Penggunaan Blog

Senin, 02 Maret 2009

Pelestarian Harimau Sumatera

Catatan Indra J Piliang

Saya merasa berutang untuk menulis soal harimau ini. Sekalipun di akun twitter @IndraJPiliang sudah beberapa hari saya coba tweet, tetap saja diperlukan tulisan yang lebih panjang. Cerita harimau ini muncul lewat akun saya, ketika menghadiri Mubes V Gebu Minang di Padang Panjang pada tanggal 9-10 Juli 2011 lalu. Di perjalanan, saya membaca berita bahwa seekor harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) ditangkap warga Kenagarian Kapalo Hilalang dengan menggunakan kandang yang terbuat dari kayu. Saya berpikir, harimau itu pasti diselamatkan oleh warga setelah ditangkap.

Tanggal 10 Juli, seusai acara penutupan Mubes V Gebu Minang, ternyata harimau itu masih ada di Kenagarian Kapalo Hilalang (Kepala Ilalang). Saya memutuskan untuk melihat harimau itu, karena pasti jadi perhatian warga. Benar saja, sekalipun menaiki ojek, mobil dan berjalan kaki, ternyata warga sudah terlihat pergi dan pulang dari lokasi. Mayoritas anak-anak kecil yang ditemani oleh orang tuanya.

Harimau memang binatang yang “magis” bagi masyarakat Sumatera Barat. Budaya Minangkabau menempatkan harimau sebagai binatang yang terhormat. Panggilannyapun khas: inyiak (nenek). Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa harimau adalah wujud dari binatang mitologis, karena bisa juga merupakan jelmaan manusia (harimau jadi-jadian). Karena itu, ketika harimau benar-benar ada dan berhasil ditangkap, adalah kejadian yang luar biasa dalam hidup.

Saya tiba di lokasi, setelah berjalan kaki. Kondisi jalanan ke lokasi selalu mendaki dan mendaki. Saya sendiri terkejut, ada daerah yang seperti Kenagarian Kapalo Hilalang itu di Kabupaten Padang Pariaman. Pohon karet, kelapa sawit dan tanaman keras lainnya tumbuh di kiri dan kanan jalan. Rumah-rumah dan gubuk-gubuk petani berada di dalam area kebun rakyat itu. Biasanya, pemandangan seperti itu hanya ada di daerah Pasaman, Dharmasraya atau Pasaman Barat.

Letak lokasi tertangkapnya harimau itu ada di bawah Gunung Tandikat, berdekatan dengan lokasi cagar alam Lembah Anai. Dalam kisah-kisah tambo, wilayah Lembah Anai ini merupakan tempat yang dihuni oleh para pendekar yang dikenal dengan sebutan parewa. Untuk melaluinya, terdapat jalan raya antara Padang Pariaman dan Padang Panjang yang bernama Silaing.  Sebuah air terjun indah menjadi lokasi favorit bagi siapapun yang ingin mengambil foto diri.

Di Lembah Anai ini juga terdapat sebuah bukit yang dikenal dengan sebutan Bukit Tambun Tulang (Bukit Timbunan Tulang). Konon, bukit itu terbentuk dari tulang-belulang manusia yang menjadi korban dari parewa (penyamun dan perampok) yang melalui jalur berbahaya itu. Kini, musuh wilayah itu adalah longsoran tebing. Di sungai bening yang berada di sepanjang Lembah Anai, sudah dibangun tempat-tempat pemandian oleh penduduk.

***
Auman harimau itu menyambut saya, ketika pertama kali melihat kandangnya dari kejauhan. Kandang itu terbuat dari kayu, tanpa paku. Kandang pasak, namanya. Warga mengerumuni kandang yang kokoh itu. Sekali lagi harimau itu mengaum. Warga terlihat tersibak, sekalipun harimaunya berada di dalam kandang. Beberapa orang menyalami saya. Pelan, saya melihat ke dalam kandang, lalu menggunakan dua buah blackberry untuk memotret harimau itu.

Dan setiap momen dalam potret saya menunjukkan kelelahan harimau itu. Kepalanya menyandar kepada kambing yang sudah mati, umpan yang digunakan untuk memerangkapnya. Tubuh kambing itu dijadikan bantal oleh kepala harimau. Kepala itu memejamkan mata, seolah sedang menyampaikan sesuatu. Sempat matanya terbuka, kepalanya terangkat, lalu rebah lagi dengan mata lelah yang tetap waspada. Inyiak itu kelihatan lelah.

Lalu warga mengajak saya untuk berbicara. Yang memimpin bernama Pangeran, kepala pemuda di kenagarian itu. Ada beberapa juga sosok yang lebih senior, namun mereka lebih terkonsentrasi ke arah kandang harimau, berjaga-jaga. Merekalah anak buah tunganai, sang pawang harimau. Pangeran menceritakan bahwa perburuan harimau itu dilakukan sejak enam bulan lalu, lewat permufakatan warga. Kandang dibuat bersama. Hal itu dilakukan karena warga kehilangan ternak, dimangsa harimau.

