekayaan budaya alam Minangkabau, seperti motif
tabuik (tabut), Jam Gadang dan Rumah Gadang.
Salah satu koleksi Batik Tanah Liek Citra Monalisa. Motif kain ini beraneka rupa, mulai dari berbagai jenis daun, kelinci, jam gadang, dan binatang bersayap seperti capung berbadan langsing panjang, dengan warna tanah liat. Motif-motif khas lainnya adalah sirih dalam carano, tumbuhan merambat, pucuk rebung, keluk daun pakis, kucing tidur, lokcan, batang kayu, tari piring, kipas, dan motif-motif Cina.
Saat sekarang ada tiga
sentra pembuatan batik tanah liat di Propinsi Sumatera Barat, yakni di Kab.
Dharmasraya, Kab. Pesisir Selatan, dan di Kota Padang. Masing-masing sentra ini
menampilkan corak tersendiri berdasarkan lingkungan masing-masing, bahkan di
Dharmasraya mereka mengembangkan motif baru, bunga sawit.
Pembuatan
Pertama-tama, kain polos
yang belum dibubuhi motif batik direndam di dalam tanah liat selama satu hari
agar warna tanah menyatu dengan kain dan memiliki ketahanan baik. Setelah
perendaman selesai, kain dicuci bersih. Barulah kain siap diberi motif. Metode
selanjutnya sama seperti pembuatan batik pada umumnya, menggunakan malam cair
sebagai perintang warna.
Pewarnaan pada batik tanah
liek menggunakan pewarna alami seperti kulit jengkol (Pithecellobium jaringa)
untuk mendapatkan warna hitam, dan getah gambir (Uncaria gambir) untuk warna
merah. Selain itu, kulit bawang, kulit mahoni, jerami padi, manggis dan kulit
rambutan juga bisa dijadikan bahan pewarna batik liek.
Kain batik kembali direndam
dalam air tanah liat saat proses pewarnaan. Bahkan, kadang dilakukan proses
perendaman dalam air tanah liat selama satu minggu. Karena itulah warna dasar
batik tanah liek berwarna dasar seperti warna tanah.
Setelah direndam dan
dikeringkan, barulah proses canting. Pencantingan tujuannya untuk
menyempurnakan motif-motif yang sudah dicetak. Proses pembuatan sehelai batik
tanah liek tulis yang memakan waktu satu hingga dua bulan ini menjadikan harga
warisan budaya dari Ranah Minang tersebut berkisar dari Rp. 600.000 hingga Rp 2
juta sehelainya
Artikel terkait
Mungkin Anda pertama kali mendengar ada kain batik yang berasal dari Sumatera Barat, namanya Batik
Tanah Liek Citra Monalisa. Liek adalah liat dalam bahasa setempat, karena
diwarnai dengan pewarna yang berasal dari tanah liat. Citra Monalisa adalah toko
yang dimiliki Wirda Hanim, seorang pengusaha wanita yang menghidupkan dan
mempopulerkan kembali batik yang kabarnya nyaris punah ini.
Sumatera Barat tentu saja
lebih dikenal dengan songket dan kain tenun Pandai Sikek serta Silungkang,
ketimbang kain batik yang terlanjur lekat dengan kerajinan tangan yang
diwariskan secara turun temurun di kota-kota pesisir serta pedalaman Pulau Jawa
dan Madura.
Karena tidak ada lagi yang
membuat batik tanah liek selama puluhan tahun, maka timbul niatnya untuk
membuat batik tanah liek ini, dan ia pun melakukan eksperimen untuk mendapatkan
warna tanah liat yang sesuai. Berbagai usaha dilakukannya, termasuk mengikuti
kursus membatik, dan mendatangkan pembatik dari Yogyakarta, namun hasilnya
belum memuaskannya.
Kemauan keras membuka jalan,
meski pada sisi yang sering tidak terduga. Adalah pelajaran membuat warna
hiasan kue pengantin dan kue ulang tahun yang pernah diikutinya di Jakarta yang
menginspirasinya membuat percobaan dengan menggunakan pewarna sintetis, dan
berhasil mendapatkan warna batik tanah liek pada dua dari sepuluh kain yang
dicobanya.
Beberapa koleksi Batik Tanah
Liek Citra Monalisa di salah satu sudut ruangan toko. Mungkin karena ada motif
burung hong pada batik tanah liek kuno yang masih tersisa, maka ada dugaan
bahwa batik tanah liek berasal dari Cina. Namun pengaruh Cina memang terasa
pada produksi batik di Jawa ketika Cina perantauan mulai masuk ke Jawa pada
abad ke-13, dan mulai membuat motif Cina pada batik sejak abad ke-19.
Sehingga yang lebih mungkin
adalah pedagang Cina dari Jawa yang membawanya ke ranah Minang, ketimbang
pedagang Cina yang membawa kain dari negeri Cina, karena batik adalah warisan
budaya nasional. Ada pula yang menduga bahwa batik tanah liek dibawa oleh
seorang puteri bangsawan Minang yang menikah dengan Adityawarman.
Bagaimana pun, penemuan
teknik pembuatan pewarnaan pada Batik Tanah Liek Citra Monalisa adalah berkat
usaha keras dari Wirda Hanim.
Penghargaan dari Unesco
Batik tanah liat mendapatkan
penghargaan dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO)
sebagai Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity semenjak
bulan Oktober 2009. Batik ternyata tidak hanya dikenal sebagai tradisi dari
Jawa, tapi juga ditemukan sebagai produk kebudayaan asli Minangkabau (Sumatera
Barat).
Sumber :
http://batikindonesia.com
http://batiktanahliek.blogspot.com
http://www.rumahbatik.com
http://travel.kompas.com