“Ini umpan keempat yang berhasil menangkap harimau. Tiga sebelumnya hilang, karena perangkapnya gagal bekerja,” ujar Pangeran.

Warga menceritakan bahwa mereka mau menyerahkan harimau itu kepada petugas Badan Konservasi  Sumber Daya Alam (BKSDA). Pihak BKSDA sendiri sudah datang, namun mereka hanya menembak ke atas, mengusir harimau lain yang dianggap masih berkeliaran. Menurut pihak BKSDA sendiri, itu memang prosedur standar.

Masalahnya, warga meminta ganti rugi atau kompensasi. Dana itu akan digunakan untuk mengadakan upacara adat, seperti main randai dan bersilat. Saya memaklumi permintaan itu. Bagi saya, jarang sekali ada penagkapan harimau dalam keadaan hidup. Ketika bertanya kapan terakhir kali kejadian penangkapan harimau, warga menjawab beragam. Tetapi umumnya menjawab tidak pasti.

Saya berjanji kepada warga untuk mengurus permintaan warga itu, dengan menghubungi pihak terkait. “Kalau perlu, saya hubungi Menteri Kehutanan, Bang Zulkiefli Hasan,” kata saya. Kebetulan, saya memang mengenal Bang Zul ini sejak lama. Selain itu, masalah harimau terkait dengan perambahan hutan yang dilakukan di Padang Pariaman, khususnya, dan Sumatera Barat, umumnya. Kebutuhan kayu pasca gempa bumi naik secara signifikan. Di Padang Pariaman, hampir 80% bangunan rubuh disapu gempa bumi tanggal 30 September 2009.

***

Sepulang dari lokasi, saya meminta teman seperjalanan menghubungi bupati. Kebetulan, ponsel saya tidak dapat sinyal. Bupati berjanji untuk mendatangi lokasi keesokan harinya. Namun, setelah saya pulang pada tanggal 11 Juli 2011, ternyata Bupati Padang Pariaman tidak jadi datang, hanya mengirimkan camat Kecamatan 2 x 11 Kayu Tanam.

Sesampai di Jakarta, saya mulai melakukan soft campaign di akun twitter. Tidak lupa saya mention akun milik Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan RI  (@Zul_Hasan). Dengan hashtag  #harimau dan #saveharimau, saya kirimkan lagi foto-foto keadaan harimau di kandang Nagari Kapalo Hilalang. Reaksi muncul dari Bang Zul. Dia mengatakan akan mengirimkan tim ke Padang Pariaman pada hari Selasa, 12 Juli 2011. Sementara lewat komunikasi dengan warga, mereka mengatakan bahwa kondisi harimau sudah lelah.

Malam harinya, saya dapat telepon dari Bupati Padang Pariaman, Drs Ali Mukhni. Lama kami berbincang. Tak lupa, saya sebutkan soal harimau itu. Bupati mengatakan bahwa warga masih bertahan. Saya juga menghubungi warga, ternyata harimau sudah diserahkan kepada pihak BKSDA. Muhardi, teman saya, mengatakan bahwa harimau itu “dilepas” dengan kompensasi Rp. 15 Juta, jauh di atas permintaan awal yang hanya Rp 8 Juta. Rupanya, ketidak-seriusan dari pihak Pemda dan adanya janji saya untuk menyampaikan soal ini ke Menteri Kehutanan menyebabkan warga mengambil “jalan perang”, dengan cara menaikkan jumlah dana kompensasi.

Sore tanggal 12 Juli 2011, harimau betina itu diserahkan warga ke pihak BKSDA. Tunganai sendiri pingsan, ketika melakukan prosesi pemindahan itu. Pihak BKSDA ingin membius harimau itu dengan tembakan suntikan, tetapi warga tidak mau dan bersikeras memindahkan harimau itu dari kandang kayu ke kandang besi di mobil BKSDA dengan cara tradisional: menghalaunya. Untunglah, prosesi itu berjalan lancar.

Media melaporkan bahwa harimau itu terlihat mengucurkan air mata, ketika berhasil pindah ke kandang besi. Entah terharu atau sedih meninggalkan habitat dan kampung halamannya. Atau, barangkali mengingat dua ekor anaknya yang baru berusia 1 bulan, menurut ahli dari pihak BKSDA. Apapun, harimau itu sudah selamat, kini di tangan pihak yang tepat. Saya hanya berdoa, hutan-hutan tak ditebangi, dua ekor anak harimau selamat sampai dewasa, lalu induknya yang berusia 5 tahun ini segera kembali ke habitat aslinya.

Andaipun nanti akan mengalami “perjuangan” yang keras di habitatnya, mengingat sudah bersentuhan dengan dunia manusia, sungguh mengharukan membayangkan harimau ini pulang ke keluarganya dan rumahnya, di sekitar Bukit Tambun Tulang dan Gunung Tandikat…


Sumber: http://www.pariamantoday.com/2012/09/kisah-harimau-kapalo-hilalang.